PERNAH dengar istilah beauty privilege?
Secara sederhana, istilah tersebut merujuk pada keuntungan yang didapat seseorang (terutama perempuan) untuk mendapatkan keinginannya karena memiliki paras yang menawan.
Para selebriti berwajah cantik menjadi salah satu contoh bagaimana beauty privilege ‘bekerja’.
Meskipun pada akhirnya kecantikan bukanlah segalanya tanpa bakat, tapi tetap saja menjadi pintu masuk menuju popularitas.
Tak sedikit perempuan yang tidak menyia-nyiakan beauty privilege yang mereka miliki. Mereka memanfaatkan kecantikan demi meraih ambisi dalam urusan karier hingga jodoh. Menabrak aturan tak masalah. Toh, banyak orang luluh dengan paras cantik mereka. Siapa sih, yang tidak suka berdekatan dengan perempuan cantik?
Namun tidak semua perempuan berwajah cantik melakukan itu.
Salah satu kisah datang dari seorang psikolog muda yang selalu dipuji kecantikannya. Siapa sangka, beauty privilege ternyata pernah begitu menyiksanya.
Menjadi cantik sejak kecil, ia justru tidak percaya diri dengan kecantikannya. Seiring ia bertambah usia, ia ingin orang memandang dirinya berdasarkan potensi dan kecerdasannya.
Apa daya, lebih banyak orang melihatnya sebagai “perempuan cantik yang beruntung memiliki kesempatan meniti karier”. Terlebih lagi di negara kita, masih banyak penilaian yang dipengaruhi penampilan fisik.
Walhasil, beauty privilege justru memacunya untuk bekerja lebih keras dibandingkan perempuan lain.
Karena tak ingin dipandang sekadar sebagai ‘boneka cantik’, ia ingin dihargai karena kapabilitasnya.
Ia kemudian memilih untuk mengukir prestasi. Menjadi mahasiswa terbaik di almamaternya lalu menjalani karier sesuai passion. Di usia muda, ia sukses memiliki kantor dan tim sendiri. Namun, masih saja ada orang berpikir bahwa keberhasilan yang diraih dalam waktu yang terbilang singkat itu adalah buah dari beauty privilege yang tidak dimiliki perempuan cerdas lainnya.
Betul kiranya, kecantikan adalah anugerah namun bisa menjadi bencana bagi siapa yang tak mampu menjaganya dengan baik.
Dalam sejarah Islam, Siti Sarah istri Nabi Ibrahim as. disebut-sebut sebagai perempuan tercantik.
Kecantikannya bahkan memukau seorang Raja Mesir. Namun ketaatannya kepada Allah Swt. menjaganya dari berbagai gangguan.
Perihal paras rupawan, kita tahu ini bukan monopoli perempuan. Nabi Yusuf as. dikenal karena ketampanan yang membuat para perempuan tak merasakan sakit meski jari tangan mereka teriris pisau. Nabi Yusuf adalah cicit Siti Sarah.
Kisah Nabi Yusuf as. yang menghindari godaan Zulaikha adalah bukti bahwa ketakwaanlah yang menjaganya dari kemungkinan berbuat maksiat.
Selanjutnya ada Maryam, Khadijah, dan Aisyah, tiga nama perempuan dalam Islam yang disebut sebagai perempuan cantik. Mereka bukan hanya memiliki paras yang menarik hati melainkan juga akidah, kecerdasan, ketakwaan, dan ketangguhan yang luar biasa.
Kecantikan, bagaimana pun juga menjadi salah satu kriteria perempuan untuk dinikahi. Karena kecantikan adalah sesuatu hal yang objektif, maka definisi perempuan cantik bagi seorang laki-laki bisa jadi berbeda dengan laki-laki lainnya.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Kecantikan merupakan sebuah pesona yang membuat suami bahagia saat melihat istrinya. Dan kita pun memahami bahwa kebahagiaan itu tak hanya berakar dari penampilan fisik.
Pada akhirnya, hati nan bersih, akhlak yang santun, tutur kata yang lembut, dan kepatuhan kepada suami, semua itulah yang membuat istri terlihat semakin cantik di mata suami.
Sungguh, itu bukan sekadar kata-kata penyemangat.
Ketika seorang perempuan memiliki penampilan lahir (yang dianggap banyak orang) biasa saja, namun ia memiliki kepercayaan diri yang baik, maka pesonanya akan terpancar. Saat itulah orang melihatnya sebagai sosok yang cantik.
Senyumnya yang tulus, gesturnya yang anggun, dan cara bicaranya yang luwes memancarkan ‘kecantikan’ yang tak bisa didefinisikan secara fisik.
KOMENTAR ANDA