DUGAAN adanya penyelewengan dana kemanusiaan yang dilakukan Yayasan Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus bergulir. Ini tentu mengejutkan, terutama bagi masyarakat yang selama ini banyak menyumbangkan dana dan barang.
Bahkan, Kementerian Sosial (Kemensos) telah mengeluarkan surat pencabutan izin pengumpulan uang dan barang (PUB) kepada ACT. Mengutip laporan dari Detik, pencabutan itu terhitung sejak Selasa (5/7).
Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi mengatakan, pencabutan itu harus dilakukan lantaran adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial. Setelah pencabutan ini, pihak Inspektorat jenderal juga akan melakukan pemeriksaan terhadap ACT.
"Untuk keputusan lebih lanjut maupun sanksi, nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat jenderal,” kata Muhajir kepada media, Rabu (6/7).
Muhajir telah menandatangani surat pencabutan pada Selasa (5/7), yang tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
Kementerian Sosial juga telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan pada Selasa, untuk meminta klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat, dan akan melakukan penyelidikan lebih mendalam.
ACT adalah lembaga filantropi profesional berskala global yang merespon cepat masalah-masalah penyelamatan kemanusiaan melalui program-program yang kreatif, holistik dan massif.
Dengan dicabutnya ijin tersebut, ACT harus menghentikan operasionalnya sebagai lembaga pengumpulan uang dan barang (PUB).
Lalu, pelanggaran apa yang diduga telah dilakukan ACT?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengalisis kasus yang membelit ACT.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, menyebutkan jika hasil analisis yang dilakukan lembaganya menemukan adanya indikasi penyalahgunaan dana utuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang, menurut laporan Suara.com
PPATK sudah lama melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Dari hasil analisisnya ditemukan adanya transaksi yang menyimpang dan analisisnya yang telah dilakukan diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
“Kami mengindikasikan ada transaksi yang menyimpang (di ACT), tujuan dan peruntukannya serta pihak-pihak yang tidak semestinya,” ungkap Ivan.
PPATK juga menemukan adanya dugaan penyelewengan dana untuk aktivitas terorisme. Analisis ini masih dalam proses dan sedang didalami, menurut Ivan. Hasilnya nanti akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, yakni Densus 88 dan BNPT.
“Transaksi mengindikasikan demikian namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait,” kata Ivan.
Taj hanya PPATK, Densus 88 juga ikut mendalami kasus penyelewengan dana untuk terorisme ini.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol. Aswin Siregar mengatakan, pihaknya tengah mendalami adanya dugaan penyelewengan dana ACT untuk aktivitas tindak pidana terorisme.
“Permasalahan ini masih dalam penyelidikan Densus 88,” ujar Aswin.
Saat jumpa persnya di Jakarta Selatan pada Senin (4/7) Presiden ACT Ibnu Hajar mengungkapkan bahwa kasus yang terjadi pada ACT benar adanya.
Penyalahgunaan dana umat ini sebelumnya diungkap oleh majalah Tempo, saat itu Ahyudin menjabat sebagai petinggi ACT dan Majalah Tempo mengungkapkan soal gaji yang diterima Ahyudin sebagai petinggi, yaitu sebesar Rp250 juta.
Ibnu Hajar mengatakan bahwa apa yang diberitakan Tempo benar, tetapi ada beberapa yang tidak benar.
Ia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas semua yang terjadi.
"Kami mewakili lembaga sampaikan permohonan maaf ke masyarakat. Kami tidak menutup mata atas masalah yang terjadi," kata Ibnu Khajar.
KOMENTAR ANDA