Sesungguhnya dengan banyak bertanya akal pikiran anak-anak akan berkembang. Secara psikologis, respons positif orangtua terhadap pertanyaan anak akan menumbuhkan rasa percaya diri mereka/ Net
Sesungguhnya dengan banyak bertanya akal pikiran anak-anak akan berkembang. Secara psikologis, respons positif orangtua terhadap pertanyaan anak akan menumbuhkan rasa percaya diri mereka/ Net
KOMENTAR

SUATU hari, seorang ibu menggendong bayinya memasuki sebuah gua. Mereka lari dari prajurit Raja Namrud yang kejam. Sejarah mencatat bayi itu adalah Nabi Ibrahim.

Di dalam buku Rangkaian Cerita Dalam Al-Qur’an diceritakan oleh Bey Arifin, akhirnya sang bayi bertambah besar dan akalnya juga bertambah maju. Ia tertarik dan tercengang melihat keindahan dan kehebatan alam luas, matahari, bintang dan tumbuh-tumbuhan. Pada akhirnya ia berpikir tentang siapa yang menciptakan semua itu dan siapa yang mengaturnya sedemikian rupa.

Ibrahim mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia tidak punya tempat bertanya, selain ibunya yang hanya datang sebentar saja sekadar mengantarkan makanan dan minuman. Di samping itu, pikiran ibunya hanya tertuju pada cara melindungi Ibrahim dari kejaran Raja Namrud dan pasukannya.

Ya, Ibrahim terpaksa mencari dan memikirkan sendiri jawaban dari segala pertanyaan. Akhirnya setelah ia agak besar, akalnya yang murni, fitrahnya yang suci meyakinkan adanya Tuhan yang menciptakan seluruh alam yang ada.

Anak-anak senantiasa memiliki pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Mereka bertanya dengan akalnya yang murni dan jiwanya yang suci. Dalam parenting, orangtua sebaiknya tidak memandang remeh pertanyaan anak. Walaupun terkadang pertanyaan tersebut terdengar aneh, lucu atau membingungkan.

Karena hidup di alam semesta, membuat anak-anak akan banyak bertanya tentang alam ini: Siapa yang menciptakan bulan dan bintang? Mengapa matahari bersinar terang? Kenapa malam dan siang bergantian?

Semua pertanyaan itu sebaiknya tidak diakhiri dengan jawaban: Jangan banyak tanya, kamu masih kecil! Sudah diam saja! Memang sudah begitu, tak usah tanya-tanya!

Sesungguhnya dengan banyak bertanya akal pikiran anak-anak akan berkembang. Secara psikologis, respons positif orangtua terhadap pertanyaan anak akan menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri mereka.

Di samping itu, Orangtua hendaknya bukan hanya memberikan jawaban atas pertanyaan, tetapi juga mengarahkan pemikiran anak kepada sesuatu yang amat berharga, yaitu tentang Sang Pencipta, yakni Allah.

Cara ini, efektif dalam menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak. Sehingga apabila mereka melihat segala sesuatu di dunia ini, mereka tahu bahwa ada penciptanya yaitu Allah, sang pencipta sejati, yang kepadanya kita menyembah.

Manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Akan tetapi ilmu tanpa iman itu berbahaya, karena dapat menyesatkan umat manusia. Di sinilah peran tarbiyah islamiyah dalam menekankan nilai-nilai tauhid dalam ilmu parenting, sehingga pendidian anak berorientasi kepada Ilahiah.

Adnan Hasan Shalih Baharits di dalam buku Mendidik Anak Laki-Laki menerangkan, dalam ajaran Rousseu melarang mengajarkan konsep ketuhanan kepada anak sebelum berusia 8 tahun. Ini berdasarkan pada anggapan bahwa anak tidak dapat memahami konsep ketuhanan. Juga dikhawatirkan akan menimbulkan ilusi dalam benak anak yang tidak dimengerti dan dipahami oleh mereka.

Pendapat tersebut bertentangan dengan konsep fitrah yang memandang bahwa pada diri anak telah dibekali kemampuan untuk menyerap dan belajar sejak dini. Fitrah tentang ketuhanan dan penciptaan ini akan tampak sejak usia dini.

Imam Al-Ghazali mengatakan pada masa kanak-kanak sudah dapat dilaksanakan pengarahan. Hati anak yang masih suci mudah sekali untuk ditulisi. Anak akan cenderung kepada kebaikan atau keburukan seperti yang tertulis dalam hatinya.

Kembali pada kisah Nabi Ibrahim di masa kecil dan berbagai pertanyaannya tentang alam semesta, maka orangtua muslim hendaknya paham bahwa pertanyaan ssperti itu juga dapat muncul dari anak-anak kita.

Pada akhirnya Nabi Ibrahim menemukan jawabannya sendiri, bahwa segalanya ada penciptanya, yakni Tuhan. Itu artinya dalam fitrah suci anak sudah terdapat nilai-nilai tauhid.

Sebagai orangtua, perannya adalah menggali dan mengarahkan anak untuk menemukan jawaban terbaik, yang akhirnya bermuara kepada keyakinan kepada keagungan Allah.  

 

 




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting