KOMENTAR

“HANYA posting satu foto saja, langsung banjir likes and comments.”

Ucapan itu dilontarkannya sambil tersenyum kecut, dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak. Dia tengah mengomentari meriahnya medsos milik rekannya sendiri.

Dahulunya ibu muda ini cukup teguh menolak aktif di media sosial. Sikapnya cukup beralasan mengingat berbagai dampak negatif medsos terhampar luas; mulai dari lupa waktu, penipuan di dunia maya, pergunjingan netizen dan lain sebagainya.  

Hingga suatu hari rekannya yang seorang fotografer meyakinkan dirinya untuk terjun di medsos. “Toh kebaikan juga bisa ditebarkan di sana,” paparnya.

Maka luluh jugalah hati si ibu cantik, yang mulai aktif di media sosial. Sesuai dengan niat awalnya, tidak pernah dipostingnya perihal gosip apalagi fitnah, tidak pula ditampilkannya kegiatan yang hura-hura apalagi yang huru-hara, terlebih hal-hal yang kontroversial pun dijauhinya.

Lalu posting apanya dong?

Dia memposting berbagai macam motivasi, menebarkan mutiara kehidupan, terkadang dipetiknya pula saripati dari Al-Qur’an maupun hadis.

Hasilnya mengejutkan!

Si ibu cantik tidak memposting keindahan dirinya, dan memilih untuk mengedarkan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan di medsos, tetapi respons masyarakat di dunia maya sepi-sepi saja. Itulah kejutannya!    
Mentalnya mulai terpuruk tatkala menyaksikan medsos rekannya yang heboh dengan shares, likes and comments. Padahal yang dibagikan rekan itu hanyalah huru-hara dunia, yang terkadang pula hal-hal yang tidak jelas apa manfaatnya.

Jelas terlihat, ibu muda ini adalah manusia biasa. Ya, biasa-biasa saja, yang mungkin lagi galau, cemburu atau malah iri. (Ini baru kemungkinan ya, hati manusia siapa yang tahu!)
Setiap kita adalah pendakwah, jadi bukan hanya para pengkhotbah yang mengemban misi dakwah.

Setiap kita insyaallah mampu mengemban amanah dakwah apabila memahami apa hakikatnya. Dakwah bukan hanya berkhotbah, sebab hakikatnya ialah amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran).      

Mimbar dakwah itu bukan lagi sebuah mimbar mungil di masjid atau mushala. Mimbar dakwah itu kini menjelma menjadi mimbar raksasa di berbagai platform media sosial. Seruan kita tidak lagi terbatas oleh sekat-sekat ruangan atau bangunan, melainkan melalangbuana ke sudut-sudut dunia.

Pertanyaannya, apakah agenda dakwah itu membutuhkan shares, likes and comments?

Jelas di sini akan membuka medan perdebatan nan hangat, dan mari hargai perbedaan pendapat.
Namun, ketika niat yang dipancangkan adalah demi dakwah Islam, niscaya ada sesuatu yang dapat melegakan hati.

Didin Hafidhuddin dalam bukunya Dakwah Aktual (1998: 77) menerangkan
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengemban dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.

Kutipan ini telah menggambarkan suatu kunci penting dalam dakwah; yakni suatu kesinambungan.    
Apabila kita menebar keluhuran ajaran Islam di medsos, maka itu termasuk dari bagian model dakwah.

Jadi, insyaallah tidak diperlukan kegamangan dalam skala apapun yang berkaitan dengan shares, likes and comments atau pun subscribes. Karena yang demikian itu bukanlah tujuan, dan jangan sampai menjadi faktor yang melemahkan upaya menebar kebajikan.

Aktif bermedsos juga bisa mendatangkan kebahagiaan, asalkan niatnya digantungkan kepada yang paling tinggi, yakni rida Ilahi.

Ngomong-ngomong, memangnya ada dakwah di medsos?

Tentunya bukan hanya ada melainkan sudah seharusnya, sebab dakwah perlu terus diaktualkan sehingga selaras dengan perkembangan zaman.

Kalau menyaksikan hal-hal negatif di media sosial, maka hadirlah memberikan keseimbangan, dengan menyampaikan sesuatu yang akan membuat hati warganet menjadi sejuk.

Sekiranya melihat medsos telah banyak disalahgunakan, maka jangan antipati dengan dunia maya, berupayalah memberikan teladan tentang cara-cara yang ma’ruf.

Kendati sudah tidak lagi terbebani dengan faktor shares, likes and comments bukan berarti kita lekas berpuas diri, sebab dakwah itu memang perlu dikemas semenarik mungkin.

Coba perhatikan dakwah Rasulullah yang head to head dengan masyarakat jahiliah, yang bukan hanya keras kepala tetapi juga hati mereka pun membatu. Akan tetapi Nabi Muhammad memang piawai mengemas dakwah yang menarik, sehingga mampu memikat pihak yang kontra sekalipun.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur