TIDAK sedikit perempuan Indonesia yang mengalami endometriosis. Penyakit yang erat kaitannya dengan kesehatan rahim ini banyak diderita oleh remaja.
Diawali dengan mitos yang selalu dibiarkan, bahwa sakit saat menstruasi adalah hal yang umum. Pembiaran ini kemudian berkembang menjadi penyakit yang berbahaya, yang memungkinkan penderitanya kehilangan rahim.
Endometriosis adalah penyakit inflamasi yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan abnormal, yang menyerupai endometrium dan memicu reaksi peradangan.
Penyakit ini biasanya ditandai dengan rasa nyeri yang sangat hebat, yang bisa menyerang perempuan sejak usia remaja.
Bukan Sekadar Nyeri Haid Biasa
Memang, endometriosis jarang sekali disadari oleh remaja perempuan. Sebab, nyeri yang datang saat haid, dianggap sebagai hal yang wajar.
Karenanya, perlu tahu bagaimana perbedaan nyeri saat haid dengan nyeri endometriosis.
- Durasi nyeri
Prod Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K), MPH, Wakil Direktur Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) Universitas Indonesia (UI) mengetakan, nyeri dianggap lumrah jika terjadi 1 sampai 2 hari. Sementara, nyeri endometriosis berlangsung sebelum, pada saat, dan sesudah haid.
- Mengganggu aktivitas
Nyeri pada haid biasa tidak akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Remaja perempuan bisa tetap mengikuti pelajaran di sekolah.
“Kalau pada endometriosis, nyerinya itu cyclic. Artinya, nyeri itu tidak datang sewaktu-waktu, tetapi berulang dan dibarengi dengan haid. Aktivitas sehari-hari pun akan sangat terganggu,” kata Wiweko.
- Disertai nyeri lain
Nyeri endometriosis seringkali disertai dengan nyeri lain, seperti saat buang air kecil maupun besar.
Kehilangan Rahim
Kasus endometriosis sedang mencuat, setelah seorang perempuan 30 tahun asal Kalimantan Barat harus kehilangan rahimnya. Kisahnya viral di TikTok, usai ia menceritakan bahwa selain endometriosis juga menderita anemia akut, sehingga harus menjalani transfusi darah sebelum menjalani pengangkatan Rahim.
Yuta Dama, namanya, mengaku tidak tahu kapan ia terkena endometriosis. Hanya saja, ia kerap mengalami gejala hebat saat menstruasi, yaitu kram perut.
Yuta mengaku, sempat tidak terima Ketika dokter mengatakan bahwa dirinya terkena endometriosis dan harus menjalani pengangkatan rahim. Ia kemudian mencari alternatif pengobatan, termasuk suntik endrolin selama 6 bulan, agar endometriosisnya berhenti. Tapi, tidak membuahkan hasil.
Dan akhirnya, ia bersedia ‘kehilangan’ rahim. Karena menurut dokter, jika hanya endometriosisnya saja yang diangkat, tidak lama akan tumbuh lagi. Jadi, harus diangkat pula rahimnya.
“Sampai akhirnya, aku ambil keputusan pengangkatan rahim ini karena memang kondisinya sudah tidak bisa dipertahankan,” cerita Yuta.
KOMENTAR ANDA