Perempuan dari berbagai profesi bergabung dalam pecinta wastra nusantara menyerukan perempuan Indonesia memilih tenun sebagai busana dalam berbagai kesempatan dan dipakai dengan rasa gembira/ Ist
Perempuan dari berbagai profesi bergabung dalam pecinta wastra nusantara menyerukan perempuan Indonesia memilih tenun sebagai busana dalam berbagai kesempatan dan dipakai dengan rasa gembira/ Ist
KOMENTAR

PADA bulan kemerdekaan Republik Indonesia (RI), para perempuan yang memiliki perhatian pada kain-kain tradisional tampil dengan aneka busana merah putih. Sekumpulan perempuan dari beragam profesi yang tergabung dalam ‘berkain gembira’ memilih tenun Timor Tengah Selatan berwarna merah sebagai padanan kebaya dan baju lambung bernuansa putih.

Nury Sybli, selaku pegiat wastra dan inisiator kegiatan mengatakan, Indonesia dikenal dengan keanekaragaman budaya dan karya seni. “Dan wastra nusantara (kain-kain tradisional) adalah maha karya seni yang tak pernah dilihat siapa senimannya,” katanya.

Karenannya, sambung Nury, dalam kesempatan perayaan kemerdekaan RI ke-77 mengajak perempuan Indonesia untuk memakai tenun di berbagai kesempatan sebagai upaya pelestarian tradisi. “Gak harus menunggu ada undangan pernikahan, atau pesta adat. Tenun bisa dipake dimana saja, kapan saja. Bahkan tenun bisa jadi pasangan kebaya yang asik,” papar Nury yang memberi label teman-temannya berkain gembira.

“Kata kuncinya gembira. Berkebaya, berkain itu harus gembira. Supaya yang lihat juga ikut gembira. Apalagi para penenun, kalau tenunnya dipakai pasti gembira,” imbuh ibu satu putri ini. 

Menurutnya, dengan menggunakan kain tenun, kita tak hanya mengapresiasi karya seni pada benang saja tapi juga membantu perekonomian penenun. Lebih dari itu, kegiatan yang terlihat sederhana ini juga mampu mengangkat kebudayaan dari negeri sendiri. “Di ruang-ruang publik kita sudah jarang melihat pemandangan perempuan pakai kebaya, apalagi pakai tenun. Rata-rata pakai pakaian industrial (baca jilbab_red). Padahal kalau kita pakai tenun, uang kita langsung mengalir jadi beras, jadi susu atau bayar anak sekolah, sekaligus merawat tradisi,” tegas Nury.

Pada kesempatan ini, para perempuan berkain gembira memakai tenun dari Timor Tengah Selatan, NTT dengan aneka motif seperti tenun Lotis Boti, Ayotupas, Nunkolo, Futus Kaimnaek Amanuban, Buna Krawang,  Buna Biklusu, Buna Atoni, Naisa Pahat Molo. Tenun dari perbatasan Indonesia dan Timor Leste ini memiliki ciri dan ke khasan masing-masing.

Nury menjelaskan, tenun itu seperti petuah ibu dimana setiap motifnya terkandung doa dan pesan kehidupan. Seperti tenun futus Amanuban yang memiliki motif wajik berkait itu dimaknai sebagai arah angin atau keseimbangan kehidupan. “Dan kain futus ini dulu adalah kain para bangsawan, yang hanya dipakai oleh para Amaf atau pimpinan suku,” katanya.

Diantara kain-kain Timor yang dipakai salah satunya tenun nunkolo yang pernah dipakai Presiden RI Joko Widodo pada peringatan kemerdekaan RI tahun 2020. “Apalagi kalau kita baca satu persatu motifnya, kita semakin mengerti orang Indonesia itu keren dan cerdas. Makanya jangan ragu pakai tenun di kegiatan sehari-hari,” kata Nury.

Para perempuan ini memilih kebaya dan baju lambung putih sebagai padanan tenun Timor Tengah Selatan (TTS). Baju Lambung adalah baju adat suku sasak Lombok, NTB yang peruntukannya sebagai busana sambut tamu atau menari. Orang Sasak umumnya memakai lambung warna hitam, sedang para perempuan urban ini memilih lambung warna putih dan tenun merah sebagaimana warna bendera.

Sementara kebaya, saat ini sedang menjadi isu bersama perempuan Indonesa agar  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengupayakan kebaya diakui dunia sebagai warisan budaya tak benda #kebayagoestounesco. Karena selain memiliki sejarah panjang, kesetiaan perempuan pada busana tradisional ini juga perlu dihormati. Ratusan tahun wanita Indonesia merawat kebaya bahkan sejak sebelum negara ini lahir.

“Kebaya tak hanya milik budaya Jawa, melainkan telah menjadi bagian dari busana yang menarasikan gaya hidup. Seperti yang kami pakai, kebaya bisa berpasangan dengan aneka tenun,” papar perempuan aktivis 98 ini.

“Kebaya dan tenun adalah cerminan sikap dan integritas bangsa Indonesia. Jadi kalau masih ragu akan hal ini, siapa yang akan menjaga kelestarian tradisi leluhur,” tegas Nury.




Preppy Look Menggemaskan ala Michelle Ziudith

Sebelumnya

Formula Powerful untuk Hasil Maksimal: Rejuvenated Youthful Skin dengan Inovasi Microcapsule Retinol & Ceramide

Berikutnya

KOMENTAR ANDA