Sara Muddalal/ Net
Sara Muddalal/ Net
KOMENTAR

PEREMPUAN Muslim di negara-negara barat masih banyak menjadi sasaran opini publik berkaitan dengan penggunaan hijab.

Padahal sejatinya, seorang Muslimah lebih dari hijab dan burqa yang dia kenakan. Seorang Muslimah adalah manusia yang memiliki potensi dan kelebihan untuk mengembangkan diri menjadi the best version of her.

Pemahaman itulah yang membuat Sara Mudallal memilih parkour.

Bukan hanya jatuh cinta pada kedinamisan dan ketangkasan yang menjadi tantangan dalam parkour, Sara berharap apa yang ia lakukan dapat menjadi inspirasi bagi banyak perempuan untuk tak gentar masuk ke dunia yang selama ini didominasi laki-laki.

"Kini, semakin banyak perempuan ingin mengenal parkour, semakin nyaman bagi perempuan untuk datang dan berlatih," kata Sara (26).

Dalam banyak kesempatan berkumpul dan berlatih bersama atlet parkour lain, Sara biasanya menjadi satu-satunya yang berhijab.

Sara mulai berlatih parkour di usia 20 tahun. Warga asli Los Angeles ini memang tumbuh dalam dunia olahraga. Ia menguasai sejumlah cabang olahraga.

Memiliki garis keturunan Arab, Sara beruntung kedua orangtuanya tidak membatasi anak perempuan mereka untuk mengeksplorasi berbagai hal. Ayah dan ibunya justru selalu mengingatkan Sara agar ia tumbuh menjadi perempuan yang kuat.

Saat berusia 12 tahun, sang ibu mendaftarkan Sara di kelas karate. Dia serius menekuni latihan hingga berhasil mendapatkan sabuk hitam pertama dan kedua.

Di sekolah menengah, ia pernah menjadi "atlet terbaik tahun ini" dan mempertahanan gelarnya tiga tahun berturut-turut.

"Saya bisa bermain sepak bola, saya bisa bermain basket, saya juga bisa bermain tenis," ungkapnya.

Hijab lalu Parkour

Sara memutuskan berhijab pada tahun 2015. Pada tahun itu pula seorang teman mengenalkannya pada parkour.

Dengan kekuatan fisik, keseimbangan, dan stamina yang tertempa dari karate, ia mulai menekuni parkour.

Ia tidak menyangka bahwa berlari dan melompati barang-barang ternyata merupakan teknik dalam parkour dan freerunning (gabungan antara atletik dan akrobatik).

Parkour menjadi ruang bagi Sara untuk mengekspresikan diri. Dalam parkour, seseorang bebas melakukan gerakan apa pun dengan tubuhnya. Setiap orang bisa bergerak dengan cara yang berbeda.

Dan tidak ada batasan pakaian yang membelenggu.

Pertama kali bergabung dengan komunitas parkour, Sara tak memberi kesempatan orang lain menghakimi penampilannya.

"Saya tidak memberi mereka kesempatan untuk membuat saya merasa tidak diterima. Mengapa saya mesti malu dengan apa yang saya kenakan? Saya sangat ingin melakukan parkour, saya masuk ke sana terlepas dari penampilan luar saya (yang berhijab)," ujar Sara.

Di tahun 2018, ia menjadi atlet berhijab pertama yang tampil di program American Ninja Warrior. Lalu pada Juli 2021, ia mengikuti kompetisi Red Bull Art of Motion di Yunani, acara freerunning yang paling terkenal.

Meski dikenal sebagai atlet parkour berhijab, Sara ingin dikenal dengan namanya yang mengukir prestasi.

"Ke depan, saya tidak ingin hanya dikenal sebagai atlet parkour berhijab karena siapa pun bisa dikenal dengan sebutan itu. Tetapi apakah mereka hebat dalam melakukannya? Saya ingin menunjukkan bahwa saya lebih dari itu," tegas Sara, seperti diceritakannya kepada CNN.

 




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women