Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

PENGHUJUNG Ramadhan telah tiba. Banyak dari kita merasa takjub betapa cepat 30 hari berlalu.

Rasanya baru kemarin bersiap-siap menyambut datangnya bulan suci, kini bulan penuh rahmat dan ampunan ini akan meninggalkan kita.

Bagi sebagian umat Muslim, yang memang bertekad untuk menjadikan Ramadhannya bermakna, yang bersuka-cita menjalani Ramadhan dengan ibadah sunnah demi ibadah sunnah, maka air matanya pasti mengalir deras.

Hati mereka begitu sedih berpisah dengan Ramadhan. Kehilangan momen istimewa yang disediakan Allah Swt. bagi hamba-Nya untuk berlomba menimbun pahala demi tercapainya tujuan takwa.

Hari-hari mereka terasa begitu indah karena terisi halawatul iman (manisnya iman) yang efeknya lebih dahsyat dari lonjakan adrenalin.

Betapa tidak, suasana bulan suci yang terasa damai dan tenteram membuat mereka tak merasa berat sedikit pun untuk melaksanakan puasa, tarawih, sedekah, tilawah, juga salat sunnah, hingga menunaikan zakat fitrah. Rangkaian ibadah yang selama 11 bulan belum tentu bisa dikerjakan setiap hari.

Sebaliknya, ada yang pula di antara kita (umat Islam) yang merasa biasa saja dengan berakhirnya Ramadhan, bahkan merasa senang karena terbebas dari puasa.

Bisa jadi, pikirannya pun sudah 'melanglang buana' di pertengahan Ramadhan. Berpikir a, b, c, dan seterusnya hingga berkuranglah ghirah (semangat) terhadap amalan Ramadhan. Menjalankan ibadah seadanya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku menyunnahkan bagi kalian salat malamnya. Maka barang siapa melaksanakan ibadah puasa dan salat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar (diampuni) dari dosa-dosanya sebagaimana dia dilahirkan oleh ibundanya." (HR. An-Nasa'i)

Pertanyaannya (yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri), apakah kita telah melakukan semua amal saleh di bulan Ramadhan berlandaskan iman dan ikhlas?

Nurani kitalah yang mampu menjawabnya.

Lalu ketika Idul Fitri tiba, apakah kita termasuk orang yang menang atau orang yang merugi?

Kita bisa melihat dua tanda berikut ini untuk menjawabnya.

Pertama, ketika kehidupan kita setelah Ramadhan justru banyak disibukkan dengan hal-hal yang sia-sia.

Kedua, ketika selepas Ramadhan tangan dan kaki terasa amat berat untuk melakukan amal saleh.

Patutlah kita bersedih manakala dua tanda itu ada pada kita. Karena itu berarti kita termasuk Muslim yang merugi dan tidak mendapat keberkahan Ramadhan.

Kita bahkan harus merasa takut karena dua hal tadi bisa jadi tanda Allah berpaling dari kita.

Na'udzubillah.

Sesal kemudian tidak berguna.

Jika pun kita tak mampu memenangkan Ramadhan, Idul Fitri hendaknya masih menghadirkan syukur di hati. Memuji Allah Swt. atas segala nikmat-Nya yang masih bisa kita rasakan hingga hari ini.

Semoga Allah mempertemukan kembali kita dengan Ramadhan di tahun depan untuk menghapus segala penyesalan kita.

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum.

Minal aidin wal faizin.

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur