Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

APAKAH Anda merasa Ramadhan begitu cepat menyapa kembali? Bukankah baru kemarin, rasanya, kita berpuasa dan bersuka ria merayakan lebaran; mudik ke kampung halaman, bersua handai taulan?

Barangkali, beberapa pertanyaan berkerumuk di benak kita: Apakah tabungan ibadah yang sudah kita capai selepas Ramadhan tahun kemarin?  Adakah pendakian spiritualitas yang sudah kita torehkan itu bergerak kian baik atau hanya bergeming di satu titik pasca berpuasa tahun lalu?

Simpanlah rapat-rapat di renik sanubari bila Anda menemukan jawabannya. Biarkanlah jawaban itu menjadi dialog batin Anda dengan Sang Pemilik Jiwa, Allah azza wa jalla.

Ramadhan yang kian tahun terasa cepat ini, menurut penulis, meneguhkan tiga catatan:

Pertama, berbahagialah kita karena masih diberi kesempatan untuk beribadah puasa lagi, mengail kembali pahala dan pelbagai bonus kemurahan Allah di tuan segala bulan ini. “Puasa adalah untuk-Ku. Dan Aku-lah yang akan membalasnya,” demikian firman Allah dalam satu hadits Qudsi.

Betapa dahsyat ibadah yang satu ini hingga Dia, Sang Khalik kita, yang langsung turun tangan mengganjar kebaikannya. Maka, bersiap siagalah menyongsongnya dengan hati yang lapang dan bahagia. Sebab, kita tidak tahu, akankah tahun mendatang masih ada ruh yang menghuni tubuh kita.

Kedua, inilah momen meneropong kembali pencapaian spiritualitas yang selama ini sudah kita amalkan selama pasca Ramadhan kemarin. Apakah ibadah kita sudah lebih baik? Apakah kita masih berkutat puasa lahir [baca: menahan lapar dan haus] semata, atau justru sudah mulai belajar puasa batin [baca: menahan hawa nafsu]?

Apakah kita sudah semakin bermanfaat untuk orang terdekat atau orang di sekitar kita yang mengalami kefakiran dan kekurangan? Hal ini menjadi penting karena tanda diterimanya ibadah puasa seseorang itu, sabda Nabi, ketika ia menjadi lebih baik dari hari kemarin.

Ketiga, hari pembalasan itu, ternyata, sudah begitu lekat. Hal ini bisa ditilik dari senarai tanda-tanda akhir zaman yang pernah disinggung Nabi bahwa salah satu tanda Kiamat akan tiba itu ketika waktu terasa begitu cepat. 

“Sungguh tanda-tanda akhir zaman adalah waktu akan menjadi pendek, pengetahuan akan menyusut, penderitaan kian tersebar, penyakit kian bermunculan, dan semakin banyak terjadi harj.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah harj itu?” Beliau menjawab, “Pembunuhan...Pembunuhan...!” [HR. Bukhari]

Dalam sehari saja, kadang, kira merasa bukan lagi masa yang panjang. Waktu yang menyusut kian cepat membuktikan bahwa bumi tempat kita menghidu kehidupan kian tua.

Alam yang dieksploitasi manusia, pemanasan global, laju kriminalitas yang naudzubillah beragam dan sadisnya, hingga gaya hidup manusia yang tambah dekaden dan tak terperikan.

Semua menjadi tanda yang mempercepat akhir dunia ini. Entah kapan? Wallahu’alam. Untuk itu, mari kita kembali memanfaatkan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya, sebagus-bagusnya.

Sebagai penggairah ibadah puasa, mari kembali menelisik amalan sunnah selama Ramadhan, yang semoga dapat berlanjut selepas Ramadhan kelak.  

1. Shalat Tarawih
Bila acuan puasa kita bukan sekadar lahiriah tapi juga batiniah, maka lupakanlah khilafiyyah bilangan rakaat shalat sunnah yang satu ini sejak Ramadhan tahun ini. Sebab, bilangan 11 rakaat atau 23 rakaat dalam shalat tarawih bukanlah hal utama dalam beribadah.

Ia hanya jalan, bukan tujuan. Lebih dari itu: apakah dengan shalat 11 rakaat atau 23 rakaat, Allah swt. akan lebih berpihak kepada Anda, kepada kelompok Islam Anda?  Tidak! Apakah dengan shalat tarawih dalam bilangan 23 atau 11 rakaat, Anda merasa Allah lebih layak melimpahkan pahalaNya kepada Anda? Tidak!

Allah Maha Rahman sesungguhnya hanya meminta kualitas ibadah tarawih Anda, bukan kuantitas ibadah Anda. Hal inilah yang Dia tegaskan dalam firman-Nya: “Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang sepaling bagus amal ibadahnya....” [QS.al-Mulk: 2]. Ayat tersebut begitu jelas tidak menyebutkan kata ‘yang sepaling banyak’ sebagai tolak ukur ibadah seseorang, melainkan kata ‘yang sepaling bagus’.

Ibnu Hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’i berkata, “Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah rakaat shalat tarawih menyiratkan ragam shalat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan shalat 11 rakaat, kadang 21, dan terkadang 23 rakaat. [Semua] tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing.

Dahulu mereka shalat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka harus menggunakan tongkat sebagai penyangga, sedangkan mereka shalat 21 atau 23 rakaat, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah sehingga tidak membuat mereka sulit.”

2. Tadarusan al-Qur’an
Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila datang Ramadhan, maka kegiatan utama kita selain berpuasa adalah membaca al-Qur’an.” Dan siapa yang dapat menyangkal bila bulan Ramadhan membuat ayat-ayat Allah begitu basah dan fasih di bibir umat Islam sedunia. Saya kira, Anda mungkin termasuk salah satunya. Hal demikian sangatlah mulia. Sebab al-Qur’an sendiri memang turun di bulan Ramadhan. Dan Rasulullah saw. sendiri memang lebih sering dan banyak membaca al-Qur’an di bulan ini.

3. Peduli Kaum Fakir dan Miskin
Alangkah indah dan bermakna bila puasa Anda diringi berbagi rezeki dengan kaum fakir miskin. Mulailah belajar bersedekah dan ber-infaq di bulan ini dengan empati bagaimana bila seandainya Anda berada pada posisi mereka.

Berpijak dari semangat mengingat mereka yang dhuafa inilah, Rasulullah saw menganjurkan kita untuk memberi santap berbuka kepada mereka yang fakir dan tetap berpuasa. “Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i)

4. I’tikaf
Itikaf adalah menetap di masjid dan tinggal di dalamnya dengan niat mendekatkan diri [taqarrub] kepada Allah swt.Maka, tak aneh bila bulan suci Ramadhan menjadi bulan itikaf. Masjid-masjid meriah, sesak oleh para pemburu niat taqarrub Allah ini.

Terutama sekali di 10 akhir  hari Ramadhan yang memang ittiba’ [mengikuti] perilaku Rasulullah. Sayyidah A’isyah ra. berkata: “Adalah Nabi Muhammad saw. senantiasa beri’tikaf pada 10 akhir Ramadhan, [hal itu beliau tetapkan] hingga ia wafat dan kemudian para istrinya mewarisi itikaf itu.” [HR. Bukhari-Muslim].




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur