KOMENTAR

DEMONSTRASI menuntut keadilan atas meninggalnya Mahsa Amini semakin meluas di Iran hingga mendapat perhatian dunia internasional. Sosok perempuan berusia 22 itu kini menjadi simbol baru perlawanan perempuan di Iran.

Sejumlah perempuan Iran membakar hijab dan memotong pendek rambut mereka sebagai protes atas kematian Mahasa Amini, setelah perempuan muda itu ditangkap polisi moral Iran yang terkenal kejam. Demonstrasi tersebut berlangsung hampir satu minggu.

Sebuah video yang dibagikan BBC memperlihatkan bagaimana demostran berdiri di atas mobil polisi yang terbakar dan menyampaikan protes (27/9/2022).

Peter Kenyon dari NPR menyatakan bahwa demonstrasi ini entah tetap menjadi protes terhadap pemaksaan hijab atau bisa berkembang menjadi gerakan antipemerintah yang lebih besar.

Tiga tahun silam, kisah Sahar Khodayari juga menimbulkan amarah publik di Iran.

Dia berdandan seperti laki-laki untuk bisa menonton pertandingan sepak bola di stadion. Ketika ditangkap dan melihat kemungkinan ia akan dipenjara selama enam bulan, Sahar memilih membakar dirinya sebagai tanda protes hingga akhirnya meninggal dunia.

Aktor Inggris-Iran Omid Djalili menyamakan kasus Mahsa Amini dengan kasus George Floyd. Kasus tersebut menyebabkan terjadinya gelombang demonstrasi terbesar di Amerika Serikat yang menyuarakan diskriminasi ras dan reformasi di tubuh kepolisian.

Para ahli melihat kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk pembunuhan demi kehormatan, terus berlanjut di Iran. Undang-Undang negara itu juga mampu melindungi mereka.

Robert Malley, utusan khusus Amerika Serikat untuk Iran, meminta negara itu segera meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

PBB kemudian menyerukan penyelidikan yang tidak memihak terhadap meninggalnya Mahsa Amini.

"Kematian tragis Mahasa Amini dan tuduhan penyiksaan oleh polisi harus segera diselidiki oleh otoritas independen yang kompeten secara efektif dan tidak memihak, dan memastikan keluarganya mempunyai akses ke kebenaran dan keadilan," tegas Pejabat Komisaris Tinggi PBB untuk Kemanusiaan dan HAM Nada Al-Nashif.

Kepala Mahkamah Agung menjanjikan penyelidikan penuh atas kasus Mahsa Amini. Demikian pula Presiden Iran Ebrahim Raisi yang telah menelepon keluarga Mahsa guna meyakinkan bahwa kematian putri mereka akan diselidiki secara tuntas.

"Putri Anda seperti putri saya sendiri, dan saya merasa bahwa kejadian ini bisa terjadi pada salah satu orang yang saya cintai," kata Presiden, dikutip dari NPR.

Mahsa Amini asal Saqqez, provinsi Kurdistan ditangkap polisi moral karena dianggap melanggar aturan berhijab. Ia meninggal dunia setelah mengalami koma pada 16 September 2022.

Polisi mengklaim Mahsa mengalami serangan jantung saat dilarikan ke rumah sakit. Hal itu dibantah ayah Mahsa yang mengatakan anaknya sangat sehat dan balik menuding anaknya mengalami penyiksaan selama ditahan polisi.




Indonesia Raih “Best Tourism Villages 2024" UN Tourism untuk Desa Wisata dengan Sertifikat Berkelanjutan

Sebelumnya

Konten Pornografi Anak Kian Marak, Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Digital

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News