KINI tiap kali membaca berita online, wanita tersebut lebih asyik menyimak kolam komentarnya. Sebab di sanalah terhampar pergunjingan yang mendebarkan, yang memberi kenikmatan tetapi sebetulnya menggelisahkan. Aneh tapi nyata, dirinya malah turut serta menyumbangkan komentar beraroma gunjing.
Dulu, dengan susah payah dirinya mencari tempat nongkrong emak-emak menghabiskan waktu. Kini, teknologi informasi telah memanjakan para penggemar pergunjingan dalam dunia baru yang lebih luas ekspansinya.
Kendati pihak pengelola laman berita sudah memberikan himbuan mulia; agar warganet menyampaikan komentar yang sopan, tapi yang kadung melebar malah pergunjingan yang tak jarang sampai melampaui prikemanusiaan dan prikeadilan, di mana orang bisa dihukum tanpa fakta dan data.
Dan siapa pula yang kuasa menolak seruan zaman, tatkala pergunjingan sekarang ini sudah demikian menggurita. Tidak butuh tatap muka di pos ronda atau berjumpa di kafe, karena dunia maya menyuguhkan banyak kemudahan, yang sayangnya juga turut memperlancar peredaran gunjing.
Menarik sekali menelaah laman https://kbbi.web.id yang menguraikan pemaknaan terhadap kata gunjing:
o gunjing/n umpat; fitnah;
o bergunjing/ v berbicara (beromong-omong) tentang kejelekan (kekurangan) seseorang dan sebagainya;
o menggunjing/ v 1 membicarakan kekurangan orang lain; 2 mengumpat; memfitnah;
o menggunjingkan/ v memperkatakan (kejahatan orang dan sebagainya).
Dari uraian di atas, tidak satu pun makna gunjing yang bagus. Semuanya buruk dan tidak ada seorang pun yang menyukai apabila dirinya dipergunjingkan, apalagi sampai dipergunjingkan oleh umat manusia sejagat raya seperti yang berlangsung di dunia maya. Anehnya, dipergunjingkan tidak suka, tetapi kok pada doyan bergunjing ya?
Untuk menemukan jawaban yang utuh dari pertanyaan ini memang dibutuhkan penelitian yang cermat, terkhusus yang berkaitan dengan aspek psikologis.
Terlebih dalam menjalani beban hidup yang kian berat, orang-orang makin frustasi dengan hidupnya sendiri, akhirnya kekecawaan itu dilampiaskan dengan berbagai cara ekstrim, di antaranya dengan pergunjingan. Jelas terlihat orang-orang yang kecewa dengan kehidupannya sendiri makin doyan mempergunjingkan aib pihak lain.
Kesadaran untuk menghentikan dosa gunjing ini sangat berharga apabila dilandaskan kepada nilai-nilai agama. Apalagi Islam sangat mengecam pergunjingan dalam bentuk apapun, entah itu di dunia nyata ataupun di dunia maya atau di dunia manapun.
Hamka pada Tafsir al-Azhar Jilid 7 (2020: 258) menerangkan:
Membicarakan keburukan orang lain di balik belakangnya meskipun hal itu benar kesalahannya, itu adalah gunjing atau umpat. Karena meskipun hal itu benar kesalahannya, namun tidaklah ada orang yang senang kalau keburukannya dipaparkan di balik belakangnya.
Dari Abu Hurairah bahwa ada orang bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah yang dikatakan ghibah?”
Beliau menjawab, “Engkau bicarakan saudara engkau dari hal yang tidak disenanginya.”
Orang itu bertanya pula, “Bagaimana kalau hal itu benar perbuatannya?”
Nabi Muhammad menjawab, “Kalau itu benar kesalahannya, itulah yang gunjing (ghibah). Kalau tidak pernah dia berbuat begitu, itulah fitnah bohong.” (HR. Abu Daud)
Tegasnya begini, Rasulullah saw. melarang aib keburukan orang diobral dalam medan pergunjingan. Bayangkan, andaikan memang benar keburukan itu terjadi pada seseorang, tetap dilarang mempergunjingkannya, apalagi bila itu adalah sesuatu yang fitnah.
Hal yang tak kalah berbahaya apabila pergunjingan netizen yang terus membesar, jangan sampai menjadi sesuatu yang dipandang sebagai kebenaran, sementara itu tidak pernah dilakukan terlebih dulu cek fakta dan data.
Jangan sampai arah perjalanan bangsa ini justru ditentukan oleh sesuatu pergunjingan di jagad maya. Oleh sebab itu, penting sekali membersihkan bangsa di medan pergunjingan yang menyesatkan.
Syaikh Salman Al-Audah dalam buku Bersama Sang Nabi (2014: 245) mengungkapkan:
Desas-desus dan gunjingan semacam itu justru memperparah perpecahan dan perselisihan di tengah umat Islam. Di samping itu, juga menyesakkan dada banyak orang, serta membuat banyak orang lainnya sibuk mengurus aib orang lain, alih-alih menyibukkan diri untuk menyempurnakan serta membangun diri mereka sendiri.
Poin inilah yang hendaknya menjadi kekhawatiran kita bersama, jangan sampai kesibukan netizen bergunjing di dunia maya malah membuat bangsa tercinta ini terlalaikan dalam memperbaiki diri sendiri.
Ujungnya dapat dibayangkan, bagaimana jadinya suatu bangsa yang rakyatnya lebih sibuk mengurusi aib pihak lain dan justru melalaikan pembangunan lahiriah dan batiniah.
Selain diperlukan regulasi yang lebih bijaksana, agar pergunjingan netizen tidak berimbas kepada perkembangan yang terus memburuk, juga diperlukan kearifan setiap insan supaya menjauhi pergunjingan. Kesadaran inilah yang hendaknya terus dipompa memenuhi rongga dada hingga tidak ada lagi kesempatan bergunjing.
Sebagaimana ada seseorang gadis berkata pada mereka yang mempergunjingkan dirinya, “Bukannya aku manusia suci, tapi sungguh aku tidak punya waktu buat bergunjing.”
Ya, larangan gunjing yang disyiarkan agama diterjemahkannya dengan cara yang lebih baik.
Selain menjauhi arena pergunjingan dirinya menyibukkan diri untuk hal-hal yang positif.
Keseimbangan dibutuhkan! Maksudnya, kita pun dapat menjadi netizen di dunia maya.
KOMENTAR ANDA