ANAK menangis adalah hal yang biasa. Jangankan anak, orang dewasa pun kerap menangis ya bun.
Menangis kadang dibutuhkan sebagai bagian dari mengatasi emosi. Maka, beberapa kali kita mendengar saran pengasuhan, bahwa tidak baik melarang anak menangis.
Melarang anak menangis dapat membuat mereka kesulitan mengenali, memaknai dan mengekspresikan emosinya sendiri. Mereka pada akhirnya tidak akan mampu mengatasi emosi mereka dengan cara yang sehat.
Di masa depan juga, bagi anak yang sejak kecil seringkali dilarang menangis akan membuat mereka kesulitan menjalin hubungan yang sehat dan mereka juga akan tumbuh menjadi orang yang kurang simpati dan empati.
Kebiasaan melarang anak menangis juga berbahaya bagi kesehatan mental anak, anak akan mudah merasa tertekan, kesepian dan sebagainya. Tapi, benarkah selamanya orang tua tidak boleh bilang, “Berhenti menangis!” atau “Stop, jangan menangis lagi.”? Apakah benar kalimat tersebut akan merusak anak-anak kita?
Michael Gurian, peneliti neurobiologi yang fokus pada perbedaan kerja otak laki-laki dan perempuan serta penulis Boys and Girls Learn Differently justru berkata sebaliknya. Ia mengatakan bahwa nasihat untuk jangan pernah melarang anak berhenti menangis sebetulnya terlalu menyederhanakan persoalan ilmiah otak.
Apa yang Terjadi di Otak Anak saat Menangis?
Secara ilmiah, pecahnya tangisan anak sering kali terjadi karena stimulasi berlebihan di amigdala otaknya, sehingga mereka mengeluarkan kelenjar air mata. Gurian menjelaskan bahwa tangisan anak sering kali merupakan respons kebingungan di dalam otaknya mengenai “Bagaimana caranya?” atau “Aku harus apa?”.
Dalam konteks tersebut, sering kali tangisan berarti sebuah permohonan bantuan pada orang dewasa untuk menjawab pertanyaan di dalam dirinya tanpa mereka sampaikan secara langsung dengan kata-kata.
Di sinilah peran orang tua untuk menjawab atau memfasilitasi kebingungan yang ada di pikiran mereka.
Pergunakan Kalimat yang Tepat
Gurian juga setuju bahwa melarang anak menangis mentah-mentah memang memiliki dampak yang tidak baik. Menurutnya, menekan ekspresi emosional anak juga berbahaya.
Tapi perlu diingat lagi bahwa tugas orang tua bukan hanya memberikan empati serta memvalidasi emosi anak, melainkan memfasilitasi sumber kebingungan yang membuat anak menangis tadi. Sehingga, menurut Gurian, tidak masalah bila orang tua mengatakan, “Berhenti menangis!” bila disertai dengan sesuatu yang konstruktif. Yakni, sesuatu yang berkaitan dengan mendorong anak mencari tahu masalahnya serta memecahkannya. Seperti dikutip dari parenting.co.id
Membangun Ketahanan Anak Masih tidak yakin untuk berkata, “Berhenti menangis!”? Coba kita bandingkan empat skenario ini saat anak menangis:
• Skenario 1: Orang tua berkata pada anak, “Berhentilah menangis. Kalau tidak, Bunda/Ayah akan melakukan sesuatu!” (Sambil memegang sabuk atau sapu)
• Skenario 2: Orang tua berkata pada anak, “Berhentilah menangis. Menangis hanya membuatmu lemah, Bunda/Ayah malu gara-gara kamu.” (Sambil mendiamkan anak atau berjalan pergi meninggalkan anak)
• Skenario 3: Orang tua berkata pada anak, “Berhentilah menangis. Sudah cukup, ya. Itu tidak bisa membantu menyelesaikan masalah.” (Diikuti dengan memberikan anak strategi ekspresi emosional lainnya)
• Skenario 4: Orang tua berkata pada anak, “Berhentilah menangis. Kalau kamu melihat/merasa ada masalah, lakukan sesuatu untuk mengatasinya.” (Sambil terus berada di sampingnya untuk mendukung hingga anak tenang)
Dalam dua skenario pertama, ilmu psikologi berbasis otak akan setuju bahwa orang tua kemungkinan besar akan menyebabkan kerusakan sosial-emosional pada anak-anak mereka. Terutama, jika hal tersebut dilakukan berulang.
Namun, dalam skenario tiga dan empat, orang tua yang menyuruh anak berhenti menangis, sebenarnya untuk membantu anak dalam membangun ketahanan, sehingga membantu anak menjadi orang dewasa yang matang, mengatur diri sendiri, dan memecahkan masalah.
Artinya, meminta anak berhenti menangis tidak selalu menjadi hal yang terlarang untuk dilakukan dalam mengasuh anak. Asal dilakukan dengan cara dan tujuan yang tepat, ya Ayah Bunda!
KOMENTAR ANDA