SUATU hal yang menarik ditegaskan oleh Jawwad Ali dalam bukunya Sejarah Arab Sebelum Islam 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan (2019: 185), istilah syurthah (polisi) belum dikenal oleh masyarakat jahiliah. Istilah ini muncul pada masa Islam.
Jadi khazanah Islam yang memperkenalkan dan mengabadikan syurthah atau lembaga kepolisian, yang akhirnya di era modern ini pun tak ada lagi negara yang tidak memiliki lembaga keamanan macam syurthah.
Dan yang tidak boleh diabaikan, nyatanya embrio kepolisian justru diciptakan pada era Rasulullah sendiri, bahkan dikenali pula polisi ajudan kebanggaan beliau bernama Qais bin Sa’ad.
Raghib As-Sirjani dalam bukunya Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (2010: 553) mengungkapkan:
Umat Islam telah mengenal sistem kepolisian sejak masa Rasulullah meskipun belum terpola secara metodologis dan sistematis. Imam Al-Bukhari telah mengemukakan dalam shahih-nya bahwasanya Qais bin Sa’ad yang berada di hadapan Rasulullah berposisi sebagai kepala polisi keamanan dari penguasa.
Dan kemudian hari istilah syurthah pun digunakan untuk menyebut lembaga kepolisian. Sebagaimana yang langsung dipakai oleh Khulafaur Rasyidin, begitupun kerajaan-kerajaan atau dinasti-dinasti lainnya yang melestarikan lembaga syurthah dengan meniru dan mengembangkan apa yang ada di masa Rasulullah.
Salamah Muhammad Al-Harafi pada Buku Pintar Sejarah & Peradaban Islam (2016: 230) menerangkan:
Ada yang berpendapat bahwa Abu Bakar merupakan orang pertama yang memerintahkan patroli berkeliling perkampungan di malam hari. Abdullah bin Mas’ud merupakan orang pertama yang menjalankan tugas ini. Adapun Ali bin Abi Thalib menisbatkan nama Syurthah kepada para penjaga keamanan, yang mana pemimpin mereka disebut Rais Asy-Syurthah.
As-Suyuthi menyebutkan, Amr bin Al-Ash merupakan orang pertama yang menginisiasi jabatan polisi. Tepatnya ketika ia menjabat sebagai walikota Mesir. Ath-Thabari menyebutkan bahwa tugas Syurthah pada masa Usman bin Affan menjaga objek-objek vital seperti Baitul Mal.
Ada pula yang berpendapat bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan orang pertama yang menggunakan Syurthah. Tujuan utama dibentuknya jabatan ini pada awalnya untuk membantu hakim dalam menetapkan tuduhan dan membantu pemerintah dalam melaksanakan hukum-hukum dan aturan yang ditetapkannya.
Memang banyak versi yang menerangkan bagaimana kepolisian itu mulai dilembagakan secara resmi dalam pemerintahan Islam. Namun, sudah terbayangkan dari keterangan di atas bahwa kepolisian sudah menjadi bagian penting dalam struktur negara Islam dan memiliki peranan utama dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Sehingga Syurthah telah sejak dahulu kala melakukan patroli. Begitu pun ia berperan dalam menjaga Baitul Mal, tempat disimpannya harta kekayaan negara. Berikutnya Syurthah kian menunjukkan peran di bidang penegakan hukum, di mana Syurthah melengkapi berkas tuntutan yang diserahkan pada lembaga peradilan.
Bukan hanya perkara kecepatan meluasnya negara Islam hingga ke Syiria dan Mesir, yang mencengangkan sejarah juga kestabilan negara Islam yang dijuluki adikuasa dunia di masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Di antara rahasianya adalah kuat dan efektifnya roda pemerintahan serta terjaminnya keamanan di dalam negeri; yang dipengaruhi oleh kinerja Syurthah atau lembaga kepolisian.
Tugas maupun wewenang dari syurthah dalam pemerintahan Islam diterangkan oleh Raghib As-Sirjani (2010: 553) mengungkapkan:
Asy-Syurthah adalah penjaga keamanan dalam negeri. Mereka dinamakan demikian karena mereka mempersiapkan diri untuk tugas tersebut memperkenalkan diri mereka dengan beberapa tanda tertentu.
Asy-Syurthah atau kepolisian merupakan salah satu tugas penting dalam pemerintahan Islam dan termasuk bagian dari ciri khas kehidupan sosial dan masyarakat, yang tercermin pada sosok serdadu yang merupakan tulang punggung penjaga keamanan dan sistem pemerintahan, serta melaksanakan perintah-perintah yang dimaksudkan untuk menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan jiwa raga dan harta benda mereka, serta harga diri.
Uraian ini mengantarkan kita pada pemahaman ternyata tugas-tugas Syurthah berbeda dengan tanggung jawab kepolisian di masa modern. Pada prinsipnya kepolisian menjalankan tugas menjaga keamanan di dalam negeri. Dan di antaranya juga ada polisi elit yang mengemban tugas tertentu, semisal Qais bin Sa’ad yang khusus mengawal Rasulullah.
Di masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah, malah dibentuk departemen khusus kepolisian yang memiliki tugas yang semakin kuat dalam masyarakat. Philip Khuri Hitti dalam buku History of the Arabs (2005: 402) menguraikan:
Departemen kepolisian (Diwân al-Syurthah) dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai Shahib al-Syurthah, yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana, dan pada masa belakangan terkadang merangkap sebagai wazir. Pada setiap kota besar terdapat kepolisian khusus yang memiliki pangkat kemiliteran dan biasanya bergaji tinggi.
Kepala polisi provinsi disebut Muhtasib, karena ia bertugas mengawasi pasar dan menjaga tatanan moral. Ia bertugas mengawasi apakah timbangan dan ukuran yang digunakan dalam perdagangan telah memenuhi standar, apakah utang piutang telah dipenuhi dengan baik (meskipun ia tidak memiliki otoritas mengadili), apakah moralitas telah terjaga, dan apakah hal-hal yang terlarang secara hukum, seperti berjudi, riba dan penjualan minuman keras telah dihindari.
Uraian ini hendaknya dapat menginspirasi utamanya yang berkaitan dengan kepolisian dan hubungannya dengan moralitas. Di masa lalu polisi menegakkan perannya menjaga moralitas rakyat dan tentunya berpangkal dari kepribadian polisi itu sendiri yang menjunjung tinggi moralitas.
KOMENTAR ANDA