SELAIN cita rasa yang dicicipi lidah, atau bentuk rupa yang menawan pandangan mata, maka faktor aroma juga berperan besar menerbitkan selera. Andai pun cita rasanya enak, dan bentuk rupanya menggoda, tapi bila tanpa disokong aroma sedap, kadangkala orang-orang belum juga terpikat mendekati makanan atau minuman itu.
Terlebih pada hidangan prasmanan yang begitu diramaikan dengan berbagai pilihan, maka persaingan akan sangat ketat mengingat terhamparnya beragam santapan. Pada kondisi begini, faktor aroma akan memberi nilai lebih sebagai daya pikat tersendiri.
Ada kisah unik terkait pasangan suami istri yang lagi giat-giatnya berjualan kopi. Mereka membeli biji-biji kopi, menjemur, menggiling hingga mengolahnya menjadi bubuk kopi siap seduh. Sayangnya, semangat demikian membaja tidak kunjung membuahkan hasil, kopi mereka tak begitu laku.
Sang suami tak kalah cerdik, dan memutuskan bekerja dulu kepada seorang juragan kopi Tionghoa. Di sanalah akhirnya dia membongkar rahasia kesuksesan pengolahan kopi. Buru-buru ia pulang ke rumah mengabarkan pada istrinya, “Ternyata kopi itu dikasihnya vanili!”
Ketika memproses kopi miliknya, tidak lupa suami istri tersebut mengguyur berbotol-botol vanili, yang membuat aroma sedap mewangi dengan cepat menyebar luas, menggugah selera siapa saja yang menciumnya.
Pintarnya lagi, selain tentunya kopi-kopinya dijual di dalam kemasan. Beberapa onggokan kopi ditaruh di depan toko yang membuat aromanya kian memikat siapa saja yang lalu lalang.
Nah, selain tentunya atas karunia Ilahi, berkat menambah vanili pula dagangan kopi mereka laris manis, karena aroma kopinya yang teramat sedap.
Jadi, kebanyakan orang mengira vanili hanya berhubungan dengan pembuatan kue belaka, ternyata tidak juga! Sebab penggunaan vanili telah menyebar ke berbagai jenis makanan dan minuman lainnya.
Di sinilah peran vanili yang memberi aroma sedap menjadi cukup menentukan. Uniknya, pada asalnya vanili adalah bahan halal yang diekstrak dari tumbuhan alami. Belakangan, vanili pun tercipta melalui berbagai proses síntesis yang dikembangkan manusia, yang terkadang membuatnya tercampur dengan zat haram.
Reni Wulan Sari dalam buku Dangerous Junk Food (2008: 130) menerangkan, ekstrak vanilla, ekstrak wangi ini terbuat dari biji vanilla dan biasa digunakan dalam permen, ice cream dan minyak wangi. Masalahnya, ekstrak ini hanya larut dalam alkohol. Hasil pengujian dari ekstrak vanilla yang beredar yang beredar menunjukkan ramuan itu mengandung lebih 50% lebih alkohol.
Di Indonesia ini, kriteria halal haram lumayan ketat, termasuk pengharaman alkohol dalam makanan dan minuman. Kita mestilah berhati-hati agar tidak melanggar ketentuan yang telah digariskan agama.
Vanili cair cukup rentan dicampurkan dengan alkohol. Sehingga muncul pertanyaan, pada kisah suami istri di atas, apakah mereka telah memastikan kehalalan tatkala mengguyur kopi-kopi tersebut dengan berbotol-botol vanili?
Entahlah!
Masih ada lagi tantangan lain bagi penggemar vanili, berpangkal dari hasrat manusia modern yang menginginkan serba praktis dan ekonomis, sehingga muncul pula vanili sintetis. Vanili alami tentulah mahal harganya, dari itu pula secara naluriah manusia pun menciptakan bentuk yang sintetisnya yang lebih ringan ongkosnya.
Robert L. Wolke dalam buku Kalo Einstein Jadi Koki; Sains di Balik Urusan Dapur, (2005: 118) menerangkan, orang kimia dapat membuat vanilin dengan cara jauh lebih murah ketimbang dari pembudidayaan tanaman vanila (semacam anggrek). Vanilin sintetik digunakan secara komersial sebagai bumbu untuk penganan-penganan panggang, permen, es krim dan sebagainya. Hasilnya identik dengan bahan kimia alami, dan sudah lama dijadikan bahan utama pengganti bumbu penyedap vanila.
Kehadiran vanili sintetis inilah yang makin merunyamkan perkara halal haram, karena vanili buatan ini memang rawan sekali dicampur dengan berbagai bahan tambahan, yang tidak jarang pula tergolong diharamkan.
Kalau pembahasan ini dibentangkan, akan cukup panjang yang perlu dikaji, dan demi meringkas persoalan konsumen muslim cukup mengetahui cara-cara praktisnya saja.
Pada situs www.ehalal.org menerangkan, cara mengetahui vanili halal atau haram: Pertama, bacalah daftar ingrediennya yang tercantum pada bungkus makanan. Jika ditemukan vanilla extract, ini pertanda ekstrak vanilinya mengandung alkohol. Berhentilah menggunakannya karena haram.
Kedua, jika tidak ditemukan pada daftar ingredient vanilla extract, tapi hanya ditemukan vanilla flavor, natural flavor natural dan artificial flavor, maka kita perlu memperhatikan simbolnya, untuk memastikan ia tidak tercampur dengan unsur hewan yang dilarang.
Ketiga, bila dua cara di atas tergolong rumit, maka berpegang sajalah dengan logo halal yang dikeluarkan lembaga berkompeten.
Dalam bersantap yang kita pertimbangkan bukan hanya aroma yang sedap saja, tetapi pastikan apa yang memasuki tubuh itu sesuatu yang dihalalkan. Oleh sebab itulah, konsumen muslim di Indonesia sangat terbantu dengan adanya label halal di setiap produk, termasuk vanili.
Manfaat vanili amat diperlukan dalam memperkaya aroma pembangkit selera. Toh, pada dasarnya vanili merupakan produk alam yang halal alami, cuma terkadang manusia saja yang mencampuri dengan bahan-bahan terlarang. Oleh sebab itu, periksa lebih dulu label halalnya, hingga yang didapat bukan cuma aroma sedap tapi juga kenyamanan dari segi syariat.
KOMENTAR ANDA