ABU Thalib mendapatkan hak pengasuhan Nabi Muhammad tidak terlepas dari wasiat dari Abdul Muthalib, yang menginginkan cucunya memperoleh keluarga yang penuh kehangatan. Padahal Abu Thalib adalah putra Abdul Muthalib yang bukan tergolong orang kaya raya, kehidupannya malah pas-pasan dengan banyaknya anak yang mesti dinafkahi.
Namun, Abu Thalib punya banyak keutamaan; sifatnya yang lemah lembut, hatinya yang penuh kasih dan juga pemikirannya yang cemerlang, yang teramat berharga bagi perkembangan si kecil Nabi Muhammad. Dan kemudian hari, sepanjang hayatnya, telah terbukti betapa heroiknya pembelaan Abu Thalib terhadap kemenakannya itu.
Dan masih ada satu lagi kelebihan yang membuat Abu Thalib punya nilai plus dalam pengasuhan kemanakannya, yaitu keberadaan Fatimah binti Asad. Istri Abu Thalib itulah yang berperan aktif dalam mengasuh dan mendidik Nabi Muhammad dengan berlimpah kasih, memenuhi dahaga cinta si anak yatim piatu.
Muhammad Ali Quthb dalam bukunya Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah Saw. (2009: 34) menerangkan, Barakah dan Muhammad saw. pindah ke rumah Abu Thalib yang merawatnya berdasarkan wasiat dari Abdul Muthalib. Di sinilah muncul ibu keempat bagi Muhammad saw. yaitu istri Abu Thalib yang bernama Fathimah binti Asad ibn Hasyim ibn Abdi Manaf dan merupakan ibu dari Ali ibn Abu Thalib.
Pada waktu itu Muhammad berumur delapan tahun dan masih memerlukan kehangatan seorang pengasuh yang bisa melindunginya. Sementara Fatimah binti Asad adalah sebaik-baik ibu yang salehah, dia tidak pernah membeda-bedakan antara Muhammad dan anak-anaknya yang lain. Dia banyak memberikan curahan budi pekertinya dan selalu berusaha mengasuhnya dengan sebaik-baik asuhan, sesuai dengan kemuliaan keturunannnya dan kemurnian nenek moyangnya.
Di sinilah terlihat perpaduan antara asuhan Barakah dan Fatimah binti Asad kepada Muhammad saw., di samping peran Abu Thalib, pamannya, yang mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang sebagai pengganti bagi kepahitan hidupnya dalam keadaan yatim.
Barakah atau Ummu Aiman memang tidak diragukan lagi keutamaan dirinya dalam mengasuh Rasulullah. Akan tetapi, Fatimah binti Asad adalah perempuan yang lebih berpengalaman, apalagi dirinya punya banyak anak. Pengalaman seorang ibu tidak dapat disangkal lagi akan memberi nilai plus yang menakjubkan. Fatimah binti Asad relatif lebih mampu mendampingi perkembangan Nabi Muhammad dari kecil remaja hingga dewasa. Kelebihan itulah yang membuat Fatimah binti Asad memberi kesan hingga ke lubuk hati terdalam Rasulullah.
Fuad Abdurahman pada bukunya Fatimah Pemimpin Wanita di Surga (2019: 17) menerangkan, Rasulullah masih ingat ketika pamannya dan sang istri, Fatimah binti Asad, memperlakukan dirinya sebagaimana kepada anak kandungnya. Bahkan, keduanya lebih memuliakan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri. Fatimah binti Asad lebih mengutamakan makanan untuk Muhammad kecil ketika musim paceklik daripada anaknya.
Jika Muhammad kecil terlambat datang karena alasan tertentu, sedangkan anak-anak Abu Thalib telah datang untuk makan, ia akan berkata kepada mereka, “Tunggulah Muhammad. Dia adalah anakku.”
Ia juga berkata kepada Muhammad, “Engkau adalah orang yang diberkahi.”
Tuhan telah mempertemukan jodoh yang serasi bagi Abu Thalib dalam mengasuh Nabi Muhammad, yaitu Fatimah binti Asad. Istri Abu Thalib itu mampu berperan sebagai ibu bagi kemanakannya tanpa pilih-pilih kasih.
Fatimah binti Asad tidak berlepas tangan dengan menyerahkan pengasuhan kepada Barakah yang memang sejak lama bersama si kecil Nabi Muhammad. Melainkan istri Abu Thalib pun turun langsung menjadikan dirinya sebagai ibu sejati untuk sang calon nabi.
Dia pun menyiapkan santapan terbaik. Meski pun musim kemarau telah berujung paceklik yang membuat mereka kesulitan bahan pangan. Dalam kondisi demikian berat, Fatimah binti Asad tetap mengutamakan makanan terbaik bagi Nabi Muhammad. Cinta kasih yang teramat mendalam itu telah membentuk kepribadian lembut di hati si anak yatim.
Istri Abu Thalib pun tidak sungkan memberikan sanjungan, dengan menyebut Nabi Muhammad anak yang diberkahi Tuhan. Sehingga bocah itu pun memiliki kecerdasan spiritual dan kekuatan mental.
Bukan hanya memberi makan minum, tetapi Fatimah binti Asad mendidik Nabi Muhammad dengan mengerahkan kemampuan terbaiknya. Hal ini tentu mengimbangi kesibukan suaminya Abu Thalib yang mesti berjuang keras mencari nafkah, untuk anak-anaknya yang banyak dan ditambah lagi dengan kehadiran kemanakannya tercinta.
Betapa agungnya hati yang dimiliki Fatimah binti Asad, yang tidak memandang kehadiran Nabi Muhammad sebagai beban tambahan bagi keluarganya yang pas-pasan. Betapa beruntungnya Abu Thalib memiliki istri yang menyambut kehadiran kemanakannya dengan perhatian yang tulus. Betapa ini bagian dari skenario indah dari Ilahi karena keluarga Abu Thalib ini teramat mulia hati mereka.
Malah dalam jangka waktu yang lama Fatimah binti Asad yang mengasuh dan mendidik Nabi Muhammad dari seorang bocah hingga tumbuh menjadi pemuda hingga kemudian menikah dengan Khadijah. Dengan demikian menakjubkannya peran Fatimah binti Asad, maka wajarlah apabila perempuan agung itu disebut sebagai ibu keempat bagi Nabi Muhammad.
Ibu pertama Nabi Muhammad adalah Aminah, ibu kandung yang melahirkan dan mendidiknya. Ibu kedua adalah Halimah, perempuan yang menyusui dan mengasuhnya di pedesaan Bani Sa’ad. Ibu ketiga adalah Barakah atau Ummu Aiman, yang menjaga dan merawatnya penuh bakti. Ibu keempat adalah Fatimah binti Asad, istri Abu Thalib yang mengasihinya dari remaja hingga kelak sampai melangsungkan pernikahan.
Sayyid Sulaiman Nadwi dalam bukunya Ali bin Abi Thalib (2015: 6) menguraikan, setelah ibunda Rasulullah wafat, dia menyambut Muhammad yang yatim piatu dengan kasih sayang dan cinta.
Rasulullah dianggap sebagai anak kandung sendiri. Fatimah pun menerima Islam dan turut hijrah ke Madinah.
Ketika Fatimah wafat, Rasulullah mengirimkan baju miliknya agar digunakan sebagai kafan yang membungkus tubuhnya. Rasulullah yang menurunkan dengan tangannya ke dalam kubur. Hal itu sebagai ungkapan terima kasih kepada seseorang yang telah menjadi ibu bagi dirinya.
Rasulullah pun mengatakan, “Setelah Abu Thalib, aku tidak akan pernah melupakan kasih sayang dan cinta yang diberikan wanita ini kepadaku. Aku akan selalu mengingat dengan rasa hormat dan syukur.”
Demikian terhormatnya perlakuan Rasulullah terhadap ibu keempat tersebut disebabkan cinta kasihnya yang luar biasa, yang merupakan perempuan paling lama mengabdikan hidup matinya agar Nabi Muhammad tumbuh sempurna.
Kesuksesan pengasuhan Abu Thalib tidak akan terlepas dari besarnya pengorbanan Fatimah binti Asad. Demikianlah, siapapun tidak boleh mengabaikan betapa pentingnya peran ibu keempat bagi Rasulullah ini, yang tidak boleh terhapuskan dalam sejarah Islam.
Kesetiaan Fatimah binti Asad teruji dalam jangka waktu yang teramat panjang, mengarungi lautan cobaan, dan dirinya tidak goyah mengasihi Nabi Muhammad dari masa kanak-kanak, remaja hingga akhirnya berumah tangga dengan mandiri.
KOMENTAR ANDA