KOMENTAR

KEHIDUPAN dunia merupakan bagian dari perjalanan panjang manusia menuju akhirat nan kekal.

Bukan kehidupan namanya jika tanpa liku dalam setiap prosesnya. Ujian, cobaan, dan rezeki sejatinya menjadi bagian dalam proses kehidupan.

Jika kita dapat menyikapi setiap proses kehidupan dengan baik, kita tentu akan menjadi insan yang berkualitas. Tetapi jika kita tidak mau berdamai dengan keadaan yang ada, baik itu ujian atau rezeki yang menghampiri, maka kita tak akan bisa menjadi pemenang dalam perjalanan di dunia ini.

Sebagai manusia, kita adalah tempat khilaf dan salah. Namun kita memiliki akal dan hati nurani untuk bisa menyelami setiap peristiwa yang terjadi. Kita juga bisa belajar dari apa yang dialami orang lain.

Itulah yang dimaksud belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian.

Termasuk tentang pertemuan yang diakhiri perpisahan. Walaupun berat, perpisahan harus kita terima karena itulah bagian dari kehidupan. Menyaksikan kematian di sekitar kita, kita yakin suatu hari malaikat maut pasti akan datang kepada kita sesuai garis ketetapan Allah Swt. Lantas, apa yang mau dibanggakan?

Tetapi susahnya adalah bagaimana bisa berdamai dengan diri kita sendiri, diri yang senantiasa selalu merasa benar dan tidak pernah salah. Susahnya dalam mengenal diri sendiri adalah kita merasa enggan menerima, menelaah, dan berpikir positif terhadap setiap ujian yang datang.

Akan tetapi dengan melahirkan kesadaran yang tulus untuk senantiasa bersyukur atas takdir-Nya, maka akan tercipta kedamaian di dalam diri kita. Sebagai hamba yang lemah, tentulah kita berdoa semoga dimudahkan oleh Allah dalam melapangkan syukur di dalam hati kita.

”Dan ingatlah juga, taktala Rabbmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Secara bahasa, syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikan tersebut (Ash-Shahhah Fil Lughah karya Al-Jauhari). Dalam bahasa Indonesia, bersyukur artinya berterima kasih.

Sedangkan bersyukur dalam agama adalah menunjukkan nikmat Allah Swt. dalam dirinya dengan melalui lisan berupa pujian, mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat oleh Allah. Juga melalui hati, berupa kesaksian dan kecintaan kepada Allah Swt melalui anggota badan dalam bentuk kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.

Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau mengingkari bahwasanya ia mendapat nikmat dari Allah Swt.

Syukur adalah ibadah, karena orang yang bersyukur adalah orang yang menjalankan perintah Allah Swt. Begitu pun sebaliknya, enggan bersyukur merupakan bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah Swt.

Faktanya, kita tak mampu menghitung betapa banyak nikmat Allah. Kita pun kerap lalai untuk mengucap syukur dan lalai menjalankan perintah Allah. Jangan sampai kita dipenuhi kesombongan karena merasa hebat dengan apa yang kita miliki, padahal semuanya semata pemberian dari Allah.

”Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan dapat menghitung jumlahnya.” (QS.An-Nahl: 18) dan “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS.Saba’: 13)

Syukur adalah akhlak yang mulia, yang muncul karena kecintaan dan keridhaan yang besar terhadap Allah Swt. Seseorang yang diberikan nikmat walaupun sedikit tidak akan bersyukur jika dalam hatinya tidak muncul keridhaan. Demikian pula orang yang diberi kelancaran dan kelapangan rezeki yang melimpah akan terus merasa kurang dan tidak akan bersyukur jika tidak diiringi keridhaan terhadap ketentuan Allah.

Maka dari itu sudah sepatutnya kita mengenal diri sendiri dengan baik, mengakui bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan hanya Allah Swt. Sang Pemberi Kekuatan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa  dalam menjalani perjalanan kehidupan ini tanpa Allah Swt. Karena itu kita harus bersyukur.

Bersyukur tidaklah cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah, akan tetapi hendaknya kita bersyukur diikuti dengan hati dan anggota badan. Menjauhkan diri dari rasa pongah, lalu menggunakan kelebihan yang dianugerahkan Allah untuk menjadi manfaat bagi orang yang tak seberuntung kita.

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk , baik rupa dan badan, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Semoga Allah Swt  senantiasa menjaga istiqamah kita dalam melaksanakan syukur dengan hati yang tulus semata karena Allah Swt.  

Wallahu a’lam bishshawab.
 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur