Aurel Hermansyah melahirkan putri pertamanya pada Selasa, 22/2/2022/ Foto: Kolase instagram@attahalilintar@ananghijau
Aurel Hermansyah melahirkan putri pertamanya pada Selasa, 22/2/2022/ Foto: Kolase instagram@attahalilintar@ananghijau
KOMENTAR

PERTAMA, selamat untuk Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar atas kelahiran putri mereka. Masya Allah, Tabarakallah. Cucu pertama bagi para kakek-neneknya; Anang, Ashanty, dan Krisdayanti.

Lucunya, si kecil Arsy dan Arsya kini resmi menjadi tante dan om.

Aurel melahirkan anaknya pada tanggal ciamik: 22.02.22 melalui operasi caesar di RS Bunda, Jakarta.

Sebelum keberangkatan Aurel ke rumah sakit karena waktu melahirkan makin dekat, masyarakat dihebohkan dengan perbincangan Aurel dengan kedua mertuanya saat melakukan panggilan video.

Seharusnya itu cukup menjadi konsumsi pribadi, tapi ya, akhirnya menjadi konten.

Intinya, orangtua Atta meminta sang menantu untuk melahirkan secara normal. Menurut keduanya, Allah telah menciptakan jalan lahir untuk seorang perempuan melahirkan anak.

Karena itulah amat penting untuk selalu berdoa dan berzikir agar anak bisa lahir dengan menemukan jalan lahirnya sendiri. Sakit, itu pasti. Namun proses penyembuhannya akan cepat. Itulah faktanya.

Sebaliknya, operasi caesar mungkin 'menggiurkan' karena ibu hamil tak perlu merasa kesakitan saat melahirkan. Tapi dampak operasi bisa terasa bertahun-tahun. Ditambah lagi, kemungkinan memiliki banyak anak lebih kecil dibandingkan jika melahirkan normal. Itu yang disampaikan orangtua Atta.

Sontak, pembicaraan video call itu viral. Ramai pro dan kontra. Tak sedikit netizen yang menghujat orangtua Atta. Melahirkan, bagaimana pun adalah hak asasi setiap perempuan.

Atta mencoba menengahi dengan mengatakan bahwa terlepas dari perkara normal atau caesar, ia menghargai perjuangan Aurel untuk melahirkan. Dan ketika akhirnya si buah hati lahir, kebahagiaan membuncah di hatinya. Ibu sehat, anak sehat. Bukankah itu yang semestinya disyukuri?

Anggapan bahwa perempuan yang melahirkan anak melalui operasi caesar bukanlah "ibu sejati" memang telah lama menjadi satu isu mommy war yang meresahkan.

Mommy war alias perang ibu-ibu ini disinyalir sebagai perdebatan yang tak kunjung menemukan titik temu. Padahal, isu-isu yang diperdebatan sebenarnya bukanlah soal matematika yang punya jawabannya pasti. Bukan persoalan hitam putih.

Jika mau jujur, anggapan itu bisa dikategorikan sebagai 'toxic'. Karena ketika seorang perempuan itu melahirkan anaknya, dengan apa pun jalannya, sejatinya dia telah menjadi ibu. Itu suatu hal logis yang sudah tak bisa diganggu gugat kebenarannya.

Memang betul, melahirkan dalam Islam adalah jihadnya perempuan. Karena melahirkan adalah sebuah perjuangan yang mempertaruhkan nyawa. Rasa sakit yang mewarnai sepanjang proses persalinan akan menjadi pengalaman tak terlupakan.

Namun jika memang ada masalah medis yang ditemui dalam proses persalinan, operasi caesar menjadi tindakan yang diharapkan dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Dalam hal ini, operasi caesar menjadi sebuah ikhtiar.

Namun, ada pula perempuan yang memilih sejak awal untuk melahirkan secara caesar. Ada banyak pertimbangan, salah satunya adalah pertimbangan medis. Kondisi fisik atau kondisi medis ibu hamil yang dikhawatirkan akan menyulitkan.

Namun ada pula alasan lain yang melatari seorang perempuan akhirnya memilih untuk melahirkan secara caesar. Bisa jadi ada alasan psikologis yang mempengaruhi mentalnya hingga mempengaruhi kemampuannya untuk melahirkan secara normal.

Atau, sekali pun memutuskan untuk melakukan operasi caesar di tanggal tertentu (termasuk tanggal cantik) itu pun menjadi hak ibu hamil. Ia tentulah sudah memahami konsekuensi medis dari operasi caesar. Dan meskipun tidak bisa digeneralisasi, ia sudah memiliki referensi dari pengalaman sejumlah ibu yang melahirkan secara caesar.

Apalagi jika memang sang suami menyetujui dan memiliki kemampuan finansial yang berlebih untuk mengobati dan merawat luka pascaoperasi agar lebih cepat pulih. Termasuk menyediakan support system yang mampu mengurangi beban fisik si istri melakukan banyak hal setelah melahirkan. Dengan demikian, sang istri bisa fokus untuk mengurus bayi kecil mereka.

Jadi, apa yang mesti diperdebatkan lagi?

Let's love more and judge less. Itulah pesan yang mencuat untuk menghalau mommy wars yang meresahkan.

Setelah melahirkan, perjuangan seorang ibu masih terus berlanjut. Menjadikan anak prioritas dalam hidupnya, mengurusnya sepenuh hati, memberikan hak anak untuk mendapat kasih sayang dan kehidupan yang layak, itu juga bukan perkara mudah.

Pada akhirnya bukan cara melahirkan yang menentukan "ibu sejati" atau "bukan ibu sejati" melainkan bagaimana ibu mampu menjadi madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak, yang mampu mencintai anak, membimbing anak untuk menjadi generasi tangguh, serta menjadi teladan dan idola bagi buah hatinya meski kelak ia telah tiada.

 




Ingin Jadi Individu Sukses, Ini Alasan Mengapa Kita Butuh Dukungan Orang Lain

Sebelumnya

Gen Z dan Upaya Mengatasi Tantangan Sandwich Generation

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family