LAPORAN Lesti Kejora ke Polres Metro Jakarta Selatan (28/9/2022) terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan suaminya, Rizky Billar, sontak mengejutkan masyarakat.
Setelah melapor dan memberikan bukti visum, Lesti kini dikabarkan sedang dalam perawatan di RS Bunda, Menteng, Jakarta Pusat terkait luka-luka akibat kekerasan fisik yang dialaminya.
Mirisnya, saat laporan Lesti mencuat ke publik, pasangan yang dikenal dengan sebutan Leslar ini justru dianugerahi penghargaan Best Couple Infotainment Awards 2022.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender (KBG) yang terjadi di ranah personal. Dalam realitasnya, KDRT tidak hanya terjadi terhadap pasangan (suami atau istri) tapi juga bisa menimpa anak.
Melansir laman resmi Kementerian Hukum dan HAM, definisi KDRT sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah sebagai berikut.
"Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."
Merujuk SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, data secara real time menunjukkan ada 16.664 korban perempuan dari 18.167 kasus kekerasan (per 1 Oktober 2022).
Sementara itu, dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2022 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang diluncurkan untuk menyambut Hari Perempuan Internasional pada Maret 2022 menunjukkan ada 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Adapun perinciannya adalah 3.838 kasus dilaporkan ke Komnas Perempuan, 7.029 kasus dilaporkan ke lembaga layanan, 327.629 kasus dilaporkan ke Badan Peradilan Agama (BADILAG).
Angka tersebut naik signifikan sebanyak 50 persen dari jumlah kasus KBG pada tahun 2021 yaitu 226.062 kasus.
Sebagai gambaran tentang persentase KDRT, kita bisa merujuk data Komnas Perempuan Maret 2021 yang menunjukkan dari 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat, sebanyak 79 persen atau 6.480 kasus adalah KDRT.
Terkait data tersebut, kita tidak bisa menutup mata dari dampak pandemi COVID-19 yaitu keterpurukan ekonomi yang disinyalir sebagai penyumbang naiknya kasus KDRT selama dua tahun terakhir.
Namun, jika kita berbicara tentang Lesti Kejora, maka alasan keterpurukan ekonomi gugur dengan sendirinya.
Sebagai pasangan, keduanya memiliki Leslar Entertainment, termasuk Leslar Metaverse, yang bisa meraup miliaran rupiah dalam waktu singkat. Demikian pula secara individu, keduanya punya pemasukan tetap dari YouTube channel dan endorsement yang nilainya fantastis.
Apa yang terjadi pada Lesti menunjukkan bahwa KDRT tak pandang bulu. Bukan hanya kesulitan ekonomi, ada banyak penyebab lain KDRT, termasuk kecemburuan pasangan yang berlebihan.
Ada pelaku KDRT yang benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang dia katakan atau lakukan merupakan bentuk kekerasan. Namun ada pula yang cuek, berlindung diri di bawah norma yang mapan di masyarakat.
Misalnya saja, suami dituntut untuk mendidik istrinya sehingga sah-sah saja untuk membentak atau bahkan memukul istri. Hal itu dianggap wajar dan bersifat pribadi. Walhasil, istri pun menutupinya karena tidak ingin aib keluarga terkuak ke khalayak ramai.
Dalam kasus Lesti dan Billar, KDRT yang terjadi disebut-sebut karena dugaan Billar berselingkuh dan Lesti minta dipulangkan ke orangtuanya.
Entah apa yang ada di pikiran Billar, hingga dia dilaporkan mencekik hingga membanting istrinya berkali-kali. Padahal secara fisik, Lesti jauh lebih kecil daripada sang suami.
KDRT—apapun bentuknya—adalah tindak kekerasan yang tidak boleh dibiarkan. Sekali dua kali didiamkan, maka KDRT bisa menjadi sebuah kebiasaan. Kondisi tersebut tak hanya membahayakan korban KDRT, tapi juga bagi pelaku, bisa menjadi penyakit mental yang sulit diobati.
KOMENTAR ANDA