Timnas Indonesia dalam laga leg 1 final Piala AFF 2020 menghadapi tim Thailand di National Stadium, Singapura (29/12/2021) malam WIB/ Foto: AP Photo
Timnas Indonesia dalam laga leg 1 final Piala AFF 2020 menghadapi tim Thailand di National Stadium, Singapura (29/12/2021) malam WIB/ Foto: AP Photo
KOMENTAR

PERTAMA kalinya, setelah lebih 30 tahun timnas senior tidak pernah juara dan selalu gagal, baru pada kekalahan kali ini pendukung timnas Indonesia tidak menyalahkan pelatih atau etos juang pemain. Laskar Garuda muda gagal meraih trofi piala AFF, tetapi mereka berhasil juara di hati rakyat.

Tidak ada yang salah pada taktik Shin Tae-yong, tidak ada yang salah pula pada etos juang pemain, lalu apa yang salah dong? Kalau tidak ada yang salah, kok kita gagal lagi?

Ya, kalau memang ingin juga ada yang harus disalahkan, maka yang salah itu adalah pihak yang memaksakan timnas Garuda muda ini juara piala AFF!

Timnas yang diperkuat laskar ABG dipaksa menang dari timnas senior Thailand? Aduh, ini ibarat mengadu mentimun muda dengan durian matang, ya remuklah hasilnya, Bro!   

Kekurangan timnas muda itu hanyalah satu saja, yakni kita memang minim pengalaman. Dan pengalaman itu tidak pernah bohong, tidak dapat pula ditutup-tutupi.

Ketika anak-anak usia belasan tahun pada umumnya lagi nelangsa akibat patah hati, laskar muda Garuda telah berjuang keras di level senior. Tim Thailand memang memasang para pemain seniornya yang kenyang pengalaman, dan tahu betul cara memanfaatkan kelebihan itu.

Pengalaman memang tidak bisa bohong. Tim muda kita ini butuh dua hingga empat tahun lagi untuk benar-benar matang dan meraih hasil yang maksimal.

Dua kali pertandingan final sepak bola piala AFF digelar, dan dengan amat terbuka siapapun dapat melihat kualitas liga sepakbola Thailand yang memang mengandalkan intelegensia.

Berbanding terbalik dengan liga sepakbola di Indonesia, yang mohon maaf, masih mengandalkan fisik. Maksudnya, contohnya, baru-baru ini saja telah berkali-kali insiden para pemain mengeroyok wasit, hingga sang pengadil perlu diboyong ke rumah sakit.

Bagaimana dengan Liga Thailand? Secara rutin negara Gajah Perang itu mengirimkan tim-tim terbaiknya mengikuti Liga Champion Asia. Itu belum terhitung lagi banyaknya pemain mereka yang berlaga di tim-tim elit luar negeri.

Melihat dengan jujur kualitas liga di Tanah Air, maka apa yang dipersembahkan Garuda Muda sudah luar biasa. Mereka berhasil lolos ke semifinal saja sudah hebat, lolos ke final sudah menakjubkan, kalau juara AFF? Nah, itu butuh keajaiban. Sayangnya, berharap kepada keajaiban tidaklah sehat bagi perkembangan diri.

Lalu bagaimanakah caranya menghadapi daya ledak dari amunisi laskar muda timnas Garuda? Nah, ada baiknya kita melirik pada belasan abad yang silam!

Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Ringkasan Fikih Jihad (2011: 458) menerangkan, Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat di berbagai peperangan, beliau sering kali mengalah dan lebih memilih pendapat sahabat. Sebelum Perang Uhud, Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat dan menyetujui pendapat mayoritas yang memutuskan pentingnya keluar dan menghadapi musuh di luar Madinah.

Nabi Muhammad dan para sahabat senior lebih cenderung perang kota di Madinah, yang lokasinya lebih dipahami dan dikuasai hingga memudahkan dalam bertempur menghadapi serangan pihak Quraisy. Tetapi, anak-anak muda yang semangatnya yang meledak-ledak ingin menyongsong musuh di Uhud.

Akhirnya, ledakan semangat laskar muda saja tidak cukup, terlebih pasukan pemanah melakukan satu kesalahan, akibatnya banyak korban berjatuhan di pihak muslimin. Dan kekalahan di perang Uhud terasa menyakitkan, tetapi Rasulullah tidak menyalahkan siapapun.

Pengalaman kekalahan terkadang juga diperlukan demi memupuk mental, berikutnya kemenangan dan kejayaan diraih kaum muslimin. Anak-anak muda itu dilengkapi semangat juangnya dengan pengalaman demi pengalaman serta intelegensia dari yang senior.

Jika merujuk kepada tata cara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, maka banyak hikmah yang dapat dipetik dari Piala AFF tahun ini, banyak sekali!

Kita beruntung memiliki barisan anak-anak muda yang full energy dengan kemampuan bertarung spartan menakjubkan. Dan dengan meneladani Rasulullah, maka bagaimana kini kita menjadikan kegagalan ini justru membuat mereka lebih bersemangat lagi untuk terus belajar dan belajar lagi.

Jangan lupa pula memberikan apresiasi yang proporsional, bahwa kita pun perlu mengakui timnas muda ini memang punya potensi dan luar biasa pencapaiannya. Dan perlu diingat, timnas Garuda ini juga telah membuat hal yang beda, yang malah menaggumkan.

Apakah itu?

Gagal memboyong trofi Piala AFF bukan berarti timnas ini buruk, malahan mereka berhasil menjadi juara sejati. Karena di lapangan yang mereka tampilkan bukan hanya sepakbola, tetapi sesuatu yang lebih menakjubkan dari itu.

Dua jempol patut diancungkan kepada Shin Tae-yong. Bukan hanya kegeniusan taktiknya dalam sepakbola, tetapi juga kelapangan hatinya menerima faktor-faktor lain yang justru menaikkan mental juang pasukan Garuda muda. Apakah itu?

Ya, aksi-aksi religius yang diperagakan secara terbuka oleh pemain-pemain timnas Indonesia.

Shin Tae-yong tidak melarang aksi-aksi itu, karena toh agama telah menjadi ruh perjuangan anak-anak muda timnas. Lapangan sepakbola bukan sekadar permainan, melainkan dakwah yang terang benderang tentang urgensi kehadiran Tuhan di dada setiap insan.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur