KOMENTAR

ISLAM itu indah. Itulah ungkapan yang mewakili Islam sebagai agaman yang memberikan keselamatan, ketenangan, kehidupan yang lurus, serta kebahagiaan.

Sebagai Muslim, kita sejatinya harus senantiasa menjadikan ketakwaan sebagai pakaian kehidupan. Dengan demikian, kita menjalankan Islam sebagai way of life. Gaya hidup yang diadopsi dalam setiap ibadah juga tutur kata dan tindak tanduk kita. Karena kita memahami ada ganjaran yang datang dari setiap perbuatan, agar kita selalu berpikir dan merenungi kekuasaan Allah Swt.

Salah satunya adalah tentang ibadah shalat yang diwajibkan lima waktu sehari semalam.

Shalat bukan hanya memiliki nilai ibadah dan filosofi yang tinggi, melainkan juga bermanfaat nyata dalam setiap gerakannya. Secara fisik, gerakan shalat merupakan gerakan olah tubuh yang berkontribusi pada kesehatan. Karena itu jelaslah bahwa Islam membawa kebaikan bagi umatnya dalam setiap ibadah dan amal saleh yang diperintahkan Allah Swt.

Jika kita berbicara tentang shalat, maka kita akan mengingat peristiwa Isra & Mi’raj. Pada malam itu, Nabi Muhammad saw. menempuh perjalanan malam hingga bertemu langsung dengan Allah Swt. untuk menerima perintah shalat.

Itulah letak keistimewaan perintah shalat. Ketika banyak perintah dan larangan diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam wahyu melalui perantara Malaikat Jibril, perintah shalat diberikan langsung oleh Allah. Maka jangan sekali-sekali kita melalaikan kewajiban ini.

Terlebih lagi jika kita tahu bahwa di salah satu bacaan shalat ada dialog antara Nabi Muhammad dengan Allah Swt., insya Allah kita tidak akan terburu-buru menyelesaikan shalat. Dialog tersebut berada dalam bacaan tahiyat, yang merupakan penghujung shalat sebelum ditutup dengan salam.

Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada malam tanggal 27 bulan Rajab pada tahun ke-10 dari kenabian Muhammad saw. Saat itu usia beliau 50 tahun. Bertepatan dengan masa berduka Nabi Muhammad  karena wafatnya dua orang yang paling mendukung dakwah beliau; istri tercinta Khadijah dan sang paman Abu Thalib. Isra Mi’raj menjadi sebuah penghiburan dari Allah sekaligus pengalaman luar biasa bagi Nabi Muhammad saw.

Perintah shalat dimulai ketika Malaikat Jibril mengantarkan Nabi Muhammad naik menuju Sidratul Muntaha. Nabi Muhammad saw. kemudian naik sendirian perlahan-lahan seraya mengagumi semua yang ia lihat dalam perjalanan menuju Arsy.

Setelah sekian lama menjadi Rasul, inilah momen pertama kalinya Nabi Muhammad saw.berhadapan langsung dengan Sang Rabb. Beliau bahkan berdialog langsung dengan Allah Azza wa Jalla. Masya Allah. Tentulah momen dahsyat malam itu tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Dan percakapan antara Nabi Muhammad dengan Rabb-Nya dimulai dengan mendekat dan memberi salam penghormatan.

Attahiyyatul mubarokaatush shalawatuth thayyibaatulillah. Artinya: Semua ucapan penghormatan, pengagungan, dan pujian hanyalah milik Allah.

Kemudian Allah Swt. menjawab sapaannya dengan kalimat: Assalamu'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wa barakaatuh. Artinya: Segala pemeliharaan dan pertolongan Allah untukmu wahai Nabi, begitu pula rahmat Allah dan segala karunia-Nya.

Mendapatkan jawaban seperti itu, Nabi Muhammad tidak berbesar diri atau tinggi hati. Nabi tak melupakan kita, umatnya. Karena itulah Isra Mi’raj juga menjadi bukti betapa Rasulullah amat menyayangi umatnya.

Beliau menjawab lagi: Assalaamu'alaina wa 'alaa 'ibadillahish shalihiin. Artinya: Semoga perlindungan dan pemeliharaan diberikan kepada kami dan semua hamba Allah yang saleh.

Ketika Rasul dan Rabb-Nya saling memuliakan, Rasul tak melupakan kita—umatnya. Siapa pun yang membaca percakapan mulia berisi doa Nabi bagi umatnya, sejatinya batinnya akan bergetar hebat. Terlebih bagi hamba yang senantiasa mengharapkan syafaat Nabi Muhammad saw. kelak di hari akhir.

Pada saat itu, para malaikat yang menyaksikan dari luar Sidratul Muntaha bergetar dan kagum menyaksikan betapa Rahman dan Rahim Sang Pencipta serta betapa mulia Nabi Muhammad saw. dengan segala akhlak karimah beliau yang tak lupa pada umatnya.

Para malaikat pun mengucap dengan penuh keyakinan: Asyhadu Allaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, yang artinya : Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah.

Jadilah rangkaian dialog dalam peristiwa Isra Mi’raj menjadi bacaan dalam shalat yaitu tahiyat awal dan tahiyat akhir. Bacaan ini kemudian dilengkapi dengan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. sebagai sanjungan bagi seorang Nabi mulia yang menyayangi umatnya. Shalawat ini menjadi balasan kecintaan kita kepada beliau. Teriring harapan kita kelak masuk barisan Muhammad saat memasuki pintu surga.

Kini, kita sudah mengetahui sejarah lahirnya kalimat baik dan mulia dalam tahiyat. Jika selama ini kita sekadar membacanya, semoga kini kita bisa menghayatinya dengan penuh khusyuk. Kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan sejati. Kita memaknai betapa mulianya akhlak Rasulullah dan kecintaan beliau yang teramat mendalam kepada umatnya.

Semoga kita dapat seperti para malaikat yang bergetar hati mereka saat mendengar dialog antara Sang Pencipta dengan Rasul-Nya. Membuat kita teguh menjadikan Islam sebagai tuntunan kehidupan menuju alam akhirat dengan menjadi hamba yang diberi taufiq dan hidayah serta sikap istiqamah dalam menjalankan shalat lima waktu.

Mari menjadikan momentum Isra Mi’raj sebagai bahan introspeksi diri dan kembali ke jalan yang lurus, jalan yang disinari cahaya menuju cahaya.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur