SUATU hari, seorang ayah duduk termenung di ruang kerjanya. Ia memikirkan anak perempuannya. Tingkah laku anaknya membuat malu dirinya dan istrinya. Yang terbaru, anaknya pergi ke Bank memalsukan tanda tangan istrinya untuk menarik sejumlah uang. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali anaknya melakukan perbuatan yang sepatutnya tidak dilakukan. Sudah berkali-kali juga ia menasehatinya. Tapi tak ada perubahan. Nasehat apapun tak merubah tingkah laku buruk putrinya.
Ketika sang istri masuk rumah sakit untuk melahirkan, sang ayah dapat ide. Sang putri diminta masuk ke ruang persalinan. Ia menyaksikan ibunya melahirkan. Ibunya melahirkan dengan susah payah, bertarung nyawa. Setelah berjuang beberapa saat, lahirlah seorang bayi yang lucu. Sungguh ajaib! Sang putri pun terpana.
Mulai saat itu, anak perempuan tersebut berubah sikap dan tingkah lakunya. Ayah dan ibunya takjub.
Hari demi hari, ia menunjukkan akhlak yang mulia. Tidak pernah lagi berbohong kepada kedua orang tuanya. Ia berbakti kepada keduanya.
Kisah ini, akan lebih menarik jika kita memahaminya dari sudut pandang kitab suci. Di dalam Al-Qur’an terdapat surat An-Nisa, surat perempuan yang disediakan Tuhan ketika tidak ada surat Ar-Rijal atau laki-laki.
Di dalam parenting, dalam pengasuhan anak hendaknya mengajarkan pendidikan yang terkandung dalam surat An-Nisa. Di antara materi pentingnya ialah:
Pertama, sayangi ibumu!
Dari Abu Hurairah ra. dia berkata; "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. sambil berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa lagi?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dia menjawab: "Kemudian ayahmu."(HR. Bukhari)
Menyayangi ibu akan lebih muncul dari anak-anak yang meresapi surat An-Nisa. Karena surat ini mengandung penghargaan terhadap hak-hak perempuan.
M. Quraish Shihab pada Tafsir Al-Mishbah menerangkan, dinamai An-Nisa yang dari segi bahasa bermakna perempuan karena ia dimulai dengan uraian tentang hubungan silah ar-rahim dan sekian banyak ketetapan hukum tentang wanita, antara lain pernikahan, anak-anak wanita, dan ditutup lagi dengan ketentuan hukum tentang mereka.
Surat An-Nisa ayat 1, yang artinya, “Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan..”
Surat An-Nisa dibuka dengan pembahasan silah ar-rahim atau hubungan kasih sayang. Hanya ibu yang mempunyai rahim untuk mengandung putra-putrinya. Hubungan kasih sayang pula yang hendaknya dibangun oleh anak dengan ibunya. Karena demikianlah makna yang tersimpan dari hakikat rahim.
Bagaimana bisa anak akan menyanyangi ibunya, jika mereka tidak pernah diajarkan kasih sayang. Pada pembukaan surat An-Nisa inilah langsung diingatkan hakikat kasih sayang tersebut.
Rasulullah Saw. juga mengajarkan lewat sabdanya: "Siapa yang tidak penyayang, tidak akan disayangi." (HR. Muslim)
Kedua, qaulan sadida
Surat An-Nisa ayat 9, yang artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadida).”
Salah satu prinsip komunikasi yang diajarkan oleh Al-Qur’an ialah perkataan yang benar (qaulan sadida). Ini adalah mutiara parenting dalam surat An-Nisa. Tegas sekali ayat di atas menyebutkan, apabila model parenting tidak mengajarkan qaulan sadida, maka efeknya akan lahir generasi yang lemah (dhuafa). Sedangkan Perkataan yang benar akan melahirkan generasi yang kuat, karena kejujuran adalah sebuah kekuatan.
Bagi beberapa orang tua, tidak mudah untuk berkata benar. Mereka ingin menyembunyikan fakta dari anak-anak. Padahal, ayah bunda perlu memahami bahwa anak-anak kita hidup di alam nyata. Sehingga apapun kenyataannya maka mereka perlu mengetahui agar nantinya dapat belajar untuk memahaminya dengan bijak. Berkata tidak benar kepada anak, juga secara tidak langsung mengajarkan mereka untuk melakukan hal yang sama.
Terkadang, etika anak merengek minta sesuatu, orang tua berkata bohong dengan mengatakan akan memenuhinya agar si anak berhenti menangis. Demi menyenangkan hati anak, orang tua mengabulkan apapun permintaan anak, dengan selalu mengatakan, “Ada!” Orang tua berusaha memenuhi semua keinginan anak, tanpa peduli kesulitan ekonomi yang menimpa mereka.
Nah, ketika orang tua tiada atau anak harus hidup mandiri di masa dewasa, mereka akan kaget melihat kenyataan tidak seindah yang dilalui. Akhirnya, mereka akan kesulitan menjalani hidup. Mereka tidak terlatih menghadapi kesusahan dalam hidup.
Sesuai dengan tahap perkembangan usia mereka, anak-anak juga perlu memahami kenyataan hidup, tidak selalu manis, juga ada pahit getirnya. Apabila anak dimanjakan maka mereka akan menjadi generasi yang lemah, tidak tangguh dengan kehidupan.
Mohammad Fauzil Adhim dalam buku Positive Parenting menerangkan, orangtua menampik keinginan anak bukan dengan alasan yang benar; alasan yang mendidik, melainkan dengan alasan yang diada-adakan. Tidak punya uang memang alasan yang paling mudah kita cari, terutama bagi kita para orangtua yang malas berpikir jernih.
Berbohong kepada anak demi jalan pintas, bertentangan dengan prinsip parenting surat An-Nisa yang menekankan qaulan sadida. Alangkah baiknya jika orang tua menjelaskan pos-pos pengeluaran yang lebih penting didahulukan, dan mengajarkan anak mengendalikan keinginannya.
Poin-poin di atas hanyalah segelintir nilai-nilai parenting yang terdapat dalam kandungan surat An-Nisa. Sebab banyak sekali nilai-nilai parenting yang amat berharga. Akan menjadi lebih menarik jika ayah bunda bersama buah hatinya bersama-sama mentadabburi surat An-Nisa.
KOMENTAR ANDA