Ketika seorang hamba berjalan mendekat kepada Allah, maka Allah akan 'berlari' mendekati hamba-Nya/ Net
Ketika seorang hamba berjalan mendekat kepada Allah, maka Allah akan 'berlari' mendekati hamba-Nya/ Net
KOMENTAR

KITA tahu ketika seorang hamba berjalan mendekat kepada Allah, maka Allah akan 'berlari' mendekati hamba-Nya. Dia merindu hamba-Nya yang senantiasa mengusahakan ketakwaan dan istiqamah untuk dekat pada-Nya.

Namun ketika seorang hamba berbuat dosa, maka itu berarti ia telah mencelakakan dirinya sendiri karena melupakan Allah. Dan ketika ia melupakan Allah, dampaknya adalah ia "melupakan dirinya sendiri sendiri".

Dalam Ad-Daa wad Dawaa yang ditulis Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dipertanyakan apa yang dimaksud dengan seorang hamba melupakan dirinya?

Ketika hamba melupakan Rabb-nya, maka Allah menjadikannya lupa pada dirinya sendiri. Itulah hamba yang fasik (menyimpang dari ketaatan kepada Allah).

"Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (pula)..." (QS. At-Taubah: 67)

Dalam kehidupan nyata, kita akan melihat bagaimana orang fasik lupa pada dirinya. Ia tidak menyadari bahwa dunia hanya tipuan yang bersifat sementara. Ia lupa bahwa dirinya teperdaya maksiat yang melenakan.

Ia lupa siapa dirinya; seorang hamba yang telah dianugerahkan beragam nikmat namun menolak untuk bersyukur.

Ia lupa pada dirinya sendiri yang sejatinya adalah makhluk Allah, maka ia pun menjadi sombong dan serakah.

Ia lupa hakikat dirinya; hamba yang sesungguhnya tak punya daya menentukan kapan maut menjemputnya.

Ia lupa diri dan lupa tujuan hidupnya; yaitu mengumpulkan sebanyak-banyak amal saleh demi beratnya timbangan kebaikan di yaumul hisab kelak.

Jika kita ingin diingat oleh Allah, maka jangan sekali-kali kita melupakan-Nya.

Ketika kita memilih untuk sibuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, jika tujuan kita benar-benar tulus, maka kita tidak akan menjadikan kesibukan kita alasan untuk lupa kepada-Nya.

Karena kita sadar, jika hanya memperhatikan dunia tanpa mementingkan kondisi rohani dan spiritual, maka kebaikan yang kita lakukan mungkin mengandung riya dan pamrih. Karena diri kita jauh dari-Nya, kita akan jauh dari lillahi ta'ala, kita pun akan jauh dari keikhalasan.

Sungguh besar dampak melupakan Allah bagi seorang hamba, sementara bagi Allah, seorang hamba yang melupakan-Nya tidak berpengaruh pada kekuasaan-Nya.

Boleh saja kita merasa senang di dunia karena menjalani hidup berkecukupan. Namun apakah kita akan hidup di dunia selamanya? Bukankah kita telah menyaksikan banyaknya kematian di sekeliling kita?

Orang yang tak pernah melupakan Allah, mungkin saja hidupnya 'biasa-biasa' saja. Tapi kebahagiaannya akan menjadi luar biasa ketika kelak ia berjumpa dengan Sang Khalik.

Dan sebaliknya, orang yang melupakan Allah di sepanjang hidupnya dan merasakan nikmat duniawi yang luar biasa, ia justru sama sekali tidak akan diingat oleh Allah Swt. Allah melupakannya, hingga ia tidak diselamatkan dari siksa akhirat.

"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan." (QS. Thoha: 126)

Naudzubillah.

 

 

 

 

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur