Kerja merupakan suatu tindakan yang memberikan manfaat kepada pelakunya sekaligus menyelamatkan orang lain dari menganggur, dan dapat mendorong orang untuk berbuat baik/ Net
Kerja merupakan suatu tindakan yang memberikan manfaat kepada pelakunya sekaligus menyelamatkan orang lain dari menganggur, dan dapat mendorong orang untuk berbuat baik/ Net
KOMENTAR

TAMPAKNYA sang orangtua sudah tidak sanggup lagi menanggung beban demikian berat di pundaknya yang kian merapuh. Sehingga sebuah tulisan terpampang di tembok samping kedainya: “Anak tega bersenang-senang di atas penderitaan orangtua.”

Mungkin pula omongan lisan orangtua sudah tidak lagi mempan, sehingga tembok pun disuruh bicara. Dan bertahun-tahun tulisan yang menggetarkan bulu kuduk itu menjadi santapan orang-orang yang lalu lalang.

Mau bagaimana lagi? Orangtua telah kepayahan berhadapan dengan generasi sekarang yang maunya hidup enak tetapi ogah berjuang. Mereka yang bangga menyebut dirinya lagi mager (malas bergerak). Mereka pula yang menjelma sebagai generasi kamar, memendam diri di kamarnya karena sibuk dengan gadget dan asyik menikmati pergaulan dunia maya.

Dahulu para orangtua pusing mencari anak-anaknya yang kelayapan entah kemana. Ya, setidaknya anak-anak dahulu cukup rajin bergerak, atau gemar bersosialisasi. Nah, anak-anak era sekarang tidak kelayapan kemana-mana, tapi hidupnya cukup di selingkar kamar belaka. Mereka seperti antisosial, menangis dan tertawa bersama smartphone.

Receh demi receh dengan gigih dikumpulkan oleh orangtua demi anaknya mencicipi perguruan tinggi bergengsi. Tetapi setelah tamat kuliah, si anak malah tidak mau bekerja mencari penghidupan, tetap saja dia asyik menjadi generasi mager.

Malangnya, suatu ketika ibunya jatuh sakit keras, sementara itu sang ayah lagi berjuang mengumpulkan recehan. Dan dengan langkah terhuyung-huyung si ibu yang pergi mencari obat sendirian. Sementara anaknya masih saja di kamar, menikmati dunianya sendiri dan beralasan lagi malas bergerak.

Jadi, di mana ya errornya?

Memang lebih tepat kita tidak menghitung siapa benar siapa salah. Karena toh pada muaranya tidak ada orang yang benar-benar rela disalahkan. Dan yang bijak itu bagaimana caranya supaya virus malas ini tidak mewabah.

Lagi pula, di setiap zaman akan selalu saja ada generasi yang rajin dan juga yang malas. Kepribadian seseorang itu akan dibentuk oleh pendidikannya, lingkungannya, pengalaman hidupnya dan lain-lain. Tinggal bagaimana upaya kita bersama dalam membentuk kepribadian nan unggul.

Virus malas yang berbahaya ini dapat dicegah dengan berpegang kepada prinsip Al-Qur’an, surat asy-Syarh ayat 7 yang artinya, “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).”

Terkadang yang menyebabkan malas bukan semata keengganan bergerak, tetapi juga kecemasan berhadapan dengan kesulitan. Nah, Al-Qur’an mengingatkan kita untuk terus bergerak maju, jangan takut dengan kesulitan, sebab Allah akan memberi kemudahan.

Terkait ayat di atas, Hamka dalam Tafsir al-Azhar Jilid 9 (2020: 613) menerangkan, apabila telah selesai suatu pekerjaan atau suatu rencana telah menjadi kenyataan. Fan shab! Artinya bersiaplah buat memulai pekerjaan yang baru. Dengan kesadaran bahwa segala pekerjaan yang telah selesai atau yang akan engkau mulai tidaklah sepi dari kesulitan; tapi dalam kesulitan itu kemudahan pun akan turut serta. Ada-ada saja nanti ilham yang akan diberikan Allah kepadamu, asal engkau senantiasa menyandarkan segala pekerjaanmu itu kepada iman.     

Indah sekali motivasi dalam bingkai ayat ini, apabila telah selesai maka jangan bermalas-malasan, jangan terlena, tetapi mari lanjutkan kepada langkah positif berikutnya. Fan shab!

Jadi, kehidupan seorang muslim sejati itu sesungguhnya adalah langkah-langkah kegemilangan, serta langkah-langkah yang terus menapak maju. Jangankan bermalas-malasan, untuk terlena dengan keberhasilan pun kita tidak diberi kesempatan.

Maka dalam keagungan ajaran Islam pula disanjung kakek nenek yang bergerak menanam pohon. Usia renta tidaklah menghalangi mereka terus bergerak menanam kebaikan. Memang buahnya pohon tersebut tidak akan dinikmatinya, karena kakek nenek itu berkejar-kejaran dengan ajal.

Akan tetapi buah dari pohon itu kelak akan dinikmati generasi mendatang, bukan hanya kalangan manusia tetapi juga binatang pun dapat menuai hasilnya. Dengan demikian, hasil amal baiknya itu dapat dinikmati oleh dirinya berupa pahala yang terus mengalir.

Sebetulnya, peluang bermalas-malasan terbuka lebar bagi kaum Muhajirin, yang berhijrah dari Mekah. Sebab, kaum Anshar yang menyambut di Madinah memberikan pelayanan yang menggiurkan. Salah satunya apa yang disuguhkan kepada Abdurrahman bin Auf, yang akan diberi separuh kekayaan, dikasih istri, disiapkan rumah dan dia tinggal berleha-leha saja.

Persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar itu sama sekali tidak melahirkan generasi yang malas. Muhajirin menolak keras peluang bersenang-senang, atau bersantai-santai di atas fasilitas wah yang disediakan kalangan Anshar.

Seperti Abdurrahman bin Auf rela mulai berjuang dari nol, dari berdagang kaki lima di pasar Madinah, yang pada akhirnya dia pun menjadi konglomerat.

Jadi memang butuh kesadaran dari batin masing-masing untuk hidup terhormat, anti dengan bermalas-malasan dan memilih jalan perjuangan. Setiap insan menjadi terhormat dengan apa yang dihasilkan oleh perah keringatnya sendiri, bukannya bergantung dari orang lain.

Dalam hal ini Syaikh Muhammad Musthafa Imarah dalam buku Jawahir Al-Bukhari (2002: 355) menyebutkan, dari Al-Miqdam, dari Rasulullah, beliau bersabda, “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia usahakan dengan tangannya sendiri.”

Musthafa Imarah mengungkapkan, kerja merupakan suatu tindakan yang memberikan manfaat kepada pelakunya sekaligus menyelamatkan orang lain dari menganggur, dan dapat mendorong orang untuk berbuat baik, mengendalikan diri dan menjauhkan diri dari meminta-minta. Nabi Dawud adalah seorang pembuat baju besi, Nabi Adam seorang petani, Nabi Nuh seorang tukang kayu, Nabi Idris sebagai tukang jahit, sedangkan Nabi Musa seorang penggembala.

Kehormatan diri, ya kehormatan itulah yang membuat kita berpantang untuk malas-malasan. Kehormatan diri yang membuat kita tegak sebagai insan mandiri.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur