BANYAK orang sering mengatakan betapa mereka merindukan jannah-Nya, merindukan ibadah puasa di bulan Ramadhan, merindukan kembali ke Baitullah, merindukan untuk berkumpul dengan anak yatim, dan merindukan amal saleh lainnya.
Lisan kita bisa mengucapkan atau jemari mengetikkan kerinduan itu ke dalam unggahan media sosial.
Namun dalam keseharian, tak ada sedikit pun usaha kita untuk menuntaskan kerinduan itu.
Tak ada upaya untuk lebih mendekat kepada Allah Swt. Tak sedikit pun kita memperbanyak amal saleh yang diharapkan dapat menjadi kunci pembuka pintu surga. Tak ada bukti bahwa rasa rindu itu mendorong kita untuk menjadi seorang Muslim yang lebih takwa.
Apakah para Sahabat dulu sering mengobral kerinduan mereka di hadapan Rasulullah tanpa berangkat ke masjid untuk salat berjemaah, tanpa berdzikir, tanpa mendengarkan tausiyah Rasulullah, tanpa menghormati orangtua, tanpa bersedekah kepada saudara yang kesusahan, juga tanpa turun ke medan perang membela panji Islam?
Apakah kita bisa masuk surga hanya berbekal kerinduan?
Rasanya tidak.
Lantas seperti apakah ciri-ciri para ahli surga?
Abdul Wahab dalam Mukhtashar At-Tadzkirah lil-Qurthubi menulis bahwa salah satu ciri ahli surga adalah meninggalkan maksiat.
Ketika seseorang menjauhi larangan Allah Swt. dan meninggalkan maksiat, maka pikirannya tidak akan disesaki berbagai kepentingan dunia. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki diri.
Manakala ia terjatuh ke lembah maksiat, ia segera bertaubat. Ia berlari sejauh mungkin dari potensi yang mengarahkannya untuk menanggalkan ketaatan kepada Allah.
Ciri ahli surga lainnya adalah senantiasa dilanda kesedihan. Rasa sedih dan galau yang bukan disebabkan urusan dunia melainkan karena memikirkan akhirat. Ia memilih merasakan kesedihan mendalam selama hidup di dunia demi merasakan kebahagiaan di akhirat kelak.
Ia menjadi hamba Allah yang fokus memperbanyak amal ibadah karena takut banyak amalan yang tidak diridhai-Nya. Entah ada yang kurang dalam khusyuknya atau ikhlasnya. Ia tak pernah tahu.
Pikirannya senantiasa dipenuhi kekhawatiran jika masa depan akhiratnya akan suram. Karena itulah ia selalu bersemangat untuk mempertebal akidah dan memperbaiki kualitas amal salehnya.
Ciri ahli surga berikutnya adalah hati yang bersih. Tak ada kebencian, kemarahan, atau dendam bersemayam dalam hatinya. Tak ada setitik kesombongan berdiam di hatinya.
Ia melakukan segala kebajikan dan kesalehan dengan niat yang ikhlas, lillahi ta'ala. Ia menyadari bahwa tanpa kebersihan hati, seluruh amalnya hanya sia-sia.
Karena itulah ia juga menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Jangan sampai ada orang yang terzalimi oleh sikapnya hingga menyebabkan pintu surga tertutup.
Selain amal saleh, ingatlah bahwa ada rahmat Allah yang membuat kita bisa menjadi penghuni surga. Jangan sampai kita hanya memperbanyak kuantitas amal saleh namun lupa untuk memohon agar Allah berkenan menerimanya.
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa "manusia tercipta untuk surga dan surga tercipta bagi manusia". Ibarat seseorang yang pergi merantau, ia pasti akan merindukan kampung halamannya.
Namun manusia yang merupakan keturunan Adam as. tidak bisa dengan mudah kembali ke kampung halamannya (surga). Karena selama berada di rantau, manusia terus digoda dan diganggu syaitan untuk tersesat dari jalan lurus menuju kampung halamannya.
Ya, kita memang berhak merindukan surga dan berhak memasukinya. Namun jangan berhenti hanya sampai merindu.
KOMENTAR ANDA