Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

MENAKJUBKAN!

Puluhan tahun berlalu, perempuan yang sudah menemukan uban pertama di kepalanya kembali mengulang kata yang sama. Apapun terkait lelaki itu senantiasa membuat dirinya takjub, dari dahulu kala hingga sekarang.

Mantan tersebut seorang pria sukses. Tak perlu membahas kiprahnya di pentas nasional, karena dirinya telah berkibar-kibar di level internasional. Berbagai kegiatan penting telah melibatkan dirinya sebagai lakon. Entah bagaimana dunia ini terasa amat kecil bagi dirinya. Satu lagi yang tambah memukau, dirinya menjelma makin tajir.

Memang menakjubkan!

Kehidupan sang mantan yang berjaya menyisakan berbagai rasa yang campur aduk di dadanya; bangga, terharu, menyesal dan juga merana.

Padahal dulunya kan berpisah baik-baik sesudah taaruf yang tidak berhasil. Bahkan dua insan itu saling bermaaf-maafan segala supaya tidak ada hati yang terluka.

Tapi entah bagaimana dari taaruf singkat perempuan itu kadung jatuh cinta, itulah kesalahan yang berurat-akar di sanubarinya hingga kini. Begitulah liarnya perasaan!

Lantas mau bagaimana kalau kehidupan mantan ternyata jauh lebih baik setelah berpisah?

Pertanyaan ini menarik jika ditanggapi dengan pertanyaan pula, “Apakah kita menginginkan kehidupan sang mantan menjadi buruk? Bukankah itu harapan yang tidak baik?”

Banjir informasi yang kini menghantam kehidupan manusia kira-kira ada kemiripan dengan hidangan prasmanan. Dalam hidangan itu tersaji banyak sekali aneka macam makanan. Kemudian terjadilah kesalahan bagi sebagian pihak yang menyantap hampir seluruh hidangan, sehingga jika cara ini yang terus dipakai maka berbagai penyakit telah mengintai.

Padahal hidangan prasmanan itu menyediakan banyak pilihan bukan untuk diterkam semuanya, melainkan untuk dipilih secukupnya sesuai dengan kriteria sehat bagi diri.

Begitu pula banjir informasi, termasuk tentang sang mantan, apabila kita terus menelan seluruh beritanya tanpa saringan yang terjadi malah menyakiti diri kita sendiri.

Memang sih, kita tidak boleh mengharapkan kondisi yang buruk terjadi kepada mantan. Itu bukanlah akhlak yang terpuji.

Akan tetapi, bukan pula bijak jika terus terpesona dengan kondisi mantan yang berjaya. Masing-masing telah menjalankan hidup sendiri bersama keluarganya, dan rezeki setiap orang kan beda-beda.

Ini bukan perkara berjaya atau tidak, melainkan tentang siapa yang paling pandai mensyukuri nikmat dari Ilahi. Apabila kita gagal bersyukur, maka kehidupan kita akan terasa terus menyedihkan, dan kehidupan sang mantan terus terlihat memukau.

Sayangnya, terkadang hati yang liar itu menjerumuskan kepada perasaan yang tidak terkendali.

Harapan yang kembali bersemi malah berujung kepada rasa suka yang makin menggila, lalu terbitlah cinta terlarang itu atau bahkan perselingkuhan meski itu hati yang berbagi.

Kita hidup bukan menghambakan diri kepada perasaan, tidak pula merendahkan diri terhadap cinta buta. Ingatlah, cinta itu juga dapat membuat dua insan itu bermusuhan di akhirat.

Surat Az-Zukhruf ayat 67, artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”

Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir Jilid 13 (2021: 182) menerangkan, orang-orang yang berkawan dan saling mencintai ketika di dunia, pada hari kiamat sebagian mereka memusuhi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa karena persahabatan mereka terus berlanjut di akhirat.

Maknanya, setiap pertemanan dan persahabatan yang tidak diikat karena Allah Swt., pada hari kiamat berubah menjadi permusuhan kecuali yang diikat hanya karena Allah Swt. sebab, ikatan karena-Nya akan abadi.

Apabila mantan itu pernah menjadi teman dekat di hati, maka berhati-hatilah bahwa di antara mereka dapat saja menjadi musuh di akhirat nanti. Kok bisa ya?

Bagaimana tidak akan menjadi musuh, ketika teman tapi mesra itu membuat kita terbuai dalam perasaan yang liar sehingga mengabaikan tanggung jawab besar yaitu rumah tangga.

Ada suatu cinta hakiki yang dibingkai dalam kehalalan yang diridai Tuhan, yaitu pernikahan. Apabila ini yang dikorbankan demi suatu ketakjuban yang berhulu dari kelemahan hati, maka janganlah bermain api, karena yang dibakarnya sampai ke neraka.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur