KOMENTAR

PERNYATAAN aktris muda Susan Sameh tentang pelecehan seksual yang pernah ia terima saat syuting film Dear Nathan: Thank You Salma memperlihatkan bahwa tindakan asusila tersebut semakin menyebar ruang lingkupnya. Dalam hal ini, di industri film yang notabene memerlukan kenyamanan untuk menghasilkan karya berkualitas. Dan yang lebih memprihatinkan, film tersebut justru mengangkat isu seputar pelecehan seksual.

Ditayangkan kanal YouTube Bacot Television, Susan menceritakan pengalaman buruknya akibat pelecehan seksual yang dilakukan enam orang tersebut.

Meski tak menyebut dengan jelas bentuk pelecehan yang dialami, Susan merasa syok hingga tidak berani menceritakan kepada siapa pun selama beberapa hari. Akibatnya, Susan mengaku kesulitan untuk mengeksplorasi aktingnya karena malu bahkan takut berada di hadapan orang lain.

"Buat yang melakukan pelecehan seksual, gila ya, kalian tidak memikirkan masa depan orang. Walaupun kalian cuma ngomong aja, bukan secara fisik, tahu nggak dampaknya terhadap masa depan seseorang? Orang itu bisa menjadi insecure, tidak percaya diri, banyak bakat yang tidak bisa tereksplor. Apa kalian puas merusak masa depan orang? Apa memang tujuan kalian hidup untuk seperti itu? Jika memang ya, kurung diri kalian, kalian tidak pantas ada di sini (di lingkungan sosial)," ujar Susan geram.

Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik

Menyikapi isu pelecehan seksual yang terus terjadi sekalipun di masa pandemi COVID-19, Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) yang terdiri dari Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Yayasan Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist), dan Dear Catcallers Indonesia merilis hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik selama Pandemi COVID-19 di Indonesia pada Senin, 31/1/2022.

Survei yang dilaksanakan pada akhir tahun 2021 selama 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) tersebut didukung Rutgers WPF Indonesia.

Survei secara nasional terhadap 4000 responden yang tersebar di 34 provinsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelecehan seksual terjadi di ruang publik selama pandemi COVID-19 dan dampaknya bagi mereka yang mengalami.

Analisis data survei memperlihatkan bahwa pelecehan seksual di ruang publik selama pandemi semakin tinggi dan membahayakan. Hasil survei menunjukkan 4 dari 5 responden perempuan dan 3 dari 10 responden laki-laki mengalami pelecehan seksual di ruang publik selama pandemi. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa perempuan berpotensi mengalami pelecehan seksual 6 kali lebih besar dibandingkan laki-laki.

Survei KRPA juga menunjukkan bahwa pelecehan seksual masih banyak terjadi di ruang publik fisik (offline) bahkan meluas ke ruang digital (online).

Lima ruang publik yang paling rawan menurut para korban pelecehan seksual adalah jalanan umum atau taman (70%), kawasan permukiman (26%), transportasi umum termasuk sarana dan prasarananya (23%), toko dan pusat perbelanjaan (14%), dan tempat kerja (12%).

Sedangkan lima ruang daring dengan tingkat pelecehan seksual tertinggi menurut para korban adalah media sosial (42%), aplikasi chat (33%), aplikasi kencan daring (9%), dan ruang diskusi virtual (2%).

Yang menambah miris adalah bertambahnya ruang publik untuk pelecehan seksual di masa pandemi.

"Selama pandemi COVID-19, lokasi terjadinya pelecehan seksual semakin meluas, bahkan terjadi di ruangan yang terkait kesehatan dan COVID-19. Fasilitas kesehatan, lokasi pemeriksaan tes COVID-19, dan tempat karantina pasien COVID-19 juga dilaporkan menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual oleh 134 responden. Sebanyak 44 responden bahkan melaporkan bahwa pelaku pelecehan adalah tenaga kesehatan," ujar Anindya Vivi mewakili KRPA.

KRPA juga mengeluarkan data terkait identitas pelaku pelecehan. Hasil survei menunjukkan antara lain orang tak dikenal, teman, rekan kerja, penyedia jasa transportasi, tetangga, dan anggota keluarga.

"Data ini kembali memecah mitos bahwa pelaku pelecehan hanya dilakukan orang tak dikenal. Padahal sebenarnya banyak juga dilakukan oleh orang yang dikenal korban, bahkan anggota keluarga sendiri," kata Siti Aminah Tardi selaku Komisioner Komnas Perempuan menanggapi hasil survei tersebut.

Salah satu temuan penting dalam survei ini juga menegaskan bahwa korban tidak menikmati pelecehan yang mereka terima. Mereka juga menolak anggapan sebagian masyarakat bahwa pelecehan seksual adalah sebuah pujian.

"Orang yang mengalami pelecehan seksual mengatakan mereka merasa tidak nyaman, kesal, dan marah. Beberapa responden bahkan mengaku merasa depresi hingga terpikir ingin bunuh diri," tambah Anindya Vivi.

"Pelecehan seksual saat pandemi adalah isu besar yang harus kita respons dengan serius. Pelecehan seksual mempersulit masyarakat untuk hidup di tengah krisis akibat pandemi COVID-19. Kondisi ini membuat ancaman keselamatan menjadi berlapis di masa pandemi. KRPA mengajak semua orang untuk #GerakBersama melawan pelecehan dengan menggunakan data ini sebagai alat advokasi dalam membentuk ruang publik yang aman di lingkungan masing-masing," kata Rastra Yasland dari KRPA.

Hasil lengkap survei dapat dibaca di ruangaman.org/survei2022.

 

 




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News