WABAH campak di Zimbabwe sudah sangat mengkhawatirkan. Hingga Selasa (6/9), Kementerian Kesehatan setempat mencatat, ada 700 anak meninggal dunia akibat campak.
Permasalahan utama dari melonjaknya kasus campak ini adalah minimnya imunisasi campak. Hal itu terkait dengan sekte-sekte yang menolak adanya pengobatan modern, termasuk imunisasi campak. Dan mereka menguasai Sebagian besar populasi di negara tersebut.
Mengenaskan, ketika Kementerian Kesehatan Zimbabwe mengumumkan bahwa ada 37 kasus kematian dalam sehari pada 1 September 2022. Jumlah itu lebih dari empat kali lipat jumlah kematian yang diumumkan pada dua minggu sebelumnya.
“Kampanye vaksinasi massal harus digalakkan dan kita wajib memulai program kesadaran. Yang secara khusus menyasar kelompok-kelompok agama yang anti-vaksin. Pendekatan secara pendidikan saja tidak cukup, harus ada Langkah-langkah koersif untuk memastikan tidak ada yang menolak vaksin campak untuk anak,” kata Dr JoHannes Marisa, Presiden Asosiasi Praktisi Medis dan Gigi Swasta Zimbabwe.
Hanya 5 Bulan, Campak Renggut Ratusan Nyawa
Wabah campak pertama kali dilaporkan di Provinsi Manicaland, di sisi timur Zimbabwe, pada awal April lalu. Sejak saat itu, ratusan nyawa anak yang belum mendapat vaksinasi, terenggut.
Pemerintah mengaku sudah memberlakukan undang-undang sebagai tanggap darurat bencana. Kampanye vaksinasi massal yang menyasar anak usia 6 bulan hingga 15 tahun dilakukan, juga melibatkan pemimpin adat dan agama.
Bahkan di tengah puncak pandemic Corona, vaksinasi campak terus digelar. Sayangnya, upaya itu terhalangi kelompok-kelompok agama yang menentang vaksinasi.
Campak adalah salah satu penyakit paling menular dan kebanyakan menyebar lewat udara, melalui batuk, bersin, atau kontak erat. Gejalanya mencakup batuk, demam, dan ruam-ruam pada kulit.
Risiko tertinggi dari campak adalah meninggal dunia akibat komplikasi. Ini terjadi utamanya pada anak yang belum mendapatkan vaksinasi.
WHO pada April lalu mengatakan, peningkatan kasus campak di negara-negara rentan sebagai akibat terganggunya layanan kesehatan karena Covid-19.
KOMENTAR ANDA