Greget Kalla Buana (Islamic Finance Specialist) dan Dima Djani (Founder ALAMI Group dan HIJRA Bank) saat menjadi narasumber
Greget Kalla Buana (Islamic Finance Specialist) dan Dima Djani (Founder ALAMI Group dan HIJRA Bank) saat menjadi narasumber "Melek Finansial untuk Milenial" Pengajian Akbar Hijabers Community/ FARAH
KOMENTAR

HIJABERS Community (HC) mengadakan Pengajian Akbar 2021 secara virtual pada Sabtu, 27 November 2021. Dengan mengambil tema besar tentang hijrah, Pengajian Akbar dibagi menjadi dua sesi yaitu Hijrah Cinta dan Hijrah Finansial.

Pengajian Akbar adalah acara tahunan HC yang tahun ini untuk kedua kalinya diadakan secara virtual dalam kondisi pandemi Covid-19. Selain digelar melalui Zoom, Pengajian Akbar juga disiarkan lewat kanal YouTube Hijabers Community.

Sesi kedua yang dipandu Qonitah Al Jundiah berlangsung pukul 09.00 – 11.00 WIB diikuti sekitar 200 peserta. Pembahasan seputar Hijrah Finansial berjudul "Melek Finansial untuk Milenial" pada sesi 2 menghadirkan dua narasumber yaitu Greget Kalla Buana (Islamic Finance Specialist) dan Dima Djani (Founder ALAMI Group dan HIJRA Bank).

Greget dan Dima menekankan pentingnya milenial untuk mempelajari keuangan syariah dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perencanaan keuangan yang jauh dari gaya hidup mubazir juga cerdas dan cermat memilih bank syariah.

Di awal sesi ini, kedua narasumber menceritakan latar belakang mereka terjun ke dunia keuangan syariah. Kisah mereka bisa menjadi inspirasi untuk menjalani hijrah finansial.

Greget merupakan lulusan S1 Manajemen SDM. Namun ia mengaku sejak kuliah telah tertarik dengan Studi Ekonomi Islam sejak tahun 2009. Dari situlah ia mengenal keuangan syariah. Selain tertarik, ia juga merasa nyaman mempelajarinya. Karena menurutnya, bukan sekadar urusan keuangan melainkan juga tentang kebermanfaatan bagi umat. Greget bahkan melanjutkan studi tentang keuangan syariah di Inggris.

Dengan latar belakang pekerjaan yang beragam, salah satunya di Dompet Dhuafa, Greget melihat keuangan syariah bisa diterapkan di berbagai aspek, termasuk komersial, sosial, maupun dalam urusan pembangunan.

Namun hijrah finansial yang Greget jalani kerap menghadapi 'godaan' untuk mundur. "Sering ada godaan untuk kembali menekuni keuangan konvensional, tapi saya seringkali pula diingatkan. Misalnya, tiba-tiba teman saya memberitahu ada yang mencari orang yang menguasai keuangan syariah.

Akhirnya saya membuka hati, sensible, untuk melihat pesan tersembunyi dari Allah. Saya menyadari ini adalah karier yang saya ingin kejar. Dan saat ini saya sudah mendapat sertifikat perencana keuangan syariah."

"Ini adalah panggilan hati yang membuat saya nyaman. Ini juga panggilan secara industri, karena Indonesia juga telah menetapkan menjadi hub keuangan dan finansial syariah. Dan yang terutama, ini adalah panggilan dari Allah," tegas Greget.

Lain Greget, lain pula kisah Dima. Ia mengaku sejak kecil sang ibu telah sering mengatakan "mengapa di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim tapi bisnis sesuai syariah sangat kurang." Dari seringnya berdiskusi dengan ibu, Dima memiliki ketertarikan untuk mempelajarinya. Niatnya satu, ingin membangun industri syariah.

Namun karena belum ada peluang, Dima pun 'belajar' di Citibank. Menghabiskan 7 tahun bahkan sempat ditempatkan di Hong Kong. Berhenti dari Citi, Dima pernah bekerja di Societe Generale Prancis sebagai Vice President.

"Ada banyak pengingat yang menarik saya untuk kembali mengingat keuangan syariah. Pertama, saya tidak sreg saat hitung-hitungan bunga bank saat kuliah. Kedua, saat saya sedang di Hong Kong, saya menemukan khutbah wada Rasulullah yang salah satunya bicara tentang riba. Memutuskan berhenti hingga kemudian jatuh bangun membangun ALAMI."

Menang juara ke-2 World Islamic Fintech Awards 2019, Dima melihat pasar sudah siap dengan keuangan syariah. Allah memperlihatkan bahwa kesempatan sudah ada, dengan teknologi dan SDM yang mendukung.

Satu lagi terobosan yang dibuat Dima adalah HIJRA Bank. Dengan tagline Tanpa Riba, Tanpa Ribet,  Dima menegaskan bahwa HIJRA tak hanya tentang inovasi tapi juga tentang manfaat. Bagaimana menghubungkan urusan komersial dan sosial.

Bisakah keuangan dan perbankan syariah diterapkan di tingkat negara? Kedua narasumber optimis hal itu akan terwujud. Menurut Dima, tidak perlu dilabeli khusus dengan kata "syariah", yang terpenting adalah praktiknya. Yang terpenting setiap orang berbuat sesuai kapasitasnya. Salah satunya dengan memakmurkan industri syariah, yang nantinya akan membentuk ekosistem perekonomian syariah.

Senada dengan Dima, Greget juga mempertanyakan kesiapan negara. "Zaman dulu bisa mencapai zero poverty dengan ekonomi syariah. Bisakah sistem sekarang menerapkan ekonomi syariah yang dilengkapi peraturan dan teknologinya?  Karena itu memang yang terpenting adalah action. HC misalnya mendukung halal fashion industry, itu bagus (jalan menuju perekonomian syariah)," ujar Greget.

 




Jaya Suprana: Resital Pianis Tunanetra Ade “Wonder” Irawan Adalah Peristiwa Kemanusiaan

Sebelumnya

Kemitraan Strategis Accor dan tiket.com Perkuat Pasar Perhotelan Asia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel C&E