KOMENTAR

BANYAK orang, terutama kaum muda di dunia Barat, tidak tertarik pada ikatan pernikahan. Untuk apa menikah jika akhirnya harus bercerai, begitu yang ada di pikiran mereka.

Bagi mereka, saling berkasih sayang tidak harus disahkan oleh negara. Tidak harus dengan pesta meriah. Semua cukup dengan suka sama suka. Dan ketika hubungan harus berakhir, salah satunya tinggal angkat kaki dari rumah yang ditinggali bersama. Tanpa perlu bersusah payah berperang di meja hijau.

Sepintas terlihat menyenangkan. Tidak perlu repot-repot dan tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Mereka berdalih, banyak hubungan tanpa ikatan resmi yang langgeng sementara semakin banyak pernikahan yang bertahan seumur jagung.

Sebagai Muslim, kita sudah pasti menolak pendapat di atas. Namun, ada juga sisi menarik yang dapat kita petik hikmahnya: Ketika Tuhan menciptakan ikatan pernikahan, mengapa banyak juga terjadi perceraian?

Kalau pernikahan itu lembaga suci, lantas kenapa disediakan pula jalan perceraian?

Dan mengapa pula di dalam kitab suci Al-Qur’an malah ada pula surat Ath-Thalaq?

Janganlah takut bertanya, apapun itu terkait dengan ajaran agama. Sebab Islam adalah agama yang sesuai dengan perkembangan logika manusia dan bahkan mendorong berkembangnya pemikiran pemeluk-pemeluknya.    

Deretan pertanyaan yang sekilas menggidikkan bulu kuduk itu pun bermanfaat demi menjernihkan keagungan ajaran Islam, termasuk itu perceraian atau pun itu perihal surat Ath-Thalaq.    

Dalam terminologi Al-Qur’an, perceraian itu disebut thalaq, dan memang ada suatu surat dalam kitab suci bernama Ath-Thalaq yang misterinya perlu disibak.

Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam buku Tadabur Al-Qur'an menerangkan, surat ini dinamakan dengan Surat Ath-Thalaq dan An-Nisaa' Al-Qushraa. Sebab Penamaan Ath-Thalaq; karena surat ini berbicara seputar hukum-hukum thalaq (perceraian) dengan lebih mendetail dari surat-surat lainnya. An-Nisaa' Al-Qushraa; berbicara seputar hukum menceraikan wanita hingga seakan-akan surat ini mencakup seluruh hukum tersebut.

Surat Ath-Thalaq hadir bukan mendorong manusia mempermudah perceraian. Karena dari kandungan isinya surat ini justru memberikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan, khususnya jika terjadi perceraian.

Perhatikan dulu surat Ath-Thalaq ayat 1, yang artinya, “Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.”

Allah menerangkan kepada Nabi-Nya tentang perceraian, dan terbukti Nabi Muhammad tidak pernah menceraikan istrinya. Di sini terlihat tidak semua ilmu itu harus diamalkan, contohnya ilmu tentang thalaq, cukup bagi kita mempelajarinya lalu berupaya tidak sampai terjadi perceraian.

Namun, kehadiran surat Ath-Thalaq ini bagian dari aksi preventif, karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati.

Sekira-kiranya memang terpaksa terjadi perceraian, maka telaah terlebih dulu surat Ath-Thalaq, yang bukan hanya amat terperinci mengatur tata cara perpisahan antara suami istri, tetapi dengan apik menatanya agar berlangsung dengan indah. Hikmahnya, jika dulu memulai dengan baik, maka akhirilah dengan baik pula.

Tapi, jika perceraian itu dengan sangat terpaksa akhirnya terjadi.

Dalam ajaran Islam sendiri perceraian itu tidaklah mudah, bahkan sangat tidak mudah. Proses mediasi lebih didahulukan, yang bahkan melibatkan dua keluarga. Apalagi keberadaan Peradilan Agama pun lebih menonjolkan peran mediasi agar pasangan itu rukun kembali.

Memang cukup ganjil, mengapa agama Islam yang demikian memuliakan lembaga pernikahan malah memperbolehkan perceraian. Mengapa ya Islam tidak sekalian saja mengharamkan perceraian?

Perceraian itu ibarat pintu darurat, pintu emergency yang memang perlu disediakan meski tidak akan dipakai. Pesawat terbang perlu menyiapkan pintu darurat, bahkan diumumkan secara terbuka posisinya meski tidak ada penumpang yang berharap akan memakai pintu macam itu.

Begitu pun pernikahan dalam pandangan Islam, secara terbuka diumumkan tersedianya perceraian, sebagai pintu darurat dari pernikahan bermasalah. Ketika akan terjadi mudarat yang teramat besar barulah pintu darurat perceraian ini dibuka.  

Namun, tidak begitu saja pintu darurat itu dibuka oleh Islam, karena dialas dengan sabda Nabi Muhammad, “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”

Dalam penerbangan pesawat pun, ketika pintu darurat terbuka adalah momen yang paling dibenci penumpang, karena terbukanya pintu emergency sejatinya pertanda buruk, yaitu adanya bahaya.

Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam buku Tadabur Al-Qur'an mengingatkan, surat ini dimulai dengan perintah untuk senantiasa bertakwa kepada Allah. Kemudian surat ini diakhiri dengan perintah untuk senantiasa bertakwa kepada Allah.

Dalam urusan perceraian, dari proses awal hingga akhir hendaknya senantiasa dipayungi dengan takwa. Takutlah kepada murka Allah!




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur