KISAH percintaan insan berbeda keyakinan semakin banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Ada yang ngotot pada awalnya, lalu memilih berpisah pada akhirnya. Menyadari bahwa tanpa iman yang sama, akan sulit berjalan bersama. Namun ada pula yang bersikeras menjalani kebersamaan dalam perbedaan.
Ihwal kisah kasih dua sejoli, kita kiranya bisa merenungi romansa kehidupan Zainab binti Muhammad ra. Dikutip dari Sejarah Rasulullah karya al-Hafidz Abdul Ghani bin Abdul Wahid al-Maqdisy dan Biografi Putri-Putri Rasulullah karya al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahaman Anisah bintu ‘Imran.
Dari kisah Zainab, kita tahu bahwa cinta tak cukup untuk menyatukan dua hati manusia. Karena jalan yang berbeda tak memungkinkan mereka untuk seiring sejalan.
Inilah kisah Zainab, putri Rasulullah dan Khadijah binti Khuwailid ra., yang lahir di Makkah tahun 600 Masehi.
Semasa sang ibu masih hidup, Zainab yang menawan dipinang Abul Ash bin Rabi. Laki-laki itu adalah sepupu Zainab, anak dari Halah binti Khuwailid, saudara ibunya.
Khadijah menghadiahkan sebuah kalung untuk pernikahan putrinya. Dari pernikahan tersebut, Abul Ash dan Zainab memiliki dua anak yaitu Umamah dan Ali.
Pernikahan Zainab terjadi sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu. Dan setelah wahyu pertama diturunkan Allah Swt. melalui malaikat Jibril, Rasulullah mengajak semua anggota keluarganya untuk memeluk Islam.
Zainab pun menerima hidayah Islam dalam hatinya, namun tidak suaminya. Abul Ash memilih untuk bertahan pada agama leluhurnya. Ia memilih jalan yang berbeda dari istri dan ayah mertuanya.
Meski kaum musyrik mendesak Abul Ash untuk segera menceraikan Zainab, Abul Ash menolaknya.
Hingga saat Rasulullah hijrah ke Madinah, Zainab masih bertahan di Makkah. Berbakti pada suaminya.
Hingga tibalah perang Badar di tahun kedua setelah hijrah.
Pasukan Muslim memenangkan perang. Sebanyak 70 orang musyrik terbunuh dan 70 lainnya menjadi tawanan perang. Abul Ash adalah salah satu di antara tawanan perang Badar.
Penduduk Makkah kemudian mengirimkan uang tebusan untuk membebaskan para tawanan perang. Di dalamnya, terselip seuntai kalung milik Zainab yang merupakan pemberian almarhumah sang ibu.
Saat melihat kalung itu, Rasulullah terharu mengingat Siti Khadijah yang telah tiada dan betapa ia merindukan putrinya.
Ia pun bertanya kepada para sahabat, jikalau mereka bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab sekaligus mengembalikan kalung Zainab. Para sahabat pun mengiyakannya.
Rasulullah kemudian meminta Abul Ash agar mengizinkan Zainab untuk pergi ke Madinah. Rasul mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang penduduk Anshar untuk menjemput putrinya.
Zainab pun meninggalkan sang suami yang masih berkubang dalam kesyirikan untuk menapaki jalan Islam mengikuti ayahanda tercinta.
Menjemput Hidayah
Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul Ash pergi ke Syam bersama rombongan membawa barang dagangan penduduk Makkah. Dalam perjalanan, mereka dihadang 170 anggota pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus Rasulullah saw.
Pasukan Muslimin menawan mereka dan mengambil barang-barang bawaan mereka. Namun Abul Ash berhasil meloloskan diri.
Kala hari diliputi beranjak gelap, Abul Ash menemui Zainab untuk meminta perlindungan. Dan ketika Subuh tiba, saat Rasulullah dan para sahabat menunaikan salat Subuh, terdengar seruan Zainab.
“Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Abul Ash bin Rabi!”
Seusai salat, Rasulullah tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
Rasulullah segera menemui Zainab dan menasihati putrinya. “Wahai putriku, muliakanlah dia. Namun jangan sekali-kali dia mendekatimu karena dirimu tidak halal baginya.”
Zainab menjawab bahwa Abul Ash datang semata untuk mencari harta penduduk Makkah yang dirampas di tengah perjalanan.
Rasulullah kemudian mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah.
“Sesungguhnya Abul Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian tahu, dan kalian telah mengambil hartanya sebagai fai (harta yang didapat dari nonMuslim dengan cara damai tanpa peperangan) yang diberikan Allah. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta tersebut kepada Abul Ash. Namun jika kalian enggan, kalian lebih berhak atas harta tersebut,” ujar Rasulullah.
KOMENTAR ANDA