Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SEKILAS pertanyaan yang membedakan Idul Fitri dengan lebaran seperti suatu kesia-siaan belaka. Bukankah keduanya sama saja dan buat apa juga dibedakan. Lagi pula, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring keduanya malah identik sebagaimana dikutip berikut ini:

Lebaran/Le·ba·ran/n; hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan.

Idul fitri; /Idul·fit·ri/n; hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan.

Nah lho, sama ya? Persis malah.

Ternyata ada lho bedanya!

Idul Fitri adalah istilah yang telah tercipta semenjak Islam pertama kali hadir di dunia. Nabi Muhammad terlebih dahulu memperkenalkan dan menerangkan hakikat Idul Fitri sebagai hari puncak kemenangan kaum muslimin, sesudah sebulan Ramadhan berpuasa.

Sedangkan lebaran juga terjadi di hari yang sama saat perayaan Idul Fitri, akan tetapi lebaran merupakan produk budaya dari kaum muslimin Nusantara. Maka terhimpun dalam lebaran itu berbagai tradisi menarik, semisal mudik, ketupat, takbiran, saling berkunjung, mengantar hantaran, dan lain sebagainya.

Apakah tradisi lebaran itu diperbolehkan dalam Islam?

Inilah salah satu dari keindahan ajaran Islam, yang demikian terbuka bagi perkembangan peradaban manusia. Apapun hal-hal baik yang diciptakan umat, tentunya dengan merujuk kepada ajaran Islam, maka tradisi tersebut dapat diterima sebagai kreatifitas akal budi manusia.

Sebagaimana dalam kajian ushul fiqh dikenal istilah ‘Urf. Apakah ‘Urf itu?

Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqih (2010: 148) menyebutkan, definisi ‘Urf adalah sesuatu yang telah dikenal manusia dan menjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu. 'Urf juga disebut dengan adat.

Tradisi atau adat istiadat itulah yang dapat digolongkan sebagai bagian dari ‘Urf. Apa efeknya ya?

Di kebanyakan negara-negara mayoritas penduduknya muslim, rupanya suasana Idul Fitri cenderung adem ayem belaka. Kemeriahan mereka malah terasa di hari raya Idul Adha. Lain ceritanya di Indonesia, dimana Idul Fitri malah yang berbalut gempita.

Nah, tradisi lebaran sebagai hasil dari peradaban muslim Nusantara itulah yang banyak berjasa, yang membuat hari raya Idul Fitri demikian meriah, sehingga syiar keagamaan jadi demikian dahsyatnya. Begitulah dampaknya tatkala tradisi lebaran menjadi ‘Urf muslimin Indonesia.

Hanya saja, tradisi itu memang boleh diciptakan, tetapi tidak boleh yang mafsadat atau yang menimbulkan kerusakan, apalagi sampai melanggar aturan-aturan agama. Ini saja yang penting dijaga secermat mungkin, selebihnya Islam membuka ruang untuk kreatifitas budaya yang baik.

Sehingga, dalam menjalankan atau mengembangkan tradisi lebaran, ada sejumlah aspek yang perlu dijaga:

Pertama, hindari mubazir

Coba cermati lebih jeli, berapa banyak makanan dan minuman yang terbuang selama berlebaran. Penyebabnya, berpangkal dari semangat berbelanja dan memasak yang tidak sebanding dengan kemampuan menghabiskannya.

Seandainya makanan itu dibagi-bagikan, betapa banyak pahala yang diraup dan berapa banyak perut yang terselamatkan.

Ada kisah sepasang suami istri yang bongkar-bongkar lemari. Ibarat membuka peti harta karun, yang ditemukan justru banyak pakaian bagus yang belum pernah dipakai. Setiap kali lebaran mereka berbelanja seperti lepas kendali, setelah berbilang tahun berlalu hasilnya tumpukan pakaian bagus yang belum tersentuh.

Keduanya bersyukur tidak perlu shopping lebaran tahun ini, sekaligus terhindar dari dosa mubazir. Kerennya lagi, pasangan itu memutuskan untuk berbagi pakaian bagus di hari raya.

Setiap rezeki yang dianugerahkan pastinya akan kita pertanggungjawabkan di mahkamah Ilahi. Perilaku mubazir adalah bentuk perbuatan setan yang tentu saja akan menjadi petaka dunia akhirat. Jangan sampai kita membangun tradisi lebaran yang justru membahayakan peluang menikmati surga.

Kedua, jauhi sombong

Lebaran yang bermegah-megah itu pun dapat menjerumuskan kepada kesombongan. Itulah suatu sifat buruk yang membuat iblis diusir dari neraka, dan janganlah kita terjebak padanya. Idul Fitri nan suci jangan sampai tercemar oleh kesombongan, entah itu pakaian baru, perhiasan berkilau atau pun itu makanan lezat.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur