WORLD Health Organization (WHO) menyatakan fase akut pandemi COVID-19 bisa berakhir tahun ini.
“Harapan kami, fase akut pandemi akan berakhir tahun ini, tentunya dengan satu syarat, vaksinasi 70 persen (target tercapai) pada pertengahan tahun ini sekitar Juni-Juli,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada awak media di Afrika Selatan (11/2/2022), seperti dilansir Al Jazeera.
“Jika itu dilakukan (vaksinasi 70 persen warga dunia), fase akut bisa benar-benar berakhir, dan itulah yang kita harapkan. ‘Keputusan’ itu ada di tangan kita. Ini bukan tentang kesempatan. Ini adalah tentang pilihan,” tegasnya.
Tedros datang ke Afrika untuk mengunjungi Afrigen Biologics and Vaccines yang memproduksi vaksin mRNA COVID pertama yang dibuat di Afrika, menggunakan sequence Moderna.
Bos WHO itu berharap bahwa vaksin Afrigen Biologics and Vaccines lebih sesuai penggunaannya, dengan batasan penyimpanan yang lebih sedikit dan harga yang lebih rendah.
Vaksin akan siap untuk uji klinis pada bulan November dan persetujuan diharapkan pada tahun 2024. Afrigen menjadi proyek percontohan yang didukung penuh WHO dan COVAX.
Tedros juga mendesak negara-negara Afrika untuk segera memiliki regulator obat-obatan Afrika. Menurutnya, lembaga Badan Obat Afrika (African Medicine Agency) menjadi penting agar mereka dapat memotong biaya serta membantu memerangi obat palsu atau obat dengan efektivitas rendah.
Sehari sebelumnya, Direktur WHO untuk Afrika Matshidiso Moeti mengatakan bahwa Afrika sedang bertransisi untuk keluar dari fase pandemi wabah COVID-19. Dengan optimisme tinggi, Matshidiso meyakini bahwa benua itu sedang bergerak menuju kondisi yang memungkinkan pengendalian virus dalam jangka panjang.
“Kami pikir kami sedang bergerak, terutama dengan vaksinasi yang akan meningkat, ke arah semacam endemi hidup berdampingan dengan virus. Melawan kemungkinan, termasuk ketidakadilan untuk akses ke vaksinasi, kami telah melewati badai COVID-19 dengan ketahanan dan tekad,” ujar Matshidiso dalam konferensi pers (10/2/2022).
Jelang pertengahan Februari, baru sekitar 11 persen penduduk Afrika yang mendapat vaksin. Angka itu menjadi yang terendah di dunia. Itu artinya, mereka harus mengintensifkan vaksinasi enam kali lipat untuk mencapai target 70 persen sesuai rencana WHO.
Pandemi, menurut data Bank Dunia, telah menyebabkan 40 juta penduduk Afrika masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem. Dan penundaan untuk melonggarkan berbagai pembatasan diperkirakan merugikan Afrika hingga 13,8 miliar USD dalam bentuk produk domestik bruto yang hilang.
Seperti Tedros, Matshidiso juga menegaskan pentingnya memperkuat kemauan politik dan mendukung pembuatan vaksin, obat-obatan terapeutik, serta alat diagnosis lokal.
Sejak awal munculnya pandemi COVID-19, Afrika mencatat lebih dari 11 juta kasus positif dengan lebih dari 243.000 kematian. Dan sejauh ini, data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (African Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan lebih dari 10 juta orang telah pulih.
WHO, dilansir CNA, mengimbau negara-negara maju untuk membantu negara-negara miskin demi mempercepat laju vaksinasi dunia. Para pemimpin negara maju diharapkan dapat memberi sumbangan senilai 16 miliar USD atau sekitar 229 triliun rupiah untuk memerangi COVID-19.
Sumbangan tersebut dapat disalurkan via Access to Covid Tools Accelerator (ACT-A) untuk difungsikan sebagai dana darurat kesehatan dunia tahun ini.
“Jika vaksin dan ‘alat perang’ lain dibagikan dengan solidaritas global, kita dapat mengakhiri COVID-19 sebagai darurat kesehatan tahun ini,” tegas Tedros.
Adapun di Tanah Air, data Kementerian Kesehatan RI per 12 Februari 2022 mencatat angka total vaksinasi dosis pertama mencapai 90,35 persen, vaksinasi dosis kedua mencapai 65,08 persen, dan vaksinasi dosis booster mencapai 3,36 persen.
KOMENTAR ANDA