Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SIAPA SIH yang tidak mau menjadi pemenang? Manusia tergolong makhluk agresif, yang siap bersaing mati-matian untuk pemenang kehidupan. Dari itu, tidak ada pula orang yang berebutan untuk menjadi pihak yang kalah, apalagi jadi pecundang.

Nah, bagaimana pula orang yang sejatinya kalah tetapi bersorak-sorai bak pemenang?

Memangnya ada?

Begini kejadiannya! Ada orang-orang yang tampil cemerlang di Idul Fitri dengan busana gemerlap, kegembiraannya jangan dikira-kira lagi meriahnya. Namun, dirinya berpuasa ala kadar saja, kadang malah sampai batal puasa. Ramadhannya berlalu tanpa kesan apapun, bahkan lebih parah dari hari-hari biasanya. Lantas, pantaskah dirinya disebut pemenang?

Begini analoginya, bagaimana kita dapat menerima, ketika seorang kiper bersorak-sorai saat gawangnya kebobolan bertubi-tubi oleh gol-gol lawan?

Konyol kan?

Nah, begitulah pemandangan yang dapat terhampar kelak di hari Idul Fitri. Tanpa disadari orang-orang yang bukan pemenang, yang malah gagal menjalani Ramadhan, justru paling bersorak-sorai di Idul Fitri.

Justru ketika jauh-jauh hari mumpung Idul Fitri masih belum menjelang, malah ketika lebaran belum tiba, kita berkesempatan memacu diri menjadi pemenang sejati.

Lalu, supaya benar-benar menjadi pemenang sejati kelak di Idul Fitri, apa yang perlu kita lakukan?

Surat Al-A’la ayat 14-15, yang artinya, “Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.”

Terang-benderang ayat ini menerangkan beberapa tahapan yang memperlebar peluang jadi pemenang sejati, yakni:

Pertama, menyucikan diri dengan beriman

Apabila pakaian yang terkena kotoran, kita pun dapat membersihkannya dengan sabun deterjen. Maka menyucikan hati yang ternoda oleh dosa-dosa bukan dengan deterjan, melainkan membasuhnya dengan iman.

Noda akibat dosa itu luar biasa buruk karatnya, yang dapat membusukan hati. Tidak ada deterjen yang mampu membersihkannya, dan hanya kedahsyatan iman yang dapat melunturkan noda-noda dosa hingga hati mengkilap kembali.

Dengan hati yang bersih, dengan iman yang bertakhta disana, maka tidak ada lagi yang menghambat kita dari jalan kemenangan yang sebenarnya.

Kedua, mengingat nama Tuhannya

Agar kesucian hati itu tetap terpelihara, maka sering-seringlah mengingat Allah; dalam suka maupun duka, dalam sepi maupun ramai. Apabila kita tidak mengisi hati dengan asma Allah, akan berbahaya, jangan sampai kekosongan itu malah kemudian disesaki oleh setan yang menyesatkan.

Dari pada mengumpat lebih baik beristigfar, sembari mengingat Allah, kita pun memohonkan ampunan-Nya. Dari menyombongkan diri lebih baik mengucapkan hamdalah, kalimat suci yang mengukuhkan Tuhan di hati dan dengannya kita pun meninggikan Tuhan bukannya memuja diri sendiri.

Begitulah pemenang sejati, tidak ada yang merisaukan dirinya. Karena di hatinya yang suci senantiasa bertahkta Ilahi Rabbi.  

Ketiga, mendirikan shalat

Apa hal pertama yang terlebih dulu dirusak oleh setan pada diri seorang hamba Allah? Tak lain dan tak bukan adalah shalat.

Pada mulanya, dibuatnya kita terlalai dengan shalat. Ketika azan berkumandang tiba-tiba saja pekerjaan jadi menumpuk, anak-anak rewel, istri yang mendadak ngambek, tamu penting yang baru saja datang dan lain sebagainya, yang ke semuanya itu adalah bagian dari intrik setan. Karena setelah terlalai dalam shalat, lama kelamaan orang pun dapat saja meniadakan shalat dari hidupnya.

Boleh sih kita berjaya dengan berbagai jenis ibadah, akan tetapi shalat adalah ibadah yang paling utama ditegakkan. Kenapa?

Karena di dalam shalat terjalin hubungan langsung antara hamba dengan Tuhannya. Shalat itu didahului oleh thaharah atau bersuci. Setelah menyucikan fisik, kemudian dalam amalan shalat itu kita menyucikan hati, yang ini merupakan impian bagi pemenang sejati.           




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur