SD Robb terletak di lingkungan perumahan sederhana di Uvalde, Texas. Para korban yang meninggal dunia adalah 19 murid kelas empat dan dua guru yang berada dalam satu ruangan/ Net
SD Robb terletak di lingkungan perumahan sederhana di Uvalde, Texas. Para korban yang meninggal dunia adalah 19 murid kelas empat dan dua guru yang berada dalam satu ruangan/ Net
KOMENTAR

DUKA dirasakan keluarga dan kerabat korban penembakan massal di SD Robb, Uvalde, sebelah barat San Antonio, Texas, Amerika Serikat yang terjadi Selasa waktu setempat (24/5/2022).

SD Robb terletak di lingkungan perumahan sederhana di Uvalde. Para korban yang meninggal dunia adalah 19 murid kelas empat dan dua guru yang berada dalam satu ruangan.

Hal Harrell, pengawas Sekolah Independen Konsolidasi Uvalde mengungkapkan betapa hatinya hancur melihat peristiwa berdarah tersebut.

"Kami komunitas kecil, kami membutuhkan doa Anda semua untuk membantu kami melewati semua ini," ujarnya kepada awak media.

Tak hanya korban meninggal, belasan orang termasuk anak-anak dan petugas juga terluka akibat tembakan yang dilepaskan Salvador Ramos, remaja 18 tahun. Ia diketahui membeli dua senjata beberapa hari setelah ulang tahunnya.

Keluarga telah mengidentifikasikan para korban meninggal.

Mereka adalah Eva Mireles dan Irma Garcia (guru), Uziyah Garcia, Xavier Lopez, Amerie Jo Garza, Jose Flores Jr., Alithia Ramirez, Annabelle Guadalope Rodriguez, Eliahana Cruz Torres, Eliahna Garcia, Rojelio Torres, Jacklyn Cazares, Jailah Nicole Silguero, Jayce Carmelo Luevanos, Alexandria Aniyah Rubio, Tess Mata, Makenna Lee Elrod, Navaeh Bravo, Miranda Mathis, Layla Salazar, dan Maite Rodriguez.

Dua guru dan para murid yang meninggal dunia dalam penembakan massal itu dikenal sebagai sosok yang sangat dicintai oleh keluarga dan sahabat mereka.

Eva Mireles misalnya, telah berpengalaman sebagai guru selama 17 tahun. Atau salah satu siswa, Eliahna Garcia (10) adalah seorang gadis kecil ceria yang suka menyanyi, menari, dan bermain basket.

Uvalde adalah kota berpenduduk 16.000 orang yang sebagian besar adalah orang Latin, berlokasi 120 kilometer dari perbatasan Meksiko.

Komunitas di Uvalde terbilang erat, dengan banyak keluarga yang telah menetap selama beberapa generasi. Menurut pendeta Joe Ruiz, semua orang saling terhubung. Salah satu guru yang meninggal dunia adalah istri sepupunya.

Polisi Kurang Sigap?

Sejumlah saksi mengatakan mereka frustasi karena polisi tidak segera menyerbu masuk setelah sejumlah tembakan terdengar. Peristiwa tersebut berlangsung lebih dari 40 menit dan berakhir ketika Salvador ditembak mati tim Patroli Perbatasan.

Para saksi menilai polisi tidak siap menghadapi situasi tersebut padahal jumlah mereka jauh lebih banyak. Menurut para saksi, jika polisi bisa masuk lebih cepat, akan lebih banyak usaha yang bisa dilakukan. Mungkin saja jumlah korban meninggal menjadi lebih sedikit.

Sebelum mengendarai truknya menuju sekolah, Salvador lebih dulu menembak neneknya di rumah. Tetangga yang telah beberapa dekade tinggal di seberang jalan mengatakan selama ini tak pernah mendengar ada masalah dengan keluarga tersebut. Salvador kemudian menembaki petugas keamanan dan polisi Uvalde yang berjaga.

Sesampainya di sekolah, Salvador masuk ke satu ruang kelas, mengunci pintu kelas, dan mulai menembaki semua yang ada di sana.

Penyelidik tidak menjelaskan motif Salvador. Gubernur Texas Greg Abbott menyatakan Salvador Ramos tidak mempunyai riwayat kriminal maupun masalah kesehatan mental yang diketahui bisa memicu aksi brutal tersebut.

Namun setengah jam sebelum terjadi penembakan massal, Salvador mengirimkan tiga pesan online sebagai peringatan. Ia mengirim pesan itu secara pribadi, ke satu demi satu temannya di Facebook.

Pertama, ia menulis tentang niatnya menembak sang nenek. Dan pesan terakhirnya, sekitar 15 menit sebelum sampai SD Robb, Salvador menyatakan akan menembak sebuah sekolah dasar meski tidak menyebutkan nama sekolah secara spesifik.

Perdebatan tentang Kepemilikan Senjata Api

Tragedi Uvalde adalah yang terbaru dalam gelombang penembakan massal di Amerika Serikat yang seolah tak berujung. Serangan itu menjadi penembakan sekolah paling mematikan di Amerika sejak tragedi di SD Sandy Hook, Newtown, Connecticut, Desember 2012 yang juga memakan korban lebih dari 20 nyawa.

Di tengah seruan untuk pembatasan lebih ketat terkait kepemilikan senjata api, Gubernur Abbott justru berulang kali berbicara tentang perjuangan kesehatan mental di kalangan anak muda Texas. Dia bahkan berpendapat bahwa UU kepemilikan senjata yang lebih ketat sekalipun seperti di Chicago, New York, dan California tidaklah efektif.

Texas diketahui mempunyai beberapa UU yang paling ramah senjata di Amerika, dan tak heran menjadi lokasi sejumlah penembakan massal paling mematikan selama lima tahun terakhir.

Presiden Joe Biden kemudian menyerukan pembatasan baru pada senjata setelah pembantaian di Uvalde. Selama bertahun-tahun, reformasi peraturan kepemilikan senjata belum juga terwujud.




Indonesia Raih “Best Tourism Villages 2024" UN Tourism untuk Desa Wisata dengan Sertifikat Berkelanjutan

Sebelumnya

Konten Pornografi Anak Kian Marak, Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Digital

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News