KARENA melakukan sesuatu yang tidak lazim, berlainan dari yang biasa dilakukan kebanyakan orang, makanya skuad tersebut mendapat sorotan, bahkan menjadi buah bibir hingga saat ini.
Biasanya sih, pihak yang kalah membentuk barisan penghormatan lalu bertepuk tangan menghormati pemenang. Kejadiannya kini malah terbalik, giliran tim yang kalah berjalan menuju panggung hendak dikalungi medali perak, tim juara pertama justru membentuk guard of honour atau barisan penghormatan.
Langkah-langkah pelatih dan pemain lawan yang berjalan ke panggung utama mereka iringi dengan tepuk tangan, senyum dan salam. Alhasil tim lawan yang dikalahkan di partai final itu pun terharu dan memuji penghormatan tersebut. Kali ini tim yang juara pertama bukan hanya berhasil mengangkat piala, tetapi menjadi pemenang sejati tentang kemuliaan rendah hati.
Ini suatu kejadian yang membanggakan! Teruslah rendah hati hingga tak ada lagi yang kuasa merendahkanmu.
Dalam ajaran Islam, rendah hati digolongkan sebagai sifat terpuji. Sesuatu yang dipersembahkan langsung keteladanannya oleh Rasulullah.
Tatkala kaum muslimin berhasil membebaskan kota Mekah (Fathul Makkah) dari cengkraman musyrikin Quraisy, maka Nabi Muhammad pun berhadapan dengan Abu Sufyan. Dialah dedengkot musyrikin selama ini punya andil besar dan dengan teramat keji menganiaya Rasulullah dan kaum muslimin. Di hari kekalahan telaknya itu Abu Sufyan dan kroni-kroninya pun gemetar.
Dengan segala kerendahan hatinya Nabi Muhammad berseru kepada penduduk Mekah, “Kalian bebas!”
Berkat sifat rendah hati pula, beliau mengangkat derajat Abu Sufyan yang lagi telah terhempas ke titik nadir.
“Siapa yang masuk Ka’bah aman!”
“Siapa yang masuk rumahnya aman!”
“Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan aman!”
Itulah kerendahan hati yang tidak terhingga nilainya, yang dapat meluluhkan hati sekeras karang sekalipun. Akhirnya, keras hatinya Abu Sufyan pun meleleh lalu menjadi seorang muslim.
Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku Negara Islam Modern (2017: 315) menguraikan:
Metode Nabi Muhammad ini memiliki dampak pada Abu Sufyan yang berubah kepada loyalitas paripurna terhadap dakwah dan ia memiliki sikap-sikap besar dalam jihad bersama Rasulullah dalam Perang Hunain. Metode Nabawi yang mulia ini juga menjadi faktor dalam penghilang kedengkian dari hati Abu Sufyan, pemimpin Quraisy, membuktikan baginya bahwa kedudukan yang dimilikinya pada kaumnya tidak akan berkurang sedikit pun dalam Islam. Jika ia tulus untuk itu dan berkorban deminya.
Demikianlah ajaibnya sifat rendah hati Rasulullah, sehingga beliau dapat membebaskan kota suci Mekah tanpa pertumpahan darah. Abu Sufyan dan dedengkot Quraisy tidak ditawan tubuhnya, tetapi dengan rendah hatinya Rasulullah membuat hati mereka tertawan hingga memeluk Islam.
Rasyid Haylamaz dalam bukunya Mentari Kasih Sayang Rasulullah saw. yang Meluluhkan Kebekuan Hati (2021: 206) mengungkapkan:
Sikap rendah hati yang Rasulullah saw. tunjukkan saat Fathul Makkah, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi penduduk Quraisy. Pada hari itu, Rasulullah saw. berhasil memasuki relung jiwa dan memenangkan hati mereka.
Sikap tawaddu' yang beliau lakukan di saat itu bukanlah sebuah pencitraan untuk menarik perhatian masyarakat Mekah semata. Karena memang sejatinya Rasulullah saw. adalah simbol tawaddu' dan kelembutan hati kapan pun dan di mana pun beliau berada. Di atas muka bumi ini, beliau adalah orang yang paling lembut dan rendah hatinya.
Rasulullah saw. adalah manusia sempurna (insan kamil) dalam mempraktikkan sikap tawaddu' yang Allah perintahkan. Beliau juga memerintahkan para sahabat agar selalu rendah hati, karena akhlak mulia tersebut adalah tolak ukur tinggi rendahnya martabat seseorang di sisi Allah. Membungkuk dan merendahkan badan karena tawaddu' merupakan indikasi keluhuran dan kebesaran jiwa.
Tidak seorang pun yang menjadi rendah derajatnya disebabkan sikap rendah hati. Karena yang ada ialah orang-orang yang semula membencinya beralih menjadi cinta, yang memusuhi berbalik jadi pendukung, yang mengkhianati justru membuktikan kesetiaan.
Maka menjadi teramat penting memahami hakikat dari rendah hati supaya kaum muslimin dapat mengamalkannya.
Amru Khalid dalam bukunya Menjadi Mukmin yang Berakhlak (2005: 55) menguraikan:
Sesungguhnya sifat rendah hati ini memiliki dua makna: Pertama, menerima suatu kebenaran dari yang datang dari siapapun. Kedua, merendahkan hati di hadapan orang lain dan berinteraksi dengan mereka dengan kasih sayang dan kelembutan, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya.
Rumus tentang rendah hati ini cukup mudah dicerna, yaitu kesadaran untuk mau menerima kebenaran dan bergaul dengan kelembutan tanpa diskriminasi. Rendah hati ini dapat meluluhkan hati dan membantu kita membangun tatanan pergaulan yang baik.
Demikianlah istimewanya rendah hati, yang meninggikan siapapun yang merendahkan hatinya, yang menjauhi bibit-bibit kesombongan. Rendah hati merupakan kemuliaan diri yang membuat orang selalu kuat untuk terus melakukan kebaikan.
KOMENTAR ANDA