BUNDA pernah melihat orangtua dipukul oleh balitanya yang sedang tantrum? Terkadang orangtua tersebut memilih untuk diam, membiarkan anaknya melakukan hal tersebut. Tapi kita yang melihat, kok kayaknya kesal, ya. Apalagi tidak hanya memukul, juga menjambak rambut.
Tindakan tersebut tentu tidak benar, ya Bunda. Psikologi Endang Fourianalistyawati mengatakan, pembinaan atas perilaku anak seperti itu akan membuat anak terbiasa berlaku kasar. Bagi anak tersebut, tidak mengapa karena memang tidak dilarang oleh Ayah dan Bundanya.
“Anak akan menganggap bahwa ia boleh melakukan hal itu karena dari orangtualah anak-anak belajar mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak diterima oleh masyarakat,” kata Endang.
Sementara itu, Nannette Burton Mongelluzzo, PhD dalam artikelnya PsychCentrall mengatakan, tak jarang balita meniru kemarin, kekerasan, dan agresif lain di sekitar mereka. Jangan lupa, Bunda, anak itu peniru paling ulung, loh.
Mongelluzzo kemudian menyarankan hal ini:
1. Jangan balik mengancam, berteriak, atau mengatakan hal-hal buruk pada anak. Sebab jika orangtua balas menyakiti, maka ia akan membenarkan bahwa agresi adalah jawaban untuk kemarahan.
2. Tetap tenang dan berikan tanggapan verbal yang singkat dan langsung. Misalnya, “Stop! Mama nggak suka.”
3. Arahkan ke cara yang lebih konstruktif, seperti Memukul mainan drum.
4. Jangan memberikan penalaran dan konsekuensi kepada balita yang sedang marah.
Balita tumbuh dari tahap ini seiring berjalannya waktu. Orangtua perlu mengajari dengan cara yang tepat untuk menghadapi emosi dan amarah kuat lainnya. Dengan tetap tenang, orangtua dapat mengatasinya dan menjalani tahap ini bersama anak.
Namun jika balita memiliki ledakan amarah yang tampak ekstrem untuk usianya, segera berkonsultasi dengan dokter atau psikolog.
KOMENTAR ANDA