Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

INI kisah tentang ibu yang selalu berusaha menjadi sosok terbaik di matamu, nak.

Sembilan bulan lebih membersamaimu. Kita menyatu. Ibu telah membaca sekian referensi tentang kehamilan. Mendengarkan petunjuk dokter juga petuah nenek yang begitu antusias menanti kehadiranmu. Menjalani hari demi hari, minggu demi minggu, hingga bulan demi bulan yang diwarnai kegembiraan sekaligus kekhawatiran.

Ibu bersyukur Allah telah menganugerahkanmu. Banyak kisah pasangan suami istri yang menjadi pejuang dua garis bertahun-tahun untuk bisa merasakan apa yang ibu alami kala itu. Namun di balik suka cita itu, terbersit pertanyaan besar yang dipayungi kekhawatiran. Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik untukmu?

Lalu kelahiranmu mengalihkan dunia ibu. Rasanya 24 jam berlalu begitu cepat. Menyusuimu, menidurkanmu, memandikanmu, menciumi aroma khasmu, lalu mendekapmu dalam gendongan ibu. Begitulah dunia ibu berputar. Untukmu. Hanya untukmu.

Selanjutnya adalah hari-hari yang membutuhkan kedisiplinan ibu. Memberimu makanan bergizi juga menuntunmu untuk bisa berjalan lalu berlari. Menjawab semua pertanyaanmu sesuai tanggung jawab ibu sebagai madrasatul ula alias sekolah pertama bagimu.

Hingga tiba hari-hari ibu mengantarmu ke sekolah. Akhirnya ibu mempunyai "partner" untuk mengisi hari-harimu dengan ilmu: ibu gurumu. Bahkan tak jarang kamu lebih mendengarkan ibu guru daripada ibu.

Sibuk dengan kegiatan sekolah dan asyik bergaul dengan teman-teman perlahan menciptakan 'jarak' antara kamu dan ibu. Penolakan mulai terlontar dari bibirmu maupun dari tingkah lakumu. Sungguh, ibu ingin sekali berteriak padamu. Memaksamu untuk mengikuti nasihat ibu. Memaksamu berpikir seperti apa yang ibu pikirkan.

Namun ibu menyadari, mulai meremaja dirimu. Berkembang fisik dan otakmu. Namun emosi, rasa, dan mentalmu belum mampu berdiri kokoh. Yang ada di benakmu hanya berontak dan berontak. Seolah-olah apa yang ibu berikan selama ini salah dan menghambatmu.

Lalu ibu mulai meragukan diri sendiri. Sudahkah ibu melakukan yang benar? Bukankah ibu hanya memintamu untuk menjadi cerdas dan berprestasi di sekolah? Meski pada akhirnya nurani ibu yang menjawab, bahwa sesungguhnya ibu hanya ingin kamu bahagia dan takut pada Allah. Hanya itu yang menenteramkan hati.

Ibu mencintaimu tanpa syarat. Camkanlah itu.

Hati ibu begitu takut menyaksikan betapa pergaulan anak-anak muda masa kini amat memuja kebebasan. Sopan santun seolah menguap. Tata krama menghilang. Mind your own business, kalimat itu seolah menegaskan tembok pemisah yang tak boleh ditembus para orangtua.

Globalisasi dan teknologi informasi memang memudahkan segalanya. Interaksi manusia menjadi tanpa batas, lintas negara bahkan lintas benua. Betapa manusia tenggelam dalam lautan informasi, bahkan hampir 'mati tenggelam' jika tak mampu memilah mana benar, mana salah. Mana yang baik dan mana yang buruk.

Yang menakutkan adalah kamu belum memiliki filter kuat untuk memisahkan mana yang bermanfaat bagimu dan mana yang akan mengacaukan hidupmu. Karena pesona dunia maya teramat dahsyat, membuatmu sulit berpaling.

Dan ketika kamu terperangkap dalam jerat 'jaring laba-laba' berikut berbagai konten viral media sosial, kamu mengabaikan ibu. Bagimu, ibu hanya seorang koki yang memasak makanan untukmu, pengurus rumah tangga yang mencuci, menyetrika baju, dan membersihkan kamarmu, juga orang dewasa yang memiliki uang untuk diberikan padamu setiap hari.

Ibu berdoa setiap hari. Ibu tak henti mencari cara untuk bisa merengkuh kembali hatimu. Tak jarang ibu membaca tips dari psikolog tentang cara memperkuat bonding antara ibu dan anak. Bagaimana untuk bisa menjadi sahabat terbaikmu namun juga mampu meluruskan bila kamu berjalan ke arah yang salah.

Akhirnya ibu menyadari, tak ada gunanya menjadi 'keras' karena hanya akan menciptakan penghalang lebih tinggi antara kita. Yang ibu lakukan kini adalah menggali diri agar bisa menjadi sosok yang menjadi lebih baik dari hari ke hari. Agar kamu bisa mencontoh perjuangan ibu. Agar kamu memiliki kebanggaan tentang ibumu, sosok tangguh berhati lembut yang selalu mampu menenangkan hatimu dan membimbingmu ke arah kebaikan. Agar kamu mampu meresapi nilai-nilai yang ibu berikan dan meneruskannya kepada anak-anakmu kelak.

Ibu mencintaimu tanpa syarat, anakku.

Untaian doa selalu terurai untukmu. Kiranya Allah Swt. selalu melindungimu setiap saat dan Allah selalu menjaga hidayah-Nya tetap bersinar di hatimu. Agar kamu selalu terjaga dengan kesadaran penuh bahwa hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan.

Ingatlah, tak akan ada hasil gemilang jika hanya mengandalkan keberuntungan tanpa mau berusaha. Semoga Allah menguatkan hatimu untuk tak henti berikhtiar demi mendapat keberkahan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Semoga Allah Swt. memudahkanmu menjadi mandiri dan tangguh meski ibu kelak tak menemanimu lagi. Mendewasalah dengan kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektualitas yang mumpuni, agar tak mudah tergoda dan terjerumus dalam kenikmatan sesaat dunia yang sesat.

Izinkan ibu memelukmu setiap hari. Izinkan ibu menjadi tempat curahan hatimu sepanjang masa. Izinkan ibu menjadi sandaran ketika langkahmu tertatih. Izinkan ibu membuatmu merasakan cinta tanpa syarat.

Izinkan ibu memenangkan hatimu.

 




Mengapa Mengasuh Anak Sekarang Jauh Lebih Sulit Dibandingkan Dulu?

Sebelumnya

Mata Ibu, Silvia Menjadi Komentator Bola bagi Anaknya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting