DAFTAR antrean calon haji di Tanah Air semakin bertambah panjang. Bukan hanya karena jumlah pendaftar yang terus bertambah, umat Muslim yang ingin berhaji untuk kali kedua, ketiga, dan seterusnya, juga membuat antrean kian panjang.
Untuk tiap daerah, daftar tunggu haji tidak sama waktunya, berkisar belasan hingga puluhan tahun. Contohnya, dikutip dari laman Kementerian Agama RI, calon haji di Jawa Barat harus menunggu rata-rata hingga 21 tahun dan calon haji di Gorontalo harus menunggu 16 tahun sebelum berangkat.
Dengan lamanya waktu tunggu, tak heran banyak calon jemaah haji yang mengundurkan diri. Sebagian besar karena usia yang sudah semakin lanjut, ada yang jatuh sakit, ada pula yang meninggal dunia.
Mereka yang sakit biasanya menarik dana haji mereka. Adapun yang meninggal dunia, banyak di antara mereka digantikan oleh anggota keluarga yang lebih muda.
Lantas, seumpama kita meninggal dunia saat menunggu giliran kebarangkatan haji, bagaimana pahala haji kita?
Terlebih lagi dengan pengalaman pandemi COVID-19 selama dua tahun, kita tahu bahwa penangguhan ibadah haji tidak bisa terhindarkan hingga menambah lama lagi waktu keberangkatan kita.
Founder Yayasan Dakwah Percikan Iman Dr. Aam Amiruddin, M.Si menyatakan bahwa Allah Swt. akan melihat niat kita. Karena setiap amal saleh tergantung dari niat.
Ketika kita masuk daftar tunggu haji, artinya kita sudah melakukan persiapan matang untuk berhaji di tahun tersebut. Termasuk membayar lunas dan mengikuti manasik.
"Sikap kita adalah menyerahkannya kepada Allah. Setiap musibah, kembalikan kepada Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Kita pasrahkan kepada Allah," kata Ustaz Aam.
Menurut Ustaz Aam, haji ditentukan oleh dua hal yaitu nisab dan nasib.
Nisab adalah upaya manusia atau ikhtiar manusia yang terukur. Upaya itu meliputi menabung, mendaftar, melakukan tes kesehatan, juga mengikuti bimbingan dan manasik.
"Adapun nasib adalah takdir dari Allah. Nisab bisa saja sudah sempurna, tapi jika Allah belum takdirkan, kita tidak bisa berangkat ke Tanah Suci," kata Ustaz Aam.
Ustaz Aam menambahkan, sekiranya usia kita tidak sampai, insya Allah pahala haji kita tetap tercatat. Hal ini merujuk pada surah Ali Imran ayat 195.
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain..."
Seluruh persiapan yang kita lakukan untuk haji semua dicatat oleh Allah. Andai tahun berikutnya umur kita tak sampai, catatan ibadah haji kita sudah ada.
Satu hal yang perlu diingat, menunggu keberangkatan haji juga merupakan ibadah. Sama seperti saat kita berada dalam masjid menunggu salat akan dimulai, saat itu para malaikat mendoakan kita.
Seandainya pemerintah mengumumkan penangguhan keberangkatan haji, seperti yang pernah terjadi di tahun 2020, maka itu menjadi kesempatan bagi kita untuk berjuang lagi.
Itulah satu bentuk kasih sayang Allah, yang menyuruh kita untuk belajar dan mempersiapkan diri lagi. Jika Allah takdirkan kita berangkat ke Tanah Suci, maka insya Allah kondisi kita sudah lebih siap.
Saat menunggu, kita seharusnya tetap memantapkan hati. Kita mesti yakin bahwa rencana Allah adalah yang terbaik. Tidak mungkin Allah menakdirkan keburukan bagi kita, meskipun yang tampak di mata manusia adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.
"Terima dan percayalah, bahwa ketika kita dalam penantian, kita berada dalam doa malaikat. Dan teruslah berdoa agar tahun depan kita bisa berangkat haji. Sendainya umur kita tak sampai di tahun depan, pahala haji (insya Allah) sudah didapat. Wallahu a'lam bishshawab," pungkas Ustaz Aam.
KOMENTAR ANDA