SEKETIKA pernikahan langsung memberi perubahan besar pada diri Aminah binti Wahb. Cahaya agung itu kini telah berpindah kepada dirinya, memancar dari raut mukanya nan elok. Hal yang dirasakan oleh masyarakat Mekah, yang mengakui cahaya penuh pesona yang semula terdapat pada Abdullah, kini malah memancar pada diri Aminah.
Sebelumnya banyak perempuan yang mendambakan Abdullah, selain ketampanan dan kebaikan akhlaknya, juga terutama disebabkan ada cahaya suci yang memancar pada dirinya. Setelah menikahi Aminah hingga melakukan hubungan suami istri, maka satu per satu perempuan itu tidak berminat lagi terhadap Abdullah. Malahan mereka menyaksikan cahaya keagungan itu telah menjadi miliknya Aminah.
Abdul Karim Al-Khathib dalam buku Muhammad Saw.: Manusia Paling Sempurna, Nabinya Para Nabi (2021: 189) mengisahkan Abdullah berjumpa dengan perempuan yang pernah mengajukan diri agar dinikahinya. Ketika itu Abdullah menolak, dan setelah menikahi Aminah tidak terlihat lagi ketertarikan perempuan itu kepada Abdullah. Kemudian terjadilah percakapan yang menarik di antara keduanya:
Abdullah bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?”
Perempuan itu menjawab, “Aku berjalan lalu bertemu denganmu. Di antara kedua matamu ada cahaya putih. Kemudian, aku mengajakmu, tetapi engkau enggan. Lalu, engkau menemui Aminah, dan cahaya itu kini telah hilang.” Perempuan itu bernama Qatilah binti Naufal, saudari Waraqah bin Naufal.
Cukup banyak perempuan Quraisy yang menawarkan diri, yang hendak dinikahi oleh Abdullah, dan uniknya, semua mundur teratur dengan alasan yang sama, yakni tentang cahaya.
Abdurrahman bin Abdul Karim dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad Saw.: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya (2016: 104-105) menerangkan beberapa jawaban dari sejumlah perempuan kepada Abdullah:
Ruqaiyah menjawab, “Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini aku tidak memerlukanmu lagi.”
Fatimah binti Murr berkata, “Hai Abdullah, aku bukan seorang wanita jahat, tetapi aku melihat cahaya di wajahmu. Karena itu, aku ingin memilikimu. Namun, Allah tak mengizinkan, kecuali memberikannya kepada orang yang dikehendaki-Nya.
Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila al-Adaiyah, “Dulu, aku melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu, karena itu aku mengharapkanmu. Namun, engkau menolak. Kini, engkau telah mengawini Aminah, dan cahaya itu telah lenyap darimu.”
Tuhan telah menitipkan benih manusia agung yang akan menjadi nabi penutup itu di sulbi Abdullah, sehingga membuat cahaya pesona itu memancar di mukanya. Begitu menikahi Aminah dan melakukan hubungan intim, benih itu seketika berpindah ke rahim suci, sehingga giliran wajah Aminah yang memancarkan cahaya.
Ath-Thabari dalam buku Muhammad di Makkah dan Madinah (2019: 79-81) mengungkapkan, Fatimah binti Murr mengumandangkan sajak:
Aku melihat tanda yang bersinar dan berkilau dalam awan hujan yang hitam.
Aku mengenalinya sebagai cahaya yang terang yang melingkar seperti bulan purnama.
Aku mengharapkannya sebagai sumber kebanggaan yang bisa kubawa dan kumiliki, tapi tak setiap orang yang menggesekkan batu biasa membuat api.
Demi Tuhan, tak ada wanita Zahrah lain yang bisa memiliki cahayamu selain Aminah, tapi ia belum menyadari apa yang ia miliki.
Tidak semua keberuntungan yang diwarisi si lelaki muda berasal dari ketetapan hati, tidak juga berasal dari apa yang melepaskannya dari kelengahan.
Jadi ketika kamu menginginkan sesuatu, pahamilah batasanmu, karena dua kakek yang bersatu akan memastikannya untukmu.
Baik sebuah tangan yang jemarinya mengepal atau sebuah tangan lainnya yang jari jemarinya terulur, yang akan memastikannya padamu.
Ketika Aminah menanggung apa yang ia kandung darinya, ia membawa kejayaan tiada tara.
Cahaya yang berpindah itu terlebih dahulu dipahami oleh masyarakat Mekah. Kemudian petunjuk itu kian kentara ketika Aminah mengalami mimpi yang benar, suatu mimpi yang menyingkap rahasia agung yang tengah bersemayam pada dirinya.
Bassam Muhammad Hamami dalam buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam (2017: 10) menceritakan, Aminah binti Wahb terbangun di tengah malam dengan gemetar karena mimpi yang menghampirinya. Ia bercerita kepada Abdullah bahwa dirinya bermimpi seolah ada seberkas cahaya merekah dari dirinya yang lembut kemudian menerangi dunia di sekelilingnya. Bahkan, ia seakan melihat istana-istana di negeri Syam.
Dalam kondisi tersebut, Aminah mendengar ada suara yang berbicara kepadanya, “Sesungguhnya, engkau telah mengandung junjungan umat ini.”
Aminah teringat sebelumnya seorang juru ramal dari Quraisy, Sauda’ binti Zahrah al-Kilabiyyah, pernah mengatakan kepada Bani Zahrah, “Sungguh di antara kalian akan ada seorang pembawa peringatan. Orang yang melahirkan seorang pembawa peringatan.”
KOMENTAR ANDA