PEMANASAN global membawa dampak luar biasa bagi dunia. Pasterzej, gletser terbesar di Austria, yang merupakan raksasa es di Pegunungan Alpen Timur, menghilang.
Suhu tinggi yang tidak biasa tahun ini, mempercepat hilangnya gletser yang menjadi landmark Austria tersebut. Angin yang meniupkan debu dari Gurun Sahara, yang membuat panas matahari semakin menyengat, juga disebut-sebut menjadi penyebab gletser mencair lebih cepat dan akhirnya menghilang.
Tidak hanya kecantikan Pegunungan Alpen yang menghilang, beberapa gletser raksasa di Pakistan juga terus mencair. Inilah yang memperburuk banjir bandang yang menerjang negara Asia Selatan itu sejak Juni lalu, dan menewaskan lebih dari 1.000 warganya.
Kepala Ahli Meteorologi Pakistan mengatakan, sepanjang 2022 tercatat tiga kali lipat ledakan danau glasial. Air bercampur gletser yang mencair, tumpah ruah begitu saja dan menyebabkan banjir.
Kemungkinan Gletser Puncak Jaya Mencair
Jika pemanasan global sampai ke Indonesia, bukan tidak mungkin gletser yang ada di Puncak Jaya, Papua, ikut mencair. Gletser yang berada di Taman Nasional Lorents di Provinsi Papua ini adalah gletser tropis terakhir di Asia. Beberapa orang menyebutnya sebagai ‘Gletser Keabadian’.
Jika es puncak Papua benar-benar mencair, ini cukup mengkhawatirkan. Pencairan tersebut berkontribusi pada peningkatan muka laut (sea level rise), walaupun tidak signifikan karena luasan es yang tidak terlalu besar.
Dampak lain secara budaya, terdapat suku local di sekitar Puncak Jaya yang menganggap es tersebut sebagai tempat sakral. Dengan hilangnya es, akan berdampak terhadap suku lokal tersebut.
“Meski kita tidak dapat menghindari kepunahan gletser abadi, setidaknya kita bisa memperlambat dan melakukan mitigasi untuk mencegah dampak besar, jika peristiwa tersebut benar-benar terjadi,” kata peneliti senior di Biro Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Donaldi Permana.
Caranya, jelas Donaldi, mengurangi aktivitas yang menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca.
“Kita perlu mendokumentasikan waktu-waktu es tersebut akan hilang, karena menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia yang pernah memiliki tutupan es,” demikian Donaldi.
KOMENTAR ANDA