Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SELAMA ini orangtua beranggapan, bullying pada anak terjadi saat anak berada di sekolah atau bermain dengan teman-temannya. Tapi siapa sangka, ternyata justru orangtua lah yang menjadi orang terdekat yang acapkali melakukan bullying.

Kok bisa? Tentu saja!

Tanpa disadari perilaku orangtua yang terlalu mengintimidasi anak, terus-terusan meremehkan kemampuan anak, mengendalikan segala aspek kehidupan anak, bahkan berusaha menegakkan aturan dengan agresif, bisa dikategorikan ke perilaku bullying.

Sebagian orangtua yang membaca penjelasan di atas pasti menolak hal demikian. Mereka beralasan, apa yang dilakukan hanyalah mengoreksi perilaku anak yang dianggap keliru atau ingin memberikan yang terbaik pada anak. Namun perlu diingat, bukan berarti orangtua bisa terus memegang kendali atas anak, ya!

Jika masih tidak menerima, yuk kita belajar memahami kembali siapa.saja yang disebut pembully? Apakah orangtua termasuk di dalamnya?

Mengutip School of Parenting, pembully adalah siapa saja yang menyebabkan penghinaan dan rasa tidak nyaman pada orang lain, khususnya jika orang lain itu lemah atau lebih kecil.

Lalu, kapan orangtua bisa dikategorikan sebagai pembully?

1. Saat memberikan hukuman fisik

Ya, hukuman fisik yang diberikan orangtua kepada anak, seperti mencubit atau memukul, termasuk kategori bullying. Di sini, orangtua telah menggunakan "kekuatannya" secara sewenang-wenang tanpa memerhatikan hak anak.

2. Saat berteriak, mengkritik, atau melecehkan dengan kata-kata

Orangtua disebut sebagai pembully anaknya saat berkata kasar. Maksudnya mungkin hendak memarahi anak, namun kebablasan mengkritik bahkan melecehkan secara emosional. Saat mendapat teriakan, kritikan, bahkan pelecehan verbal dari orangtua, anak langsung merasa rendah diri dan gagal sebagai individu.

3. Saat melabeli anak

Mungkin maksud hati bercanda atau hendak membuat lelucon, orangtua seringkali melabeli anaknya dengan panggilan-panggilan tertentu. Misalnya, si gendut, si ambekan, si cengeng, dan lainnya.

Mungkin maksudnya agar anak sadar diri karena sudah terlalu gemuk atau terlalu cengeng, tapi tujuan yang awalnya baik itu namun diakhiri dengan rasa sakit hati anak, bisa berubah menjadi bullying.

4. Membandingkan dengan orang lain

Lagi-lagi maksudnya mungkin baik, agar anak introspeksi diri dan kemudian berubah menjadi lebih baik lagi. Namun bukan menjadikan anak lebih kompetitif, biasanya anak cenderung membenci orang yang dibandingkan dengan dirinya.

Kalau anak sudah sering menerima perundungan dari orangtua, jangan heran jika nantinya anak melakukan hal yang sama terhadap teman-temannya. Ingat, buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya.

Orangtua selalu menjadi role model bagi anak. Apa yang dilakukan orangtua, sudah pasti anak akan menyontohnya, baik fisik maupun verbal.

Karenanya, ada baiknya orangtua melakukan beberapa hal ini untuk mencegah bullying pada anak sendiri. Bagaimana caranya?

• Hindari terus menyalahkan anak.
• Stop mengkritik atau melecehkan.
• Hargai segala kekurangan anak.
• Maklumi kesalahan yang mereka perbuat.

Terapkanlah positive parenting dengan tidak perlu melarang mereka terlalu keras. Misalnya, jangan melarang anak untuk makan, namun ajari mereka memasak makanannya sendiri. Berikan lebih banyak pilihan makanan sehat dan Ajak anak berolahraga untuk menjaga kesehatan tubuhnya.

 




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting