SEMUA orangtua pasti senang jika anak balitanya selalu nurut pada apa yang diminta ayah ibunya. Namun ketika ada salah satu anak yang tidak menurut atau senang membangkang, langsung dicap sebagai anak baik.
Padahal, kenyataannya tidak seperti itu, loh. Seorang psikolog bernama Margot Sunderland menjelaskan, anak yang selalu penurut tidak bisa dikatakan sebagai anak yang baik. Mengapa?
Dalam bukunya "The Science of Parenting" Sunderland menjabarkan, anak-anak terutama balita yang selalu menuruti perkataan orangtuanya tidak berarti ia patuh terhadap kedua orangtuanya. Perlu dicek kembali, apakah ia benar penurut atau hanya takut kepada ayah dan ibu.
"Cinta dan persetujuan dari orangtua adalah kebutuhan dasar anak. Jika untuk mendapatkannya ia harus patuh secara total, maka anak akan melakukannya. Meskipun nantinya akan ada 'harga' yang perlu dibayar, seperti kesulitan mengenal kebutuhan diri karena selalu ada tuntutan dari luar," tulis dia dalam buku parentingnya.
Otak Canggih Balita
Balita, lanjut psikoterapis anak asal Inggris ini, memiliki bagian otak yang canggih (frontal lobbes) namun belum matang. Karena itu, mereka masih kesulitan untuk mengontrol tingkah laku, mudah terdistriksi, kurang bisa fokus, dan maunya lari/manjat/lompat ke sana-sini.
Jadi, saat Orangtua berbicara atau memintanya melakukan sesuatu namunnamun anak tidak merespon, belum tentu ia nakal. Tapi, ia kesulitan mengubah perhatiannya dengan cepat seperti orang dewasa.
Nah, di sinilah orangtua perlu membantunya. Dengan cara apa?
Katakan dengan tegas! Misalnya, "Dek, 5 menit lagi selesai ya! Setelah itu, kita rapihkan dan langsung gosok gigi."
Apabila anak bisa melakukan yang orangtua pinta, beri mereka pujianpujian. Namun jika belum, bantu mereka merapihkan mainan dan gendong ke kamar mandi. Lakukan hal ini dengan konsisten.
Orangtua Sama Dengan Rem Anak
Saat anak tidak mau atau tidak menurut, itu bukan sesuatu hal yang buruk. Ketika ia mampu mengatakan, "tidak mau!" artinya anak mampu membela diri, tahu apa yang dimau, dan punya cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (selanjutnya tahu kebutuhan diri).
Tapi, kondisi ini tidak juga dibenarkan. Intinya, orangtua harus mampu menjadi "REM" untuk anak agar perilakunya tidak kebablasan.
Bagaimana caranya?
1. Berikan ia batasan yang tegas tentang berapa lama ia harus mengerjakannya.
2. Lakukan rutinitas dengan cara yang menyenangkan dan sesuai perkembangan anak.
3. Tingkatkan atensi dan konsentrasi anak, salah satunya dengan caraembaca buku.
4. Ubah hal yang berpotensi kericuhan menjadi hal yang menyenangkan. Misalnya, anak sering tantrum saat diajak ke supermarket. Orangtua bisa melakukan trik, beri mereka list gambar yang akan dibeli. Jadikan mereka superhero saat bisa menemukan barang-barang yang hendak dibeli itu.
5. Salurkan energi yang besar dengan cara yang tepat. Contoh, anak senang lari-lari, ajak mereka ke taman agar tidak lari-lari di rumah. Atau, ajak anak lompat trampoline agar tidak lompat-lompat di tempat tidur.
Lakukan kegiatan fisik pada siang hari agar saat waktunya tidur, anak tidak membangkang karena energi mereka untuk beraktivitas masih banyak.
Orangtua sendiri harus peka atas kebutuhan anak. Jangan senang melabeli anak tidak baik saat mereka bukanlah anak yang penurut.
Anak memiliki dunia sendiri yang harus dijaga dan dipenuhi dengan baik oleh orangtua. Biarkan mereka berkembang sesuai dengan usianya.
KOMENTAR ANDA