KOMENTAR

SEORANG pribadi mukmin hendaknya mampu membaca tanda-tanda cinta dari Tuhannya. Jangan sampai kita terjerumus kepada berprasangka buruk terhadap cinta luar biasa yang dilimpahkan Allah.  

Hanya saja, kebanyakan manusia memandang cinta dalam bingkai sederhana; dimudahkan semua urusan, dikabulkannya segala harapan, dilancarkan rezeki dan sebagainya. Alangkah sederhananya cara pandang kita terhadap cinta!

Amat disayangkan, apabila tanpa disadari kita telah mengabaikan tanda-tanda cinta-Nya, bahkan terlupa meraup anugerah kasih sayang Tuhan.

Ternyata butuh kearifan dalam memahami tanda-tanda kasih sayang Allah yang patut untuk diresapi, di antaranya:

Dikasih-Nya sakit, agar diampuni dosa-dosa

Seringkali kita berdoa agar terhindar dari penyakit, tetapi giliran benar-benar jatuh sakit apakah pertanda Tuhan tidak cinta? Sebagai hamba yang beriman dan bertakwa, kok mengapa masih dikasih sakit ya?

Ternyata dalam sakit itu terdapat tanda-tanda kasih Ilahi, karena sakitnya seorang mukmin bukanlah azab melainkan rahmat. Sungguh menakjubkan apabila pribadi muslim dapat melihat kedahsyatan cinta dari sakit yang dialaminya.

Nabi Muhammad yang demikian ciamik mengamalkan pola hidup sehat, toh pernah juga jatuh sakit, terkhusus sakit yang lumayan berat di penghujung ajalnya. Oleh sebab itu, bagi kita umatnya jangan memandang buruk terhadap sakit. Hendaklah memegang teguh apa yang dinasihatkan oleh beliau dalam sabda-sabdanya.

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam buku Uddatush Shabirin (2010: 138-139) menyebutkan, Aisyah ra. menuturkan, Rasulullah saw. bersabda, “Sakit demam itu menggugurkan dosa-dosa, sebagaimana pohon mengugurkan daun-daunnya.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Sahal ibn Anas al-Juhni, dia bercerita, aku menjenguk Abu Darda’ ketika dia sakit, lalu aku berkata, “Wahai Abu Darda', kami lebih suka sehat dan tidak suka sakit.”

Abu Darda’ berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sakit kepala dan panas yang menimpa orang mukmin tidak menyisakan dosanya walau sebesar biji sawi sekalipun, kendati tumpukan dosanya sebesar gunung Uhud.”
 
Demam panas yang mendera tubuh dikala sakit belumlah sebanding dengan panasnya neraka jahanam. Sakit yang mendera tiap pori-pori kulit merupakan cara terindah dari Allah membebaskan kita dari jeratan dosa.

Dalam sakit pula kita punya waktu merenungkan kesalahan, menginsyafi dosa-dosa dan bertaubat dengan penuh kesungguhan. Dengan demikian diharapkan sakitnya kita dapat menjadi kesempatan memanfaatkan kasih Tuhan demi meraih ampunan-Nya.

Diberi-Nya kesulitan, supaya dapat lebih banyak kemudahan

Normal-normal saja jika manusia mengharapkan agar dijauhkan dari kesulitan. Kita ingin segala urusan lancar-lancar saja. Dan kita menjadi terguncang tatkala kesulitan, hambatan dan rintangan berdatangan silih berganti. Terkadang keluar juga keluhan, kok hidup jadi berat begini ya?

Tidak jarang kita mempertanyakan kasih Tuhan, mengapa diberi kesulitan padahal yang diperjuangkan adalah kebaikan?

Padahal mana ada jalan perjuangan kebaikan itu yang bebas hambatan. Para nabi yang jelas-jelas memperjuangkan agama Allah saja menghadapi rintangan luar biasa dalam hidup mereka. Lantas mengapa Tuhan masih memberi kesulitan maupun rintangan? Ya, karena di situlah hakikat manisnya perjuangan.

Sekiranya langkah maju kita terhalang oleh satu dua orang yang menyulitkan, maka lebarkan lagi pandangan mata, sesungguhnya masih banyak orang-orang baik yang didatangkan Tuhan untuk mempermudah hidup kita.

Sebenarnya Tuhan tidak pernah mempersulit. Sekalipun manusia merasakan kesulitan, sesungguhnya Allah memberikan kemudahan yang lebih banyak.     

Hal ini diterangkan pada surat Asy-Syarh ayat 5-6, yang artinya, “Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.”

Jadi, kita tinggal memperbaiki pemahaman saja. Yakinlah di setiap kesulitan itu dibarengi dengan banyak kemudahan. Demikianlah janji Ilahi sebagai bukti dari kasih sayang-Nya.

Kita perlu melebarkan pandangan, agar kemudahan-kemudahan itu terlihat dengan terang benderang. Jangan sampai kemudahan-kemudahan yang disiapkan Tuhan malah terhadang oleh cara pikir kita yang sempit.

Diuji-Nya dengan cobaan, demi meningkatkan derjatmu

Cobaan itu ibaratkan jamu. Rasanya memang pahit tetapi menyehatkan bagi tubuh. Cobaan itu memang pahit, tidak jarang orang-orang menolak kehadirannya. Padahal, cobaan merupakan ujian untuk meningkatkan derjat.

Bacalah kisah orang-orang sukses! Hidup mereka tidak pernah mulus-mulus saja, melainkan harus melalui cobaan yang tak terperi. Tetapi mereka bukannya menyerah, malah mampu menikmati cobaan itu. Mereka tertawa ketika jatuh, sebab setiap yang jatuh dapat bangkit lagi.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur