KITA seringkali menyesal karena terlalu sering mengulang kesalahan yang sama. Terjebak dalam seabrek kesibukan hingga memiliki hanya sedikit waktu untuk mendekat kepada Allah.
Shalat wajib dilaksanakan di penghujung waktu. Tak sampai lima menit menjelang azan yang berkumandang untuk shalat selanjutnya. Itu pun shalat yang tergesa-gesa, tanpa tuma'ninah dan jauh dari khuyuk.
Bersedekah, seada-adanya. Lebih dulu menikmati makanan di restoran yang viral bersama teman-teman, baru 'kembalian'nya dimasukkan ke kotak amal.
Bangun malam? Kita memang terbangun menjelang sepertiga malam. Bukan untuk berwudhu lalu mendirikan tahajud, melainkan ke kamar kecil untuk buang air kecil, atau minum air putih, atau hanya sekadar mematikan alarm ponsel.
Mendengarkan kajian, rasanya seperti mendengarkan guru menjelaskan rumus matematika yang kita tidak mengerti sama sekali. Terasa membosankan. Hingga kita lebih memilih menonton kanal Youtube yang menyajikan remeh-temeh kehidupan para pesohor atau memutar playlist penyanyi favorit kita.
Di balik kesibukan dan kemalasan kita, sesibuk-sibuknya dan semalas-malasnya kita, satu yang tak boleh kita lupakan adalah bermuhasabah.
Hanya dengan muhasabahlah, kebodohan kita bisa berhenti. Hanya dengan muhasabalah, kita bisa mencari jalan untuk memperbaiki diri. Dan tanpa muhasabah, kita tidak akan menemukan solusi untuk memantaskan diri di hadapan Allah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Rasul mengatakan, "Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya."
Hadits tersebut menjelaskan bahwa faedah terbesar muhasabah adalah takwa.
Muhasabah membuat kita mengintrospeksi diri. Mencari tahu mengapa kita memiliki lebih sedikit waktu untuk Allah dibandingkan waktu untuk mengejar kesuksesan duniawi. Dengan begitu kita akan mem-breakdown segala kesibukan kita demi mencari jalan tercerdas agar bisa mengerjakan pekerjaan sebaik-baiknya tanpa menguras waktu ibadah kita. Muhasabah melapangkan pikiran dan langkah kita untuk memperbanyak dan memperbaiki kualitas ibadah. Menjauhkan kita dari sifat-sifat buruk yang dibenci Allah.
Muhasabah juga membuka mata hati kita untuk mengakui kekeliruan yang kadung kita perbuat, terutama dengan sesama manusia. Kita bisa dengan mudah mengoreksi kesalahan orang lain tapi sangat berat untuk bisa mengakui kesalahan diri sendiri. Dengan muhasabah, kita menyadari bahwa kesombongan bukanlah ciri hamba Allah yang istiqamah. Dengan demikian kita bisa memperbaiki hubungan yang mungkin telah retak dengan saudara atau sahabat.
Ya, muhasabah mengingatkan kita mana yang fana dan mana yang abadi. Kesadaran itulah yang mendekatkan kita kepada Sang Maha Pencipta lalu melahirkan ketakwaan.
Jika kita selalu merasa 24 jam tak cukup untuk menuntaskan pekerjaan, ini saatnya untuk berhenti sejenak. Bermuhasabahlah, rasakan betapa Allah memberi keleluasaan waktu untuk kita mengutamakan mengejar akhirat dan dunia akan mengikutinya.
Wallahu a'lam bishshawab.
KOMENTAR ANDA