Bersyukur atas apa yang hadir pada diri kita adalah cara terbaik dalam melapangkan hati/ Net
Bersyukur atas apa yang hadir pada diri kita adalah cara terbaik dalam melapangkan hati/ Net
KOMENTAR

SETIAP manusia diberikan ujian yang menjadi bagian dari proses kehidupannya. Seseorang disebut berhasil melewati ujian ketika ia mampu menerima, menjalani, dan menyelesaikan setiap proses ujian yang datang.

Ujian manusia yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda, sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Tak perlulah kita menimbang ujian siapa yang paling berat, karena sejatinya ujian hadir sesuai ‘porsi’ yang ditetapkan Allah Swt.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Belajar dari ayat ini kemampuan setiap individu tentulah berbeda, kadar ujiannya pun berbeda. Jangan pernah kita mengatakan bahwa ujian kita lebih berat dari orang lain atau bertanya-tanya mengapa orang lain bisa mendapat ujian sedemikian berat dibandingkan kita. Yang terpenting adalah bersyukur dan berintrospeksi diri terhadap apa yang terjadi dalam hidup kita.

Allah Swt. pemilik roh kita, maka Dialah yang mengetahui jalan hati dan pikiran kita. Allah mengetahui kemampuan hamba-Nya dan tidak menuntut untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka sanggupi.

Bumi ini ibarat ladang amal, barang siapa yang menanam kebajikan, maka akan menuai ganjaran baik. Pun sebaliknya, barang siapa berbuat keburukan, maka akan memperoleh balasan yang buruk.

Sebagai seorang Muslim, beruntunglah kita karena Allah telah memberikan dua solusi atas setiap ujian, sekali pun ujian itu belum mendatangi kita. Dua solusi itu adalah sabar dan shalat.

Jika kita mau berpikir, keimanan kita semestinya akan selalu bertambah. Betapa Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah yang memberikan ujian sesuai kapasitas setiap hamba-Nya, bahkan memberitahukan solusinya sebelum Dia memberikan ujian. Itulah bukti bahwa Allah Swt. tak pernah meninggalkan hamba-Nya. Kitalah yang justru kerap membuat jarak dari Sang Khalik.

Ketika membicarakan ujian dalam kehidupan manusia, belakangan kita menyaksikan ujian demi ujian yang menimpa Ibu Pertiwi. Ada gunung Semeru di Jawa Timur yang memuntahkan lava dan menyapu desa-desa di sekitarnya. Ada pula sebagian wilayah Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia justru terendam banjir berkepanjangan. Anak bangsa menangis pilu kehilangan anggota keluarga juga harta benda.

Semua itu harus menjadi renungan bagi kita, bahwa kita bukanlah makhluk abadi juga bukan makhluk perkasa yang bisa hidup sendiri. Dan sudah menjadi kewajiban kita untuk mengulurkan tangan membantu saudara-saudara kita yang sedang menghadapi ujian dari Allah.

Segala yang hadir dalam kehidupan kita adalah ujian, bahkan keluarga, teman, dan segala hal lainnya merupakan ujian untuk diri kita. Tentang bagaimana kita harus bersikap, juga bagaimana kita harus menoleransi gesekan dan perbedaan pendapat yang mewarnainya.

Harta dan tahta yang kita miliki saat ini juga merupakan ujian. Maka dari itu janganlah terlena akan apa yang hadir pada kita, sebuah titipan sementara yang nantinya akan diambil kembali dan dimintai pertanggungjawaban kelak pada hari yang telah ditentukan.

Marilah kita renungkan bahwasanya bersyukur atas apa yang hadir pada diri kita adalah cara terbaik dalam melapangkan hati. Ujian yang hadir tidak lain adalah cara Allah menguji kita menjadi hamba yang beriman merupakan proses pendidikan agar kita menjadi hamba terbaik. Karena itu, jadikanlah ujian sebagai cara kita berintrospeksi diri. Wallahu a’lam.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur