IRI itu sulit dibendung. Datangnya bisa dari sebab apa saja.
Perkara fisik, sudah pasti. Kita (baca: perempuan) seringkali menahan rasa iri melihat perempuan lain yang memiliki wajah cantik maupun proporsi tubuh ideal.
Kapan pun perempuan cantik itu meraih keberhasilan dalam hidupnya, kita dengan mudah akan membatin "itu karena kecantikannya, bukan kerja kerasnya."
Lain lagi perkara harta. Penampilan orang lain dengan barang-barang serba branded, tinggal di rumah berharga miliaran dan mobil mewah, dan menjadi enterpreneur sukses, membuat kita tak mampu membendung rasa iri.
Rasanya semakin banyak kesuksesan orang lain yang membuat kita merasa iri. Bahkan ada yang membuat sebagian dari kita yang merasa depresi.
Mengapa kita susah melihat orang lain bahagia?
Manusia merupakan khalifah di bumi Allah tapi juga sosok makhluk yang lemah dan kerap dikuasai hawa nafsu. Ada penyakit hati bernama iri, yang jika terus dipelihara dan menguasai jiwa, maka bisa menimbulkan dengki (hasad).
Ketika iri hati hadir dalam bentuk ketidaknyamanan dengan kelebihan yang dimiliki orang lain, maka dengki disertai rasa senang saat kelebihan orang lain dicabut, bahkan cenderung disertai usaha untuk menghilangkan kelebihan orang lain itu. Naudzubillah.
Jika iri hati sudah merasuk, cobalah kita merenungkan sejenak hakikat kehidupan ini.
Kita mungkin sudah terbawa arus kehidupan zaman modern yang serba cepat dan dipenuhi berbagai kesenangan dunia sehingga kita kesulitan untuk 'menancapkan jangkar' yang membuat kita tak mudah goyah.
Ketika kita susah menerima kebahagiaan orang lain, bukankah itu sama saja dengan kita menolak meyakini betapa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu? Karena setiap kelebihan yang dimiliki seseorang tentu hadir seizin kuasa Allah.
Dalam surah An-Nisa ayat 32, Allah Swt. berfirman, "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Sungguh berbahaya bila kita memelihara iri hati yang menjadi pangkal munculnya dengki di kemudian hari.
Jika Allah Swt. memberikan kelebihan kepada orang lain, itu artinya Allah juga memberikan kelebihan kepada kita—walaupun dalam bentuk yang tidak sama. Karena kekuasaan dan rahmat Allah meliputi semua hamba-Nya. Tak ada satu makhluk pun yang tidak diberikan kelebihan oleh Allah.
Karena itulah, yang harus kita lakukan adalah menjauhkan iri dari hati kita sejauh-jauhnya dengan fokus pada diri sendiri.
Takaran kebahagiaan tidaklah sama untuk setiap manusia. Kita tentu sudah akrab dengan kalimat "bahagia itu sederhana" tapi kita mungkin belum bisa menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari.
Jujurlah pada nurani untuk menghitung nikmat yang sudah kita nikmati sepanjang hari. Yang utama tentulah nikmat untuk bisa terbangun di pagi hari dalam kondisi sehat. Belum lagi kita bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, memeluk dan bercanda dengan mereka, juga memasakkan makanan kesukaan mereka. Alhamdulillah.
Saat kita sudah bisa membuncahkan rasa syukur tentang hal itu, selanjutnya akan lebih mudah menemukan kelebihan (potensi) diri kita. Di sinilah pentingnya ma'rifatun nas atau mengenali diri sendiri agar kita tidak salah mengenali kelebihan dan kekurangan diri.
Jika pun ada hal-hal yang kita tidak bisa lakukan, legowo saja. Kita perbaiki kekurangan kita. Tidak perlu kita 'menutupi' kekurangan kita dengan mengumbar kekurangan orang lain karena iri.
Satu hal yang pasti, jangan pernah mengukur diri kita lalu membandingkannya dengan orang lain.
Jika itu yang terjadi, itu artinya kita tidak mengenali diri sendiri dan kita tidak akan merasa puas karena standarnya adalah kepuasan orang lain.
Ahli fiqih yang banyak meriwayatkan hadits sekaligus dikenal sebagai penafsir mimpi, Muhammad bin Sirin, pernah mengatakan, "Aku tak sempat dengki di dunia. Mengapa harus dengki, apalagi perkara di dunia dan terlebih lagi dengki kepada orang saleh? Bukankah dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan akhirat kelak. Apa perlu kita merasa dengki?"
Iri pada perkara dunia adalah hal sia-sia yang merusak keindahan hidup kita.
Sudah saatnya kita merasa iri melihat semakin banyak orang berhijrah untuk istiqamah di jalan Allah.
KOMENTAR ANDA