AMINAH binti Wahb adalah kembang mewangi kebanggaan kota Mekah. Dengan kepribadian yang dibaluti akhlak mulia membuat keindahan dirinya memukau banyak hati. Namun, Aminah merupakan mutiara yang memelihara kehormatan diri dan keluarga. Dia tidak terjerumus dalam pergaulan bebas, dan tidak pula tercemar oleh tradisi buruk Jahiliyah.
Bassam Muhammad Hamami dalam buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam (2017: 9-10) menerangkan, Aminah binti Wahb adalah wanita Quraisy yang terbaik, baik nasab maupun kedudukannya. Aminah adalah putri pembesar Bani Zahrah. Ibunya adalah Labirah binti Abdil Uzza bin Utsman bin Abduddar bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr. Ia lahir pada pertengahan abad ke 6 M, dari keluarga yang dianggap sebagai kabilah yang paling terhormat dan memiliki keturunan termulia.
Gadis-gadis Mekah menjadikan nama Abdullah sebagai buah bibir mereka. Akhlak terpuji menjadikan Abdullah penuh pesona. Selain ketampanannya yang menawan, orang-orang menyebut wajahnya tampak bercahaya nan memukau. Aminah juga memantau perkembangan pemuda yang terlihat anggun dengan kharismanya itu.
Syaikh Abdurrahman Yakub dalam bukunya Pesona Akhlak Rasulullah Saw. (2005: 37) mengungkapkan, Abdullah tumbuh dewasa di bawah perlindungan dan bimbingan orang tuanya.
Abdullah adalah pemuda yang tiada duanya pada masa itu. Dia memiliki keistimewaan berupa akhlak mulia, tabiat yang terpuji, dan selalu menghindari perbuatan keji di masyarakat.
Saat baru beranjak dewasa, berpasang-pasang mata memandang dan banyak hati berdebar. Tiap orang tua menginginkan Abdullah untuk anak perempuannya. Tiap pemudi mengharapkan dapat menjadi belahan jiwanya. Banyak perempuan yang tertarik dan menawarkan dirinya. Namun, dia selalu berpaling -dengan penjagaan Allah- dari perbuatan keji dan tidak senonoh sebagai tanda untuk memuliakan anak tercinta yang akan lahir dari tulang rusuknya.
M. Quraish Shihab dalam bukunya Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw. Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits Shahih (2011: 189) mengungkapkan, ketampanan Abdullah pun menjadi pembicaraan masyarakat. Beberapa riwayat menyatakan bahwa sekian banyak wanita yang menawarkan diri untuk menjadi pasangannya, tetapi ditolaknya. Karena terlihat di raut mukanya ada sesuatu yang sangat agung, yang dipercaya sebagai pertanda bahwa ia menampung dalam dirinya benih sosok yang sangat agung.
Ternyata kediaman Aminah maupun Abdullah tidaklah berjauhan, sehingga kontak mata hingga juga kontak hati dapat saja terjadi. Dan ada kejadian menarik yang membuat letak rumah keduanya cukup berdekatan.
Pada bukunya Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw. (2011: 191) diterangkan, ketika terlaksana pembagian lokasi pemukiman –dekat Ka’bah- oleh suku Quraisy, ternyata perumahan keturunan Abd Manaf dan Zuhrah berdampingan ke arah pintu Ka’bah. Pertetanggaan ini tidak mustahil menjadikan mereka saling tahu dan anak-anak mereka semakin akrab. Tidak mustahil pula bahwa mata Aminah, ibu Rasul saw., pernah melihat Abdullah, ayah Nabi saw. Demikian juga sebaliknya, Abdullah pasti juga pernah melihat Aminah.
Dan Aminah tetap menjadi mutiara yang memelihara kehormatan dirinya dalam pergaulan, dan tidak perlu baginya mengajukan diri kepada lelaki manapun. Mutiara itu akan terus memancarkan cahayanya tanpa perlu menjajakan diri. Antara Aminah dan Abdullah tidak ada hubungan khusus yang mengganggu kesucian hati. Sebagai bunga kota Mekah, Aminah merupakan teladan dalam pergaulan yang mulia.
Sementara itu pesona Abdullah kian memukau banyak perempuan ketika dirinya tumbuh menjadi pemuda dewasa. Di antaranya pernah seorang perempuan cantik dari keluarga bangsawan Quraisy mengajukan tawaran menikah. Tak tanggung-tanggung, dia menggoda Abdullah dengan hadiah pernikahan seratus ekor unta.
Namun, sama sekali Abdullah tidak tertarik kepadanya atau pun pada iming-iming hadiahnya. Pemuda tersebut mempercayakan pilihan jodohnya agar dicarikan oleh ayahnya, Abdul Muthalib.
Sebagai tokoh berpengaruh di Mekah, Abdul Muthalib dari Bani Hasyim itu tentu memiliki pergaulan yang luas. Dia mulai menimbang-nimbang gadis baik yang sepadan dengan kemuliaan akhlak Abdullah.
Perhatian Abdul Muthalib tertuju kepada gadis yang menjadi buah bibir masyarakat Mekah. Dia adalah putri dari tokoh Bani Zuhrah, namanya Aminah binti Wahb.
Hari itu menjadi hari yang paling mendebarkan hati Aminah, ketika Abdul Muthalib dan putranya berkunjung ke rumah. Debaran-debaran itu kian terasa indahnya saat Abdul Muthalib mengajukan lamaran kepada keluarga Aminah untuk putranya Abdullah.
Ayah Aminah bernama Wahb bin Abdul Manaf bin Zuhrah menyambut lamaran sahabatnya dengan suka cita. Terlebih lagi putri kebanggaannya Aminah juga menerima lamaran dengan bahagia.
Kembang Mekah tersebut seperti mendapatkan purnama yang jatuh dalam dekapannya. Aminah bersyukur kepada Tuhan yang menganugerahinya calon suami yang akan memelihara dirinya dunia akhirat. Bersama Abdullah ia mengharapkan kebahagiaan yang sebenar-benarnya. Kini harapan itu telah di pelupuk mata, dan kedua keluarga terus berunding tentang persiapan acara pernikahan.
Kabar perjodohan Aminah dan Abdullah pun tersiar, yang disambut baik oleh penduduk Mekah. Keduanya dipandang sebagai pasangan serasi, khususnya dalam perpaduan kepribadian yang terpuji.
Para sahabat Aminah mulai berdatangan menyampaikan ucapan selamat. Teman-temannya memuji betapa beruntungnya Aminah dinikahi Abdullah, pemuda Mekah yang bertabur pesona.
Pada hari yang telah disepakati, keceriaan meliputi kota Mekah ketika Abdullah resmi menikahi Aminah.
Dalam tradisi masyarakat Arab saat itu, pernikahan digelar di kediaman mempelai perempuan. Tiga hari tiga malam kenduri pernikahan yang meriah digelar, dihadiri oleh para tokoh serta para undangan terhormat. Aminah telah resmi menjadi istri dan di sampingnya berdiri gagah suami tercinta yang akan membimbingnya menuju mahligai surga.
Barulah di hari keempat Abdullah memohon izin kepada mertua untuk memboyong istrinya. Aminah pun meninggalkan rumah orang tuanya, tempat dirinya dilahirkan dan dibesarkan penuh kasih. Kembang Mekah itu pindah ke rumah yang telah disiapkan oleh Abdullah. Aminah terharu diboyong ke sebuah rumah yang cukup luas di masa itu, yang menjadi bukti kesiapan Abdullah dalam menyongsong pernikahan.
M. Quraish Shihab (2011: 193) menceritakan kondisi rumah yang disiapkan Abdullah untuk Aminah, yakni sebuah rumah dengan tangga terbuat dari batu menuju pintu dari arah utara menuju satu ruangan luas yang panjangnya sekitar dua belas meter dengan lebar enam meter. Kemudian dari arah dindingnya yang sebelah kanan pintu menuju satu qubbah (ruangan bulat semacam kemah), di tengahnya condong ke arah dinding sebelah barat ada ranjang yang terbuat dari kayu untuk pembaringan kedua mempelai.
Demikianlah Allah menakdirkan perjodohan yang berhasil, yang menjadi bibit unggul untuk kelahiran manusia terbaik sepanjang masa. Nabi Muhammad berasal dari silsilah keluarga yang terhormat, yang kemuliaan mereka terjaga dalam bingkai akhlak mulia. Baik ayah maupun ibu Rasulullah merupakan manusia unggulan yang tidak tercemar oleh kerusakan moral akibat kejahiliyahan yang mengotori Mekah saat itu.
KOMENTAR ANDA