Para pengungsi Ukraina istirahat di dekat stasiun kereta Krakow guna menunggu penempatan penampungan pada 6 Maret 2022/ Foto: Getty images
Para pengungsi Ukraina istirahat di dekat stasiun kereta Krakow guna menunggu penempatan penampungan pada 6 Maret 2022/ Foto: Getty images
KOMENTAR

BADAN Pengungsi PBB UNHCR mengumumkan informasi mengejutkan seputar jumlah pengungsi yang tersebar di seluruh dunia.

Perang dan konflik lainnya telah mendorong para penduduk suatu wilayah atau suatu negara melarikan diri dari konflik, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, dan penganiayaan.

Secara mengejutkan, untuk pertama kalinya dalam sejarah, UNHCR mencatat 100 juta orang menjadi pengungsi di seluruh dunia (22/5/2022).

“Seratus juta adalah angka yang mencolok—serius dan mengkhawatirkan. Ini rekor yang seharusnya tidak pernah dibuat,” kata Komisaris Tinggi UNHCR, Filippo Grandi, dilansir laman resmi United Nations.

“Ini harus menjadi peringatan untuk menyelesaikan dan mencegah konflik yang merusak, mengakhiri penganiayaan, dan mengatasi penyebab mendasar yang memaksa orang yang tidak bersalah meninggalkan rumah mereka”.

Menurut UNHCR, jumlah orang yang dipindahkan secara paksa di seluruh dunia naik menjadi 90 juta pada akhir tahun 2021. Angka itu didorong gelombang baru kekerasan atau konflik berkepanjangan di sejumlah negara termasuk Ethiopia, Burkina Faso, Myanmar, Nigeria, Afghanistan, dan Republik Demokratik Kongo.

Ditambah lagi pada tahun 2022, perang di Ukraina menyebabkan 8 juta orang kehilangan tempat tinggal mereka dan memaksa sekitar 6 juta orang meninggalkan negara itu.

Angka 100 juta orang yang dipindahkan secara paksa di seluruh dunia mewakili 1 persen dari populasi global dan setara dengan negara terpadat ke-14 di dunia.

Jumlah tersebut termasuk pengungsi dan pencari suaka serta 53,2 juta orang yang mengungsi di dalam perbatasan karena konflik.

“Respons internasional terhadap orang-orang yang melarikan diri dari perang di Ukraina sangat positif,” ujar Filippo.

“Belas kasih itu menyala, dan kami membutuhkan mobilisasi yang sama untuk semua krisis di seluruh dunia. Tapi pada akhirnya, bantuan kemanusiaan bersifat paliatif (hanya meredakan rasa sakit, bukan mengobati dan menghilangkan penyebab sakitnya). Untuk mengubah keadaan, satu-satunya jawaban adalah perdamaian dan stabilitas sehingga orang yang tidak bersalah tidak dipaksa untuk bertaruh antara bahaya akut di rumah atau pelarian berbahaya dan pengasingan," tegasnya.

Pekan lalu, Organisasi Internasional untuk Migrasi menginformasikan bahwa rekor 59,1 juta orang mengungsi di Tanah Air mereka tahun lalu, empat juta lebih banyak dibandingkan tahun 2020.

Adapun konflik dan kekerasan memicu 14,4 juta pengungsi internal pada tahun 2021, meningkat hampir 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara peristiwa terkait cuaca seperti banjir, badai, dan topan mengakibatkan sekitar 23,7 juta perpindahan internal pada tahun 2021, terutama di kawasan Asia-Pasifik.

 

 

 

 

 

 




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News