RAMADHAN dijanjikan Allah sebagai bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Seorang Muslim yang memaksimalkan akalnya sudah pasti akan sekuat tenaga mengejar rahmat dan ampunan tersebut melalui sebanyak-banyak ibadah sunnah yang mengiringi puasa di bulan suci.
"Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” (HR. Ahmad)
Tentang dosa, tak satu pun manusia di muka bumi ini yang luput darinya. Sebagai makhluk yang punya keterbatasan pengetahuan dan kerap dikuasai hawa nafsu, dosa adalah sesuatu yang amat sulit dihindari.
Tapi bukan berarti kita berpikir bahwa "manusia adalah tempat khilaf dan dosa" sehingga kita tidak berusaha untuk menjauhi potensi dosa.
Jika berbicara tentang dosa dan pelaku dosa, setidaknya ada dua tipe manusia pendosa yang ada di sekitar kita.
Pertama, manusia yang sudah memiliki ilmu tapi tetap melakukan perbuatan dosa.
Ia sibuk pergi ke berbagai majelis ilmu untuk mengkaji tauhid, ibadah, amaliyah, akhlak, hingga tafsir Al-Qur'an.
Dari sekian banyak kajian, sudah tentu ia memahami yang mana perintah dan yang mana larangan. Apa yang dibolehkan syariah dan apa yang tidak diizinkan syariah. Ia bahkan sudah berdakwah melalui media sosial dengn mengunggah sejumlah kutipan tausiah para ustaz dan ustazah.
Tapi terhadap dosa, ia bersikap permisif. Melanggar ketentuan syariah atau merusak hablumminannas, baginya sah-sah saja. Ia menghalalkan kebohongan, kesombongan, juga kenyinyiran. Ia menyukai hal-hal kontroversial juga hal-hal yang mudah menyulut emosi banyak orang.
Entah apa yang ada di benak manusia 'pintar' ini. Ilmu yang ia dapatkan dari sekian banyak majelis ilmu, tak ada satu pun yang mampu membentengi dirinya dari dosa.
Jika itu yang terjadi, bukan tak mungkin langkah kakinya ke ruang kajian sebenarnya dipayungi rasa riya, berharap orang memujinya sebagai ahli ilmu. Tapi manakala ia sendiri, tak sedikit pun istighfar mengalir di lisannya demi menghentikannya dari berbuat dosa.
Bagi pendosa tipe pertama ini, ancaman azab Allah demikian besar. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dikatakan bahwa orang yang menyuruh orang lain berbuat kebaikan namun ia sendiri mengerjakan kemungkaran, maka kelak ia akan dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan usus terburai. Na'udzubillah.
Kedua, manusia yang bergelimang dosa karena tidak memiliki ilmu.
Berbicara tentang tipe pendosa yang kedua, kita sekilas mungkin mengatakan bahwa manusia ini akan diampuni oleh Allah Swt.
Pendosa ini melakukan perbuatan dosa karena tidak tahu alias tidak memiliki ilmu, tapi ketidaktahuannya tersebut merupakan sebuah kesengajaan.
Ia dengan sengaja tidak pernah meluangkan waktu untuk pergi ke majelis ilmu. Ia dengan sengaja tidak ingin mendengarkan tausiah dari para ustaz dan ustazah. Itu artinya, ia dengan sengaja memilih menjadi orang yang tidak tahu.
Ada saja yang menjadi halangan. Ada yang hidupnya dibayangi kesibukan pekerjaan, bisnis, atau rumah tangga. Sangat sibuk hingga tak sempat untuk mempelajari apa pun.
Ada pula yang mudah sekali men-judge ustaz dan ustazah yang menjadi narasumber kajian. "Ah, ustaz ini kan, begini..." atau "Yang ceramah ustazah itu? Ih, dia kan begitu..."
Baginya, ilmu bukan perkara "apa yang dikatakan" melainkan "siapa yang mengatakan". Padahal terhadap kebenaran, seseorang tak sepantasnya memilih dari siapa kebenaran itu terucap. Selama memang mengajak kepada ketaatan dan menjauhi larangan Allah, sekali pun diucapkan oleh seorang fakir miskin atau mantan narapidana, itu tetaplah sebuah kebenaran.
Tanpa ia sadari, dosanya menumpuk dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Ia sudah tak bisa membedakan, yang mana nikmat sesungguhnya dari Allah dan yang mana istidraj (kesenangan yang diberikan untuk orang-orang yang Allah murkai hingga membuat mereka lalai dan durhaka)
Apakah manusia pendosa tipe kedua ini tak mendapat ancaman dari Allah?
Kiranya dua ayat berikut ini bisa menjadi perenungan mendalam.
”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman, 'Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.'” (QS. Thaha: 124-126)
Wallahu a'lam bishshawab.
KOMENTAR ANDA