SUDAHLAH cantik jago pula berdandan, ya bagaimana suaminya tidak betah berlama-lama di sisinya.
Namun, perempuan itu tidak tenang begitu saja dalam urusan bersolek. Justru tiap kali memakai kosmetika, hatinya berdebar-debar. Wanita itu tidak mau gara-gara make up dirinya malah melanggar aturan agama. Dia ingin makin cantik dalam keridaan Ilahi.
Syukurlah wanita itu rajin membaca, dan sampailah pada suatu referensi yang mulai membuatnya lega.
Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam buku Fikih Sunnah Wanita Referensi Fikih Wanita Terlengkap (2017: 450) menguraikan, dibolehkan bagi wanita untuk memakai make up yang disukainya dengan tujuan berhias untuk suaminya, Nabi Muhammad saw. telah bersabda, “Sebaik-baik wewangian wanita adalah yang tampak warnanya dan samar aromanya.”
Dalil lain yang menguatkannya adalah hadis dari Anas, “Bahwa Abdurrahman bin Auf datang menemui Rasulullah dan padanya terdapat bekas warna kekuningan, maka Nabi Muhammad bertanya kepadanya, dan ia memberitahukan beliau bahwa ia telah menikahi seorang wanita Anshar.”
An-Nawawi berkata, “Warna kekuningan itu mengenainya dari sisi istrinya.” Oleh karena itu, maka ini merupakan dalil bahwa wanita boleh memakai make up dan kosmetika.
Akhirnya, Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim membuat kesimpulan, seorang wanita boleh memakai make up selama ia tidak menampakkannya kecuali kepada orang-orang yang dibolehkan Allah untuk diperlihatkan kepada mereka, dan selama tidak mengandung unsur tipuan terhadap siapapun, dan juga selama itu tidak menimbulkan bahaya yang besar terhadap kulit wanita tersebut. Sebagian dokter menyebutkan bahwa make up berbahaya bagi kulit, jika ini memang benar maka tidak boleh memakainya.
Kulit memang bagian paling terluar yang paling penting dipelihara dengan baik. Sehingga perlu lebih berhati-hati lagi dengan kosmetika, jangan sampai yang terpakai justru yang berpotensi merusak kualitas kulit perempuan.
Bukan bermakna persoalan kosmetika sudah aman-aman saja, berhati-hatilah karena tidak semua make up memberikan kenyamanan bagi kesehatan. Ingin cantik tapi malah sakit, tentulah bukan sesuatu yang diharapkan dari penggunaan kosmetika.
Selain daripada itu, aspek halal haram hendaknya juga menjadi perhatian utama, sebab seorang muslimah tidak akan melakukan apapun kecuali yang diredai Allah swt.
Ternyata cukup banyak bahan kritis yang dilarang dalam Islam, tetapi malah dijadikan bagian dari kosmetika. M. Hamdan Rasyid dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari (2016: 880) menguraikan:
1. Kolagen
Kolagen bisa berasal dari sapi atau babi. Oleh karena itu, kaum hawa harus pandai-pandai memilih kosmetika yang menggunakan bahan kolagen dan elastin dari hewan yang halal (sapi), bukan dari hewan yang haram (babi).
2. Ekstrakplasenta
Kosmetika berplasenta memiliki efek yang signifikan untuk mencegah penuaan kulit, serta mampu meremajakan kulit, mengatasi keriput kulit, menghaluskan dan melembutkan kult, dan membuat kulit segar sebagaimana kulit bayi. Beberapa perusahaan kosmetika menggunakan plasenta manusia.
Kosmetika atau obat-obatan yang terbuat dari plasenta binatang yang diharamkan atau dari manusia hukumnya haram.
3. Amnion
Cairan Amnion, adalah cairan ketuban yang berada di sekitar janin dalam kandungan. Keuntungan penggunaan cairan amnion kurang lebih sama dengan plasenta, tetapi penggunaannya terbatas pada pelembab, lotion , shampo serta produk perawatan kulit dan kepala.
Barangkali disebabkan banyaknya peminat kosmetika yang membuat produk ini malah menjadi rawan dirasuki berbagai bahan yang tidak aman. Boleh jadi pula dikarenakan demi memacu perkembangan inovasi di bidang kecantikan, yang terkadang malah ikut melibatkan bahan-bahan yang diharamkan agama.
Apapun akar masalahnya, bagi setiap muslimah kewaspadaan perlu ditingkatkan. Seperti potensi bahan haram kolagen, plasenta, dan amnion hanyalah contoh dari berbagai bahan haram yang sangat mungkin dimasukkan dalam kosmetika. Dan janganlah sampai terjadi hanya demi mengejar kecantikan malah mengorbankan agama.
Barangkali kita pernah melihat ibu-ibu berjilbab di luar negeri, terlebih di negara mayoritas nonmuslim, yang lama sekali mengamati produk kecantikan. Ya, mereka perlu menghapal di dalam kepala nama-nama bahan yang diharamkan agama, kemudian memeriksa di kemasan produk tersebut.
Syukurnya, di Indonesia tercinta konsumen dibantu dengan adanya logo halal. Jadi, sebagai bukti kecintaan terhadap aturan agama, maka muslimah hendaknya memastikan pemakaian produk kecantikan yang berlogo halal tersebut.
KOMENTAR ANDA